PENGARUH PERKEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP STRUKTUR
PEREKONOMIAN dan KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BALI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pariwisata
Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga
persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis
adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil)
dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi
Pariwisata Dunia. Definisi yang lebih lengkap,
turisme adalah industri jasa. Mereka menangani
jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa
bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll.
Pariwisata menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan
pengalaman baru dan berbeda lainnya. Banyak negara, bergantung banyak dari
industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan
yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu pengembangan industri
pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata
untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang
non-lokal. Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang
dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung
oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
2.2 Dampak Pariwisata terhadap Perekonomian
2.2.1 Dampak positif pariwisata terhadap perekonomian
1. Foreign Exchange Earnings
Pengeluaran sektor pariwisata akan menyebabkan perekonomian
masyarakat lokal menggeliat dan menjadi stimulus berinvestasi dan menyebabkan
sektor keuangan bertumbuh seiring bertumbuhnya sektor ekonomi lainnya.
Pengalaman di beberapa negara bahwa kedatangan wisatawan ke sebuah destinasi
wisata juga menyebabkan bertumbuhnya bisnis valuta asing untuk memberikan
pelayanan dan kemudahan bagi wisatawan selama mereka berwisata. Tercatat juga
bahwa di beberapa negara di dunia 83% dari lima besar pendapatan mereka, 38%
pendapatannya adalah berasal dari “Foreign Exchange Earnings”
perdagangan valuta asing.
2. Contributions To Government Revenues
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat
diuraikan menjadi dua, yakni: kontribusi langsung dan tidak langsung.
Kontribusi langsung berasal dari pajak pendapatan yang dipungut dari para
pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata pada kawasan wisata yang
diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi. Sedangkan kontribusi
tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah berasal dari pajak
atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak
yang dikenakan kepada wisatawan yang berkunjung.
3. Employment Generation
Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata,
terbukti bahwa sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata
terhadap penciptaan peluang kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata
seperti usaha akomodasi, restoran, klub, taxi, dan usaha kerajinan seni
souvenir.
4. Infrastructure Development
Berkembangnya sektor pariwisata juga dapat mendorong pemerintah
lokal untuk menyediakan infrastruktur yang lebih baik, penyediaan air bersih,
listrik, telekomunikasi, transportasi umum dan fasilitas pendukung lainnya
sebagai konsekuensi logis dan kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup
baik wisatawan dan juga masyarakat local itu sendiri sebagai tuan rumah.
Sepakat membangun pariwisata berarti sepakat pula harus membangun yakni daya
tarik wisata “attractions” khususnya daya tarik wisata man-made,
sementara untuk daya tarik alamiah dan budaya hanya diperlukan penataan dan
pengkemasan. Karena Jarak dan waktu tempuh menuju destinasi “accesable”
akhirnya akan mendorong pemerintah untuk membangun jalan raya yang layak untuk
angkutan wisata, sementara fasilitas pendukung pariwisata “Amenities”
seperti hotel, penginapan, restoran juga harus disiapkan. Pembangunan
infrastruktur pariwisata dapat dilakukan secara mandiri ataupun mengundang
pihak swasta nasional bahkan pihak investor asing khususnya untuk pembangunan
yang berskala besar seperti pembangunan Bandara Internasional, dan sebagainya.
Perbaikan dan pembangunan insfrastruktur pariwisata tersebut juga akan
dinikmati oleh penduduk lokal dalam menjalankan aktifitas bisnisnya, dalam
konteks ini masyarakat local akan mendapatkan pengaruh positif dari
pembangunan pariwisata di daerahnya.
2.2.2 Dampak negative pariwisata terhadap perekonomian
1. 1. Enclave Tourism
“Enclave tourism” sering diasosiasikan bahwa sebuah
destinasi wisata dianggap hanya sebagai tempat persinggahan, sebagai contoh
sebuah perjalanan wisata dari manajemen kapal pesiar dimana mereka hanya
singgah pada sebuah destinasi tanpa melewatkan malam atau menginap di
hotel-hotel yang telah disediakan industri lokal sebagai akibatnya dalam
kedatangan wisatawan kapal pesiar tersebut manfaatnya dianggap sangat rendah
atau bahkan tidak memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat di sebuah
destinasi yang dikunjunginya. Kenyataan lain yang menyebabkan “enclave” adalah
kedatangan wisatawan yang melakukan perjalan wisata yang dikelola oleh biro
perjalanan wisata asing dari “origin country” sebagai
contohnya, mereka menggunakan maskapai penerbangan milik perusahaan mereka
sendiri, kemudian mereka menginap di sebuah hotel yang di miliki
oleh manajemen chain dari negara mereka sendiri, berwisata dengan armada dari
perusahaan chain milik pengusaha mereka sendiri, dan dipramuwisatakan oleh
pramuwisata dari negerinya sendiri, dan sebagai akibatnya masyarakat lokal
tidak memperoleh manfaat ekonomi secara optimal.
1. 2. Infrastructure Cost
Tanpa disadari ternyata pembangunan sektor pariwisata yang
berstandar internasional dapat menjadi beban biaya tersendiri bagi pemerintah
dan akibatnya cenderung akan dibebankan pada sektor pajak dalam artian untuk
membangun infratruktur tersebut, pendapatan sektor pajak harus ditingkatkan
artinya pngutan pajak terhadap masyarakat harus dinaikkan. Pembangunan
pariwisata juga mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan kualitas bandara,
jalan raya, dan infrastruktur pendukungnya, dan tentunya semua hal tersebut
memerlukan biaya yang tidak sedikit dan sangat dimungkinkan pemerintah akan
melakukan re-alokasi pada anggaran sektor lainnya seperti
misalnya pengurangan terhadap anggaran pendidikan dan kesehatan. Kenyataan di
atas menguatkan pendapat Harris dan Harris (1994) yang mengkritisi bahwa
analisis terhadap dampak pariwisata harusnya menyertakan faktor standar
klasifikasi industri untuk tiap aktifitas pada industri pariwisata yang sering
dilupakan pada analisis dampak pariwisata.
1. 3. Increase in Prices (Inflation)
Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa dari wisatawan
akan menyebabkan meningkatnya harga secara beruntun “inflalsi” yang
pastinya akan berdampak negative bagi masyarakat lokal yang dalam kenyataannya
tidak mengalami peningkatan pendapatan secara proporsional artinya jika
pendapatan masyarakat lokal meningkat namun tidak sebanding dengan peningkatan
harga-harga akan menyebabkan daya beli masyarakat lokal menjadi rendah.
Pembangunan pariwisata juga berhubungan dengan meningkatnya harga sewa rumah,
harga tanah, dan harga-harga property lainnya sehingga
sangat dimungkinkan masyarakat lokal tidak mampu membeli dan cenderung akan
tergusur ke daerah pinggiran yang harganya masih dapat dijangkau. Sebagai
konsukuensi logiz, pembangunan pariwisata juga berdampak pada meningkatnya
harga-harga barang konsumtif, biaya pendidikan, dan harga-harga kebutuhan pokok
lainnya sehingga pemenuhan akan kebutuhan pokok justru akan menjadi sulit bagi
penduduk lokal. Hal ini juga sering dilupakan dalam setiap pengukuran manfaat
pariwisata terhadap perekonomian pada sebuah Negara.
1. 4. Economic Dependence
Keanekaragaman industri dalam sebuah perekonomian menunjukkan
sehatnya sebuah negara, jika ada sebuah negara yang hanya menggantungkan
perekonomiannya pada salah satu sektor tertentu seperti pariwisata misalnya,
akan menjadikan sebuah negara menjadi tergantung pada sektor pariwisata sebagai
akibatnya ketahanan ekonomi menjadi sangat beresiko tinggi. Di beberapa negara,
khususnya negara berkembang yang memiliki sumberdaya yang terbatas memang sudah
sepantasnya mengembangkan pariwisata yang dianggap tidak memerlukan sumberdaya
yang besar namun pada negara yang memiliki sumberdaya yang beranekaragam
harusnya dapat juga mengembangkan sektor lainnya secara proporsional. Ketika
sektor pariwisata dianggap sebagai anak emas, dan sektor lainnya dianggap
sebagai anak tiri, maka menurut Archer dan Cooper (1994), penelusuran tentang
manfaat dan dampak pariwisata terhadap ekonomi harusnya menyertakan variabel
sosial yang tidak pernah dihitung oleh fakar lainnya. Ketergantungan pada
sebuah sektor, dan ketergantungan pada kedatangan orang asing dapat diasosiasikan
hilangnya sebuah kemerdekaan sosial dan pada tingkat nasional, sangat
dimungkinkan sebuah negara akan kehilangan kemandirian dan sangat tergantung
pada sektor pariwisata.
1. 5. Seasonal Characteristics
Dalam Industri pariwisata, dikenal adanya musim-musim tertentu,
seperti misalnya musim ramai “high season” dimana
kedatangan wisatawan akan mengalami puncaknya, tingkat hunian kamar akan
mendekati tingkat hunian kamar maksimal dan kondisi ini akan berdampak
meningkatnya pendapatan bisnis pariwisata. Sementara dikenal juga musim sepi “low
season” di mana kondisi ini rata-rata tingkat hunian kamar tidak sesuai
dengan harapan para pebisnis sebagai dampaknya pendapatan indutri pariwisata
juga menurun hal ini yang sering disebut “problem seasonal” Sementara ada
kenyataan lain yang dihadapi oleh para pekerja, khususnya para pekerja informal
seperti sopir taksi, para pemijat tradisional, para pedagang acung, mereka
semua sangat tergantung pada kedatangan wisatawan, pada kondisi low
season sangat dimungkinkan mereka tidak memiliki lahan pekerjaan yang
pasti. Kenyataan di atas, menguatkan pendapat West (1993) yang menawarkan
SAM atau social accounting matrix untuk memecahkan masalah
pariwisata yang saling berhubungan dari waktu ke waktu, kebermanfaatan
pariwisata terhadap ekonomi harusnya berlaku proporsional untuk semua musim,
baik musim sepi maupun musim ramai wisatawan.
2.3 Sejaharah perkembangan pariwisata bali sampai terkenal ke
mancanegara
Sejak penguasaan oleh Belanda, pulau Bali seolah dibuka lebar
untuk kunjungan orang asing, Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai
pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang
mencatat keunikan seni budaya Bali.
Para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan, penulis dan pelukis, inilah yang
menyebabkan keunikan Bali kian menyebar ke seluruh dunia internasional.
Penyampain informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu
menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Bali, Kekaguman akan tanah Bali
kemudian menggugah minat orang asing memberi gelar kepada Bali sebagai ” The
Island of Gods, The Island of Paradise, The Island of Thousand Temples, The
Magic of The World, dan berbagai nama pujian lainnya yang bergema menyanjung
Bali di dunia pariwisata.
Tahun 1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk menampung
kedatangan wisatawan ketika itu, Bali hotel yang sekarang bernama Inna Bali
Hotel, sebuah bangunan bergaya arsitektur kolonial menjadi tonggak sejarah
pariwisata Bali yang hingga kini bangunan tersebut masih berdiri kokoh dalam
langgam aslinya. Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan tapi juga kunjungan
budaya. Duta kesenian bali dari desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke
beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika. Secara tidak langsung kunjungan
tersebut sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata
yang layak dikunjungi. Kegiatan pariwisata yang mulai mekar ketika itu sempat
terhenti akibat terjadinya perang Dunia II antara tahun 1942 -1945 yang
kemudian disusul dengan makin sengitnya perjuangan merebut kemerdekaan
Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1945.
Pertengahan dasawarsa 50-an pariwisata Bali mulai ditata kembali dan tahun 1963
dibangunlah Hotel Bali Beach yang sekarang bernama Inna Grand Bali Beach di
pantai Sanur dengan bangunan berlantai 10. Hotel ini merupakan satu – satunya
hunian wisata yang bertingkat di Bali saat itu. Sementara sarana akomodasi
wisata lainnya yang berkembang kemudian hanyalah bangunan berlantai satu. Pada pertengahan
tahun 1970 pemerintah daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur
ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Ketetapan ini ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang tradisional Bali sehingga tetap
memiliki nilai – nilai budaya yang mampu menjadi tumpuan sektor pariwisata.
Secara pasti sejak dioperasikannya Inna Grand Bali Beach pada November 1966,
pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas,
Sanur berkembang relatif lebig terencana karena berdampingan dengan Inna Grand Bali Beach Hotel sedangkan kawasan pantai Kuta berkembang secara alamiah
bergerak mengikuti model akomodasi setempat. Model homestay dan pansion
berkembang lebih dominan dibandingkan dengan model standar hotel. Sama halnya
dengan kawasan Ubud di daerah Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di
rumah – rumah penduduk yang tetap bertahan dengan nuansa pedesaannya.
Pembangunan sarana akomodasi wisata yang berkelas internasional akhirnya
dimulai dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata
internasional. Dikelola oleh Bali Tourism Development Corporation, suata badan
bentukan pemerintah, kawasan Nusa Dua dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata bertaraf internasional. Beberapa operator hotel masuk ke kawasan
Nusa Dua sebagai investor. Pada akhirnya kawasan ini mampu mendongkrak
perkembangan pariwisata Bali.
Masa – masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di
pusat akomodasi dan hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar dan Gianyar.
Kawasan pantai Kuta, Jimbaran dan Ungasan menjadi kawasan hunian wisata di
Kabupaten Badung. Sanur dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan,
Payangan dan Tegalalang menjadi pengembang akomodasi wisata di
daerah Gianyar.Untuk mengendalikan perkembangan yang amat pesat
tersebut, pemerintah daerah Bali kemudian menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai
daerah akomodasi wisata berikut sarana penunjangnya seperti restoran dan pusat
perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah memiliki lebih dari 35.000 kamar hotel
terdiri dari kelas Pondok Wisata, Melati hotel hingga berbintang lima. Sarana
hotel – hotel tersebut tampil dalam berbagai variasi bentuk mulai dari model
rumah, standar hotel, villa, bungalow dan boutique hotel dengan harga yang
bervariasi. Keanekaragam ini memberi nilai lebih bagi Bali karena menawarkan
banyak pilihan kepada para pelancong. Perkembangan kunjungan wisatawan membuat
sarana wisata penunjang pariwisata tumbuh dengan pesat seperti restoran, art
shop, pasar seni, sarana hiburan dan rekreasi
Perkembangan pariwisata khususnya di Bali, sangat mempengaruhi
sektor ekonomi. Namun perkembangan ini belum secara menyeluruh ataupun
menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali. Sampai saat ini perkembangan pariwisata
di Bali lebih terkonsentrasi di Bali Selatan, terutama di Kuta, Sanur
dan Nusa Dua, tentunya juga karena pengaruh keberadaan Bandara Internasional
Ngurah Rai yang berdekatan dengan lokasi tersebut, kemudian perkembangan
pariwisata di Bali selatan ini juga akhirnya menyentuh daerah pecatu yang
dulunya lahan yang tidak produktif, banyak berdiri, hotel, resor, villa dan lapangan golf, sehingga secara ekonomi
membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
Sebagai daerah pariwisata, tentunya karena Bali memiliki
banyak objek wisata menarik, begitu juga dengan
hasil kreasi budaya yang mempunyai nilai seni tinggi, adat istiadat yang unik
dan juga keramah-tamahan penduduk setempat sehingga menambah minat wisatawan
untuk mengunjungi Bali. Atraksi wisata yang ada juga bervariasi, baik wisata
petualangan, bahari dan banyak lagi yang lainnya, perkembangan sarana
transportasi pun sangat beragam, wisatawan bisa memilih angkutan umum, taxi,
trasnport freelance, sewa motor ataupun sewa mobil. Data jumlah kunjungan
pariwisata ke bali dapat ditunjukkan melalui table di bawah ini:
Tahun |
Data |
1975 |
75790 |
1976 |
115220 |
1977 |
119095 |
1978 |
133225 |
1979 |
120139 |
1980 |
139695 |
1981 |
153030 |
1982 |
150673 |
1983 |
166575 |
1984 |
188833 |
1985 |
211222 |
1986 |
243354 |
1987 |
309292 |
1988 |
360413 |
1989 |
436358 |
1990 |
489710 |
1991 |
554975 |
1992 |
735777 |
1993 |
884206 |
1994 |
1030944 |
1995 |
1014085 |
1996 |
1138895 |
1997 |
1230316 |
1998 |
1187153 |
1999 |
1355799 |
2000 |
1412839 |
2001 |
1356774 |
2002 |
1285842 |
2003 |
995272 |
2004 |
1460420 |
2005 |
1388984 |
2006 |
1262537 |
2007 |
1668531 |
2008 |
2085084 |
2009 |
2385122 |
2010 |
2576142 |
|
|
2011 |
2826709 |
Data diatas menunjukan bahwa kunjungan wisatawan trus meningkat
setiap tahun, namun terjadi penurunan kunjungan setelah terjadinya bom bali 1.
Hal ini ditunjukkan dengan penurunan jumlah wisatawan sekitar 40%. Untuk
menanggulangi hal tersebut, maka pemerintah proviunsi Bali beserta pihak-pihak
terkait berusaha membenahi sistem keamanan di Bali. Dengan berkembangnya
pariwisata Bali maka perlu dilakukan peningkatan pembangunan sarana pendukung
seperti hotel-hotel, artshop, restaurant, museum serta pembangunan daerah
pedalaman menjadi kawasan wisata alam yang bisa menarik minat para wisatawan
untuk berkunjung ke Bali. Selain itu pemerintah juga berupaya meningkatkan
keamanan dan kebersihan demi kenyamanan para wisatawan.
2.4 Kendala – kendala yang dihadapi dalam pengembangan
Pariwisata di Bali
Bali sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi
daerah kunjungan wisata nomer 1 di dunia. Tentu saja hal ini dapat terwujud
apabila kita sebagai rakyat Indonesia secara sadar bersama-sama untuk menghargai
potensi yang kita miliki ini. Berikut adalah permasalahan-permasalahan di Bali
yang perlu menjadi perhatian kita :
a. Permasalahan sampah dan
kebersihan lingkungan
Sampah dan masalah kebersihan di Bali sudah sering kali menjadi
keluhan utama para wisatawan di Pulau Dewata kita. Jumlah sampah di
tempat-tempat pariwisata terkenal di Bali sangat banyak, seperti daerah di
sekitaran Pantai Dreamland, jalan-jalan disekitaran wisata bedugul, maupun di
area-area wisata pura di Bali. Penanggulangan masalah sampah dan kebersihan
lingkungan bisa dilakukan dengan cara membiasakan diri kita untuk membersihkan
lingkungan rumah sekitar. Jangan malu untuk mengajak teman-teman kita
bersama-sama membersihkan area wisata di Bali. Semakin bersih Bali, kepercayaan
diri kita akan semakin meningkat untuk mempromosikan Bali sebagai tempat wisata
terbaik di dunia yang tentu saja hal ini dapat meningkatkan perekonomian rakyat
Bali.Selain itu, publik Bali harus bisa menekan jumlah sampah yang berserakan
mulai dari perorangan, baik berupa sampah plastik, lingkungan, maupun sampah
hasil persembahyangan.
Mengurangi jumlah sampah yang berserakan bukan berarti membatasi
kerja kita yang menghasilkan sampah. Langkah nyata yang bisa kita lakukan
adalah dengan selalu membuang sampah pada tempatnya, tidak mengotori area pura
dengan membiasakan diri membuang canang dan dupa sisa persembahyangan kita di
tempat sampah, dan membiasakan diri memungut sampah yang ada di depan
kita. Jika perlu, jangan ragu-ragu untuk membuat kegiatan amal bersama
teman-teman SMP, SMU, dan teman perkuliahan kita untuk melakukan gotong-royong
membersihkan tempat-tempat wisata di Bali.Adacontoh yang sangat baik yang
dapat kita tiru dari pulau Okinawa – Jepang yang notabene merupakan tempat
wisata yang mirip kondisinya dengan Bali. Contoh kecil tersebut adalah
membiasakan kita berbelanja menggunakan kantong belanja yang bisa dipakai
berulang-ulang, dengan demikian kita akan mengurangi jumlah sampah plastik di
Bali.
b. Kemacetan lalu lintas dan
masalah parkir
Sementara itu, permasalahan transportasi yang berupa kemacetan
dan masalah tempat parkir juga terjadi di Bali. Pengembangan transportasi umum
untuk para wisatawan dan penduduk lokal untuk mengurangi penggunaan mobil
pribadi dan sewaan menjadi syarat mutlak yang harus diperjuangkan untuk
mengatasi kemacetan di Bali. Transporatasi umum yang ideal adalah sistem
transportasi yang bisa menjadi solusi yang murah dan tidak mengganggu aktivitas
trasnportasi kendaraan lainnya.Saya Beberapa usaha yang dilakukan
seperti pembangunan halte-halte bus yang baru disekitar ruas jalan, namun
pembangunannya terkesan setengah hati. Halte-halte bus tersebut terlalu besar
dan didirikan diatas trotoar yang dapat mengganggu kenyamanan orang lain. Bali
yang kecil ini tidak cocok untuk angkutan umum dan fasilitas mendukung yang
besar-besar karena hal ini tidak akan menjadi solusi mengatasi kemacetan. Bali
hanya butuh sistem trasportasi umum yang kecil, praktis, dan dapat mencakup
seluruh tempat wisata di Bali melalui jalur-jalur alternatif yang dapat
mengatasi kemacetan.
c. Permasalahan
pada sistem antrian di Bandara yang tidak teratur
Terlalu banyak orang yang bekerja di Bandara Internasional
Ngurah Rai namun sistem pelayanannya sangat tidak efektif dan kurang memuaskan.
Lampu di bandara tidak menyala saat menjelang senja, jadwal penerbangan yang
dibiarkan salah begitu saja, beberapa pemeriksaan tiket dan bagasi yang kurang
efektif dan memakan waktu yang lama. Hal-hal kecil seperti kebersihan
bandara, parkir, kebersihan toilet, jam dinding yang dibiarkan mati juga perlu
menjadi perhatian serius dalam peningkatan pelayanan di Bandara Ngurah Rai.
d. Danau-danau di Bali
mengalami sedimentasi dan pendangkalan
Semua danau di Bali rata-rata mengalami pendangkalan. Kerusakan
lingkungan ini bukanlah hal yang wajar. Semuanya berkaitan dengan prilaku kita
yang mengabaikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Sebagai contoh, semakin
banyaknya rumah-rumah dan fasilitas umum yang di beton dan di aspal.Adapun
langkah-langkah yang bisa kita lakukan dalam menanggulangi permasalahan ini
adalah dengan membuat kebun pada pekarangan rumah, membiarkan sebagian halaman
rumah tidak di beton tanpa mengurangi kebersihan rumah, atau dalam skala
pembangunan fasilitas umum dengan membuat taman kota di tempat-tempat wisata.
Dengan pembangunan ini diharapkan secara tidak langsung kita bisa
menjaga air bawah tanah pada daerah-daerah yang padat penduduk. Akan
lebih bijaksana apabila kita selalu membangun rumah atau infrastruktur lainnya
dengan tetap memperhitungkan aspek-aspek kelestarian lingkungan dan tetap
menjaga bangunan budaya bali.
e. Abrasi
pantai, kerusakan terumbu karang, kerusakan vegetasi hutan mangrove, dan
pencemaran air laut
Terlalu banyak pembangunan-pembangunan di wilayah Bali Selatan
yang merusak Pantai dan Hutan Mangrove. Mereka beralasan bahwa mereka hanya
merusak sebagian kecil, 10% dari pantai-pantai di Bali dan hutan mangrove untuk
mendapatkan ijin pembangunan.Pejabat-pejabat di Bali yang mengambil keputusan
dalam pembangunan proyek di Bali harus lebih pintar dalam memberikan ijin ke
Investor. Pembangunan mal centro di Kuta, dan beberapa proyek yang sedang
berlangsung seperti rencana pembangunan jalan tol Nusa-Dua Bandara Ngurah Rai
merupakan salah satu contoh yang harus menjadi perhatian serius masyarakat
Bali.
f.
Kurangnya lapangan pekerjaan dan perhatian untuk para lulusan sarjana
di Bali
Jumlah penggangguran dari kalangan lulusan perguruan tinggi (S1)
di Denpasar mencapai 45 persen dari total angka usia produktif yang tidak
bekerja di Pulau Dewata. Pemerintah, pengusaha dan perguruan tinggi harus
bersama-sama berusaha untuk mencari solusi dan memberikan perhatian yang lebih
serius dan lapangan pekerjaan untuk menyikapi permasalahan ini. Akhir-akhir
ini, banyak generasi muda Bali yang lebih memilih bekerja di kapal pesiar
dengan gaji 8 juta perbulan, yang notabene kita dijadikan budak oleh para
pebisnis kapal pesiar. Akan lebih bijaksana apabila pemerintah mampu
memanfaatkan tenaga kerja ini untuk bersama-sama membangun dan mengatasi segala
permasalahan yang ada di Bali.
g. Harga pelayanan jasa
hiburan yang tidak adil dan mencolok mata untuk wisatawan lokal dan mancanegara
harga tiket masuk yang berbeda untuk orang lokal dan wisatawan
asing terlalu terang-terangan membuat kondisi yang tidak adil untuk wisatawan
asing. Tamu adalah raja tidak sepantasnya kita perlakukan mereka seperti itu.
Ada ide menarik yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan adalah dengan
memberikan kartu khusus untuk mendapatkan diskon bagi wisatawan lokal dan krama
Bali yang juga ingin menikmati indahnya tempat wisata di Bali. Dengan kartu
ini, wisatawan lokal mendapat potongan harga sekitar 30-40 % dengan aturan yang
telah ditetapkan dengan jelas, sehingga memudahkan kita untuk menjelaskan kenapa
ada perbedaan tarif masuk antara orang lokal dan wisatawan asing di Bali.
h. Berbagai macam
permasalahan pada sektor pertanian di Bali
Permasalahan ekonomi para petani menjadi akar dari permasalahan
pada sektor pertanian di Bali yang berupa semakin banyaknya alih fungsi lahan
pertanian di Bali. Pemerintah daerah perlu mengembangkan insentif bagi
upaya mempertahankan lahan pertanian. Jangan sampai hanya karena masalah
ekonomi, kita berusaha merubah sistem pengairan tradisional Subak yang telah
disetujui sebagai sistem irigasi terbaik di dunia.
i. Permasalahan
sumber energi listrik
Sampai saat ini Bali masih bergantung dengan jaringan listrik
dari luar. Karenanya apabila terjadi gangguan dengan koneksi jaringan listrik
Jawa-Bali, dapat dipastikan Bali akan mengalami pemadaman listrik untuk jangka
waktu yang lama, dan tentu saja ini akan mengganggu industri pariwisata yang
akan berpengaruh ke segala bidang.
2.5 Pengaruh perkembangan pariwisata bali terhadap struktur
perekonomian provinsi bali.
Dengan berkembangnya sektor pariwisata di Provinsi Bali, yaitu
dengan indikator meningkatnya kunjungan wisatawan asing dan domestik serta
meningkatnya pendapatan pada subsektor perdagangan hotel dan restoran,
menyebabkan sektor jasa meningkat pesat melebihi sektor pertanian dan sector
industri. Dengan pesatnya pertumbuhan sektor jasa sebagai akibat dari
perkembangan pariwisata, maka terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan
sektorsektor ekonomi di Provinsi Bali, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya
perubahan struktur produksi dan struktur penyerapan tenaga kerja dari pertanian
ke jasa.
Struktur perekonomian Bali sangat spesifik dan mempunyai
karateristik tersendiri dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia.
Spesifik perekonomian Bali itu dibangun dengan mengandalkan industri pariwisata
sebagai leading sector, telah mampu mendorong terjadinya suatu
perubahan struktur. Perubahan struktur ekonomi Bali tidak saja dilihat dari
segi pendapatan saja, namun juga dari kesempatan kerja. Presentase pekerja di Bali
turun setiap tahunnya sebesar 43,12% di sektor pertanian,yang mengalami
fluktuasi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dari 2,6% menjadi 1,3%.
Membaiknya pertumbuhan ekonomi Bali menjadi salah satu indikator semakin
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Dewata. Struktur ekonomi Bali masih
didominasi sektor tersier sebesar 65,58 persen, menyusul sektor primer 18,86
persen dan sektor sekunder 15,56 persen. Sektor pertanian memberikan andil
sebesar 18,21 persen, pertambangan dan penggalian 0,65 persen, sektor industri
pengolahan 9,16 persen, serta listrik, gas dan air bersih dua persen. Sektor
bangunan menyumbang sekitar 4,4 persen, perdagangan, hotel dan restoran 30
persen, angkutan dan komunikasi 13,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan 7,11 persen dan sektor jasa-jasa lainnya 14,72 persen. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali atas dasar harga berlaku mencapai Rp57,579
miliar selama 2009, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp49,922
triliun. PDRB perkapita mengalami peningkatan dari Rp14,2 juta pada tahun 2008
menjadi Rp16,21 juta pada akhir 2009.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain, pendapatan daerah yang sah,
yang bertujuan untuk memberi keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam Perda Provinsi Bali Nomor 14
Tahun 2009 tentang perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2009
tentang APBD Tahun 2009 tertera bahwa Provinsi Bali memiliki beberapa
sumber PAD bagi sumber pendapatan daerah, yaitu
:
1.
Pajak Daerah yang dikelola provinsi, meliputi : Pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air, Pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air , Pajak bahan bakar bermotor , Pajak pemanfaatan dan pengambilan air
bawah tanah dan air permukaan.
2. Retribusi daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan.
4. Lain – Lain Pendapatn Asli Daerah yang Sah.
Total keseluruhan PAD dalam APBD Provinsi Bali Tahun 2009
adalah Rp.977.410.245.034,- dengan total pendapatan dalam APBD adalah
sebesar Rp.1.661.108.445.333, -. Jadi tingkat kemampuan Pendapatan Asli Daerah
Provinsi Bali dalam tahun anggaran 2009 adalah :
Bali memiliki banyak keunggulan dibanding provinsi lainnya di
Indonesia. Seperti diutarakan di awal sebelumnya,Bali dikenal dengan keindahan alam
dan keunikan budayanya. Bali mengunggulkan produk pariwisatanya yang indah
untuk memancing turis-turis local maupun mancanegara untuk datang ke Bali.
Seperti contohnya, tempat-tempat pariwisata di Bali ialah Pantai Kuta, Tanah
Lot, Pantai Sanur, Jimbranan, dan Nusa Dua sangat ramai di kunjungi orang tiap
harinya. Hotel-hotel yang bernuansa pantai dan pedesaan banyak dibangun disana
dari yang harga murah meriah seperti losmen-losmen hingga hotel berbintang lima
dengan harga yang sangat menguras kocek. Selain itu, Bali dikenal juga dengan
budayanya yang unik dan mengundang decak kagum bagi orang yang melihatnya
seperti tari Kecak dan tari Pendet yang sangat fenomenal hingga ke dunia
internasional. Di Bali juga banyak terdapat pusat-pusat kesenian daerahnya,
salah satu tempatnya ialah di daerah Ubud. Tidak hanya menawarkan pesona
alamnya dan keunikan budayanya, Bali juga mengunggulkan sector kerajinan tangan
yang sangat kreatif. Banyak handmade buatan Bali yang diekspor
ke luar negeri. Kuliner di Bali sangat beranekaragam dan enak di lidah, seperti
Ayam Betutu, Garang Asem dan Sate Lilit yang menjadi menu andalan khas Bali
yang sering dicari oleh turis-turis yang berkunjung.
2.6 Pengaruh perkembangan pariwisata teradap kesejahteraan
masyarakat di bali.
Perkembangan pariwisata menyebabkan kesejahteraan masyarakat
secara tidak langsung meningkat melalui kinerja perekonomian dan perubahan
struktur ekonomi yang dihasilkan oleh perkembangan pariwisata. Melalui kinerja
perekonomian dan perubahan struktur ekonomi pengaruh perkembangan pariwisata
terhadap kesejahteraan masyarakat meningkat menjadi 0,569. Hal ini berarti
bahwa pengaruh tidak langsung perkembangan pariwisata tidak langsung meningkat
melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi adalah sebesar
0,345 yang lebih besar dari koefisien pengaruh langsung yang hanya 0,224.
Kesimpulan ini sesuai dengan pendapat Spillane (1989; 47) dan juga Ave (2006)
yang mengatakan bahwa pariwisata di samping memberikan dampak langsung juga
memberikan dampak tidak langsung dan dampak ikutan (induced effect) terhadap
perekonomian. Dampak tidak langsung dinikmati oleh karyawan hotel, restoran,
biro perjalanan wisata, objek tujuan wisata, sopir angkutan, penerimaan pajak
bagi pemerintah, pengrajin cenderamata, seniman, percetakan, pedagang
sayur-sayuran dan buah-buahan, pompa bensin, dan sebagainya. Dampak ikutan
antara lain meningkatkan pendapatan bagi petani sayur dan buah-buahan,
peternak, pemasok bahan baku untuk barang kerajinan, sektor industri, perdagangan,
dan sektor agribisnis.
Tidak adanya pengaruh langsung dan signifikan perkembangan
pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat dijelaskan sebagai berikut.
Seperti yang dikemukakan oleh Spillane (1989: 47) dan Ave (2006) bahwa industri
pariwisata merupakan mata rantai yang sangat panjang, dan dampak langsung dari
kunjungan pariwisata adalah hanya terhadap subsektor yang menerima pendapatan
dari belanja wisatawan, yaitu: hotel, restoran, biro perjalanan, perdagangan.
Karena masyarakat yang bekerja langsung pada sektor pariwisata relatif kecil,
yaitu 14,52 persen pada tahun 1980, tahun 1990 sebanyak 15,58 persen, tahun
2000 sebanyak 24,06 persen dan tahun 2004 sebanyak 26,63 persen, sehingga
perkembangan pariwisata tidak memberikan pengaruh langsung yang signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun demikian,
pandangan perspektif developmentalist yang dikemukanan oleh Pye dan Lin (1983)
menegaskan bahwa industri pariwisata telah banyak menyumbangkan kecepatan,
percepatan, dan arah perkembangan di negara-negara berkembang sehingga dianggap
sebagai pintu masuk bagi kesejahteraan masyarakat melalui pengaruh tidak
langsung.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pariwisata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA