CLICK FOR CLAIM PROMO !

Senin, 30 April 2018

Pengertian Teks Eksplanasi

Subscribe

Pengertian Teks Eksplanasi
Pengertian teks eksplanasi secara umum diartikan sebagai suatu teks yang membahas tentang “mengapa” dan “bagaimana”. Definisi tersebut kemudian dijelaskan kembali dalam ebberapa literatur bahasa bahwa teks eksplanasi adalah sebuah teks yang menjelaskan atau menerangkan mengenai suatu peristiwa terjadi, baik peristiwa alam maupun social. Dari pengertian tersebut maka bisa dimengerti sebab teks eksplanasi selalu ditemukan dalam bentuk penjelasan peristiwa alam.
Eksplanasi merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris “explanation” yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna “menjelaskan”. Dari istilah tersebut maka muncul definisi bahwa teks eksplanasi adalah suatu teks yang berisikan proses yang berhubungan dengan fenomena alam, social, budaya, dan ilmu pengetahuan. Jadi, jelaslah sudah bahwa teks eksplanasi memang dikaitkan dengan berbagai gejala yang terjadi dalam hidup manusia dari segala aspek.

Struktur Kebahasaan Teks Eksplanasi
Teks yang merupakan media bagi seseorang untuk mengungkapkan dan menjelaskan segala sesuatu memang mengandung unsure tertentu. Hal tersebut adalah ciri utama dari kaidah dalam bahasa Indonesia, dimana setiap teks tertentu pasti memiliki struktur kebahasaan untuk membedakannya dengan jenis teks yang lain. Berikut ini adalah struktur kebahasaan dalam teks eskplanasi.
Pernyataan umum, merupakan suatu paragraf yang menyatakan penjelasan mengenai fenomena atau kejadian yang akan diterangkan pada tekks tersebut. Pada tahap ini, penulis akan menyatakan pendapat umum, memberikan sedikit gambaran mengenai suatu fenomena tersebut, atau dengan kata lain memperkenalkan jenis fenomena yang akan dibahas.
Penjelas, pada tahap ini tulisan akan mendetailkan beberapa hal yaitu jawaban dari pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana” kejadian tersebut bisa terjadi. Biasanya pada bagian ini penjelasan akan lebih banyak atau lebih dari dua paragraf.
Interpretasi, yang dimaksud dengan interpretasi adalah sebuah pendapat yang bersifat opsional dari penulis teks mengenai peristiwa yang sedang dibahasnya itu. Hal tersebut bukan sebuah keharusan, akan tetapi sangat mendukung teks eksplanasi tersebut secara umum jika dibaca oleh orang lain.
Pada ketiga struktur teks eksplanasi tersebut harus memiliki ciri yang disematkan pada masing-masing skema. Pada pernyataan umum misalnya, harus disajikan secara ringkas dan menarik sehingga pembaca semakin penasaran untuk mengetahui hal yang akan dijelaskan. Sementara pada skematik selanjutnya yaitu penjelas, diharapkan untuk tersaji secara detail dan akurat. Pada bagian terakhir yang tidak harus ada, diharapkan teks bisa disajikan dengan kalimat interpretasi yang membuat pembaca semakin ingin tahu dan mencari referensi berikutnya.

Ciri Ciri Teks Eksplanasi
·         Beberapa ciri-ciri teks eksplanasi yang bisa tampak agar mudah dikenali yaitu :
·         Bersifat fokus pada hal yang umum
·         Banyak menggunakan istilah ilmiah
·         Memakai kata kerja material dan relasional, konjungsi waktu dan kausalitas
·         Kalimatnya pasif
·         Bertujuan untuk menjustifikasi bahwa sebuah peristiwa itu benar adanya

Contoh Teks Eksplanasi
1. Banjir
Banjir adalah sebuah peristiwa alam yang berupa meluapnya air ke daratan. Peristiwa ini biasanya muncul di kota-kota besar seperti yang banyak terjadi di wilayah Indonesia. Secara singkat banjir dapat diartikan sebagai peristiwa meluapnya air dalam jumlah yang besar dan menerjang suatu daerah. Biasanya banjir yang terjadi di kota-kota besar disebabkan karena meluapnya air sungai yang sudah tidak mampu lagi menampung air dalam jumlah besar. Secara definisi, banjir diartikan sebagai kondisi permukaan air yang sudah melebihi batasan normal. Dari beberapa pengertian tersebut, bisa disimpulkan secara singkat bahwa banjir merupakan suatu bencana alam yang wajib untuk ditanggulangi, terutama di wilayah perkotaan.
Munculnya banjir dalam suatu wilayah bisa disebabkan oleh dua faktor pemicu. Pertama, dikarenakan adanya faktor alam. Faktor alam yang dimaksudkan disini adalah terjadinya curah hujan sangat tinggi pada suatu daerah, atau letak daerah yang lebih rendah dari permukaan laut. Kedua, dikarenakan adanya faktor manusia. Faktor manusia, seperti yang banyak kita ketahui adalah kesalahan manusia yaitu penebangan hutan, serta kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Kedua faktor pemicu banjir tersebut mengakibatkan air yang datang menjadi tersumbat serta meluap ke pemukiman penduduk.

Berbagai kerugian bisa ditimbulkan oleh banjir. Kerugian ini pada akhirnya memunculkan jumlah kemiskinan yang semakin meningkat. Selain harta benda yang hilang akibat banjir, belum terhitung kerugian lain seperti terkendalanya transportasi, dan memicu munculnya penyakit seperti diare atau penyakit kulit yang semakin meraja lela. Bahkan tidak jarang banjir juga bisa menyebabkan hilangnya nyawa manusia jika terjadi secara besar-besaran.
Sebagai manusia yang harusnya peduli mengenai beragam risiko banjir tersebut sudah semestinya dimulai gerakan untuk menggalakan berbagai kegiatan pencegah banjir. Mulai dari penghijauan, perbaikan saluran air, serta yang paling penting adalah menghilangkan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Dengan begitu, diharapkan banjir tidak akan melanda pemukiman warga lagi.

Keterangan:
·         Paragraf pertama merupakan pernyataan umum.
·         Paragraf kedua dan ketiga adalah penjelas.
·         Paragraf keempat adalah penutup yang berisi pendapat atau interpretasi.


Jumat, 27 April 2018

7 KERAJAAN HINDU DI INDONESIA

Subscribe
KERAJAAN KUTAI
Description: Image result for kerajaan kutai
Kerajaan Kutai (Martadipura) merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.
Keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu.

Raja-Raja Kerajaan Kutai
1. Maharaja Kudungga
Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Nama Maharaja Kudungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India.Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
2. Maharaja Asmawarman
Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.
3. Maharaja Mulawarman
Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.
·         Maharaja Irwansyah
·         Maharaja Sri Aswawarman
·         Maharaja Marawijaya Warman
·         Maharaja Gajayana Warman
·         Maharaja Tungga Warman
·         Maharaja Jayanaga Warman
·         Maharaja Nalasinga Warman
·         Maharaja Nala Parana Tungga
·         Maharaja Gadingga Warman Dewa
·         Maharaja Indra Warman Dewa
·         Maharaja Sangga Warman Dewa
·         Maharaja Singsingamangaraja XXI
·         Maharaja Candrawarman
·         Maharaja Prabu Nefi Suriagus
·         Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
·         Maharaja Riski Subhana
·         Maharaja Sri Langka Dewa
·         Maharaja Guna Parana Dewa
·         Maharaja Wijaya Warman
·         Maharaja Indra Mulya
·         Maharaja Sri Aji Dewa
·         Maharaja Mulia Putera
·         Maharaja Nala Pandita
·         Maharaja Indra Paruta Dewa
·         Maharaja Dharma Setia

Peninggalan Kerajaan Kutai
Peninggalan Sejarah Kerajaan Kutai Di abad 21 sekarang ini, beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Kutai masih bisa kita temukan di Museum Mulawarman yang letaknya ada di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Jika Anda suatu saat berkunjung ke kota itu, sempatkanlah diri Anda untuk menengok bukti kebesaran dari kerajaan kutai. Saya sendiri beberapa waktu lalu berkunjung ke sana. Dengan tiket masuk Rp. 2.000, saya telah berhasil menikmati bukti eksotika masa lampau dengan melihat beberapa penginggalan kerajaan kutai. Apa saja peninggalannya yaitu sebagai berikut :
1. Prasasti Yupa
Prasasti Yupa adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan kutai yang paling tua. benda bersejarah satu ini merupakan bukti terkuat adanya kerajaan hindu yang bercokol di atas tanah Kalimantan. Sedikitnya ada 7 prasasti yupa yang hingga kini masih tetap ada.
2. Ketopong Sultan
Ketopong adalah mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas. Beratnya 1,98 kg dan saat ini disimpan di Musium Nasional di Jakarta. Ketopong sultan kutai ditemukan pada 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di Musium Mulawarman sendiri, ketopong yang dipajang adalah ketopong tiruan.
3. Kalung Ciwa
Kalung Ciwa adalah peninggalan sejarah kerajaan Kutai yang ditemukan pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Penemuan terjadi pada tahun 1890 oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa sendiri hingga saat ini masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan dipakai oleh sultan saat ada pesta penobatan sultan baru.
4. Kalung Uncal
Kalung Uncal adalah kalung emas seberat 170 gram yang dihiasi liontin berelief cerita ramayana.  Kalung ini menjadi atribut kerajaan Kutai Martadipura dan mulai digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara pasca Kutai Martadipura berhasil di taklukan. Adapun berdasar penelitian para ahli, kalung uncal sendiri diperkirakan berasal dari India (Unchele). Di dunia, saat ini hanya ada 2 kalung uncal, satu berada di India dan satunya lagi ada di Museum Mulawarman, Kota Tenggarong.
5. Kura-Kura Emas
Peninggalan sejarah kerajaan kutai yang menurut saya cukup unik adalah kura-kura emas. Benda ini sekarang ada di Musium Mulawarman. Ukurannya sebesar setengah kepalan tangan. Dan berdasarkan label yang tertera di dalam etalasenya, benda unik ini ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang terletak di hulu sungai Mahakam. Adapun berdasar riwayat, benda ini diketahui merupakan persembahan dari seorang pangeran dari Kerajaan di China bagi sang putri raja Kutai, Aji Bidara Putih. Sang Pangeran memberikan beberapa benda unik pada kerajaan sebagai bukti kesungguhannya yang ingin mempersunting sang putri.
6. Pedang Sultan Kutai
Pedang Sultan Kutai terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir gambar seekor harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung pedang dihiasi dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini dapat Anda lihat di Museum Nasional, Jakarta.
7. Tali Juwita
Tali juwita adalah peninggalan kerajaan kutai yang menyimbolkan 7 muara dan 3 anak sungai (sungai Kelinjau, Belayan dan Kedang Pahu) yang dimiliki sungai mahakam. Tali juwita terbuat dari benang yang banyaknya 21 helai dan biasanyan digunakan dalam upacara adat Bepelas.
8. Keris Bukit
Kang Keris bukit kang adalah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan legenda, permaisuri ini adalah putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas balai bambu. Dalam gong tersebut, selain ada seorang bayu perempuan, di dalamnya juga terdapat sebuah telur ayam dan sebuah keris, keris bukit kang.
9. Kelambu Kuning
Ada beberapa benda peninggalan kerajaan yang dipercaya memiliki kekuatan magis oleh masyarakat adat Kutai hingga saat ini. benda-benda ini ditempatkan dalam kelambu kuning untuk menghindari tuah dan bala yang bisa ditimbulkannya. Beberapa benda peninggalan sejarah kerajaan kutai tersebut antara lain kelengkang besi, tajau, gong raden galuh, gong bende, arca singa, sangkoh piatu, serta Keliau Aji Siti Berawan.
10. Singgasana Sultan
Singgasana sultan merupakan peninggalan sejarah kerajaan kutai yang masih tetap terjaga hingga kini. Benda tersebut terletak di Museum Mulawarman. Dahulu Setinggil / Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad Parikesit, dan raja-raja kerajaan kutai sebelumnya. Singgasana ini juga dilengkapi dengan payung, umbul-umbul, dan peraduan pengantin Kutai Keraton.
11. Meriam Kerajaan kutai
merupakan kerajaan yang dilengkapi dengan sistem pertahanan kuat. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya peninggalan sejarah berupa meriam dan beberapa alat bela diri lainnya. Adapun meriam, kerajaan kutai memiliki 4 yang hingga kini masih terjaga dengan rapi. Keempat meriam tersebut antara lain Meriam Sapu Jagat, Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, dan Meriam Sri Gunung. Peninggalan
12. Tombak Kerajaan Majapahit
Tombak-tombak tua yang berasal dari Kerajaan Majapahit juga merupakan peninggalan sejarah  kerajaan kutai. Ya, tombak-tombak tersebut telah ada di Muara Kaman sejak dulu. Ini membuktikan jika kerajaan kutai dan Kerajaan Majapahit pada masa silam memiliki hubungan yang sangat erat. Peninggalan
13. Keramik Kuno Tiongkok
Ratusan keramik kuno yang diperkirakan berasal dari berbagai dinasti di kekaisaran Cina tempo dulu yang sempat ditemukan tertimbun di sekitar danau Lipan membuktikan bahwa kerajaan kutai dan kekaisaran china telah melakukan hubungan perdagangan yang erat pada masa silam. Ratusan keramik kuno yang menjadi peninggalan sejarah kerajaan Kutai itu kini tersimpan di ruang bawah tanah musium mulawarman di Tenggarong, Kutai kartanegara. Peninggalan
14. Gamelan Gajah Prawoto
Di Museum Mulawarman saat ini juga terdapat seperangkat gamelan. Gamelan-gamelan ini diyakini berasal dari pulau Jawa. Tak hanya itu, beberapa topeng, keris, pangkon, wayang kulit, serta barang-barang kuningan dan perak yang ada sebagai peninggalan sejarah kerajaan kutai tempo silam juga membuktikan bahwa telah ada hubungan erat antara kerajaan-kerajaan di Jawa dengan Kerajaan Kutai Kartanegara

Kehidupan Politik Kerajaan Kutai
Kehidupan politik yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga. Dalam yupa dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Matahari dan pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga. Berikut adalah penjelasan mengenai raja – raja di Kutai.
Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi, apabila dilihat dari nama Raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku.
Aswawarman adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putra dan salah satunya adalah Mulawarman.
Mulawarman kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta jika dilihat dari cara penulisannya. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Dari Yupa diketahui bahwa masa pemerintahan Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kutai
Kehidupan ekonomi di kutai disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.

Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Kutai
Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis antara Raja Mulawarman dengan Kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam Yupa, bahwa Raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara tempat suci untuk memuja Dewa Siwa.
Dalam kehidupan budaya Kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan yang disebut Vratyastoma. Pada masa Mulawarman upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sanskerta.

Kejayaan Kerajaan Kutai
Masa kejayaan Kerajaaan Kutai berada pada massa pemerintahan Raja Mulawarman. Hal ini karena beliau begitu bijaksana dan royal bagi hal-hal yang religius. Para brahmana dihadiahi emas, tanah, dan ternak secara adil, pengadaan upacara sedekah di tempat yang dianggap suci atau Waprakeswara. Dan dibuktikan juga dengan pemberian sedekah kepada kaum Brahmana berupa 20.000 ekor sapi. Jumlah 20.000 ekor sapi ini membuktikan bahwa pada masa itu kerajaan Kutai telah mempunyai kehidupan yang makmur dan telah mencapai massa kejayaannya.
Runtuhnya Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
KERAJAAN TARUMA NEGARA
Description: Image result for tarumanegara
Kerajaan Terumanagara merupakan kerajaan Hindu tertua ke dua setelah Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanagara atau Kerajaan Tarum merupakan kerajaan yang berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi. Kata Tarumanagara berasal dari kata Tarum dan Nagara. Tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yang sekarang bernama sungai Citarum dan kata Nagara yang diartikan sebagai negara atau kerajaan.

Beridirnya Kerajaan Tarumanagara
Berdirinya Kerajaan Tarumanagara masih dipertanyakan oleh para ahli sejarah. Satu-satunya sumber sejarah yang secara lengkap membahas mengenai Kerajaan Tarumanagara adalah Naskah Wangsakerta. Naskah Wangsakerta tersebut masih menjadi perdebatan diantara para sejarawan tentang keaslian isinya.
Menurut Naskah Wangsakerta, pada abad ke-4 Masehi, pulau dan beberapa wilayah Nusantara lainnya didatangi oleh sejumlah pengungsi dari India yang mencari perlindungan akibat terjadinya peperangan besar di sana. Para pengungsi itu umumnya berasal dari daerah Kerajaan Palawa dan Calankayana di India, pihak yang kalah dalam peperangan melawan Kerajaan Samudragupta (India).
Salah satu dari rombongan pengungsi Calankayana dipimpin oleh seorang Maharesi yang bernama Jayasingawarman. Setelah mendapatkan persetujuan dari raja yang berkuasa di barat Jawa (Dewawarman VIII, raja Salakanagara), maka Jayasingawarman membuka tempat pemukiman baru di dekat sungai Citarum. Pemukimannya oleh Jayasingawarman diberi nama Tarumadesya (desa Taruma). 
Sepuluh tahun kemudian desa ini banyak didatangi oleh penduduk dari desa lain, sehingga Tarumadesya menjadi besar. Akhirnya dari wilayah setingkat desa berkembang menjadi setingkat kota (Nagara). Semakin hari, kota ini semakin menunjukan perkembangan yang pesat, karena itulah Jayasingawarman kemudian membentuk sebuah Kerajaan yang bernama Tarumanagara.

Kejayaan Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Tarumanagara mencapai puncak kejayaannya ketika dipimpin oleh Purnawarman. Dimasa kepemerintahan Purnawarman, luas Kerajaan Tarumanagara diperluas dengan menaklukan kerajaan-kerajaan yang berada disekitarnya. Tercatat Luas Kerajaan Tarumanagara hampir sama dengan luas daerah Jawa Barat sekarang. Selain itu Raja Purnawarman juga menyusun pustaka yang berupa undang-undang kerjaana, peraturan angkatan perang, siasat perang serta silsilah dinasti Warman. Raja Purnawarman juga dikenal sebagai raja yang kuat dan bijak kepada rakyatnya.

Keruntuhan Kerajaan Tarumanagara
Raja ke-12 Tarumanagara, Linggawarman, memiliki dua orang putri. Putri pertamanya bernama Dewi Manasih yang kemudian menikah dengan Tarusbawa dan Sobakencana yang kemudian menjadi isteri Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya. Tangku kepemimpian Kerajaan Tarumanegara pun jatuh pada suami Manasih yaitu Tarusbawa. Pada masa kepemerintahan Tarusbawa, pusat kerajaan Tarumanagara ke kerajaanya sendiri yaitu Kerajaan Sunda (Kerajaan bawahan Tarumanagara) dan kemudian mengganti Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.
Description: Sejarah Kerajaan Terumanegara, Berdirinya Kerajaan Terumanegara, Kejayaan Kerajaan Terumanegara, Keruntuhan Kerajaan Terumanegara, Kehidupan Sosial Budaya. Peninggalan Kerajaan Terumanegara, Raja-raja Kerajaan Terumanegara. | www.zonasiswa.com
Prasasti Ciareteun
  
Sumber Sejarah Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Tarumanagara banyak meninggalkan bukti sejarah, diantaranya ditemukannya 7 buah prasati yaitu:
1.      Prasasti Ciareteun yang ditemukan di Ciampea, Bogor. Pada prasasti tersebut terdapat ukiran laba-laba dan tapak kaki serta puisi beraksara Palawa dan berbahasa Sanskerta. Puisi tersebut berbuyi "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara."
2.      Prasasti Pasri Koleangkak yang ditemukan di perkebunan Jambu. Parsasti ini juga sering disebut sebagai Prasasti Jambu. Prasasti Jambu berisi "Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya."
3.      Prasasti Kebonkopi yang ditemukan di kampung Muara Hilir, Cibungbulang. Isi prasasti Kebon Kopi : yakni adanya dua kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawati (gajah kendaran Dewa Wisnu). Sedangkan Prasasti Jambu berisi tentang kegagahan raja Purnawarman. Bunyi prasasti itu antara lain :"gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang memerintah di taruma dan yang baju zirahnya tak dapat ditembus oleh musuh ..."
4.      Prasasti Tugu yang ditemukan di dareah Tugu, Jakarta.
5.      Prasasti Pasir Awi yang ditemukan di daerah Pasir Awi, Bogor.
6.      Prasasti Muara Cianten yang juga ditemukan di Bogor.
7.      Prasasti Cidanghiang atau Lebak yang ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten. Prasasti Didanghiang berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”.
Selain dari prasasti, terdapat juga suber-sumber lain yang berasal dari Cina, diantarnya:
1.         Berita dari Fa-Hien, seorang musafir Cina (pendeta Budha) yang terdampar di Yepoti (Yawadhipa/Jawa) tepatnya Tolomo (Taruma) pada tahun 414. Dalam catatannya di sebutkan rakyat Tolomo sedikit sekali memeluk Budha yang banyak di jumpainya adalah Brahmana dan Animisme.
2.         Berita dari Dinasti Soui yang menyatakan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan dari negeri Tolomo (Taruma) yang terletak disebelah selatan.
3.         Berita dari Dinasti Tang Muda yang menyebutkan tahun 666 dan tahun 669 M datang utusan dari Tolomo.
Raja-raja Kerajaan Tarumanagara
Selama berdirinya Kerajaan Tarumanagara dari abad ke-4 sampai abad ke-7 Masehi, kerajaan tersebut pernah dipimpin oleh 12 orang raja, diantaranya:
1.              Jayasingawarman (358-382 M.)
2.              Dharmayawarman (382-395 M.)
3.              Purnawarman (395-434 M.)
4.              Wisnuwarman (434-455 M.)
5.              Indrawarman (455-515 M.)
6.              Candrawarman (515-535 M.)
7.              Suryawarman (535-561 M.)
8.              Kertawarman (561-628 M.)
9.              Sudhawarman (628-639 M.)
10.          Hariwangsawarman (639-640 M.)
11.          Nagajayawarman (640-666 M.)
12.          Linggawarman (666-669 M.)
Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Tarumanagara
Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Masyarakat Kerajaan Tarumanagara juga berprofesi sebagai pedagang mengingat letaknya yang strategis berada di dekat selat sunda.
Pembangunan/penggalian itu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat, karena dapat digunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Selain penggalian saluran Gomati dalam prasasti Tugu juga disebutkan penggalian saluran Candrabhaga. Dengan demikian rakyat akan hidup makmur, aman, dan sejahtera.
Dari segi kebudayaan sendiri, Kerajaan Tarumanagara bisa dikatakan kebudayaan mereka sudah tinggi. Terbukti dengan penggalian sungai untuk mencegah banjir dan sebagai saluran irigasi untuk kepentingan pertanian. Terlihat pula dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti yang ditemukan, menjadi bukti kebudayaan masyarakat pada saat itu tergolong sudah maju.
KERAJAAN SRIWIJAYA
Description: Image result for kerajaan sriwijaya
Mendengar nama Sriwijaya pastinya bukan hal yang asing di telinga anda. Salah satu kerajaan paling besar di Asia Tenggara yang berhasil menjadi negara maritim pertama sebelum berdirinya Indonesia.
Kejayaan Sriwijaya menginspirasi banyak orang. Bahkan di dunia persepakbolaan nasional, namanya digunakan sebagai nama klub bola asal pulau Sumatera, Sriwijaya FC. Dalam catatan-catatan dan kronik Cina, Sriwijaya dikenal dengan nama Che-li-fo-che.
Sejarah kerajaan sriwijaya menjadi satu diantara 3 kerajaan yang berada di Sumatera dan dikenal oleh Cina alias Tiongkok. Kerajaan lain yang juga menduduki kepulauan Sumatera adalah Tulangbawang dan Kerajaan Melayu. Namun berdasarkan prasasti asli Sumatera, tidak ada yang mengisahkan cerita kerajaan Tulangbawang dan Melayu.
Kerajaan ini masih jauh lebih dulu besar dibanding sejarah Kerajaan Majapahit yang menjadi penghancurnya. Sejarahnya dapat diteladani dan menjadi inspirasi pemersatu Indonesia. Mengingat Sriwijayalah kerajaan yang menjadi kerajaan nasional dan maritim pertama sebelum ada ide menyatukan nusantara.

Latar Belakang Kerajaan
Sriwijaya didirikan pertama kali pada abad ke-7 dengan raja pertama bernama Dapunta Hyang. Bukti fisik berupa kronik berita Cina memberitahu bahwa pada tahun 682 Masehi atau abad ke-6 ada seorang pendeta Budha dari Tiongkok yang ingin memperdalam agamanya di tanah India.
Sebelum keberangkatan resminya, ia harus sudah menguasai bahasa Sansekerta, karena itulah pendeta bernama I-Tsing tersebut mempelajarinya dulu selama setengah tahun di Sriwijaya. Kronik ini sekaligus memberi sinyal bahwa ternyata pada zaman dulu, Sriwijaya sudah menjadi pusat keagamaan yang mumpuni di kawasan Asia Tenggara. Bahkan I-Tsing juga berhasil menerjemahkan kitab-kitab agama Budha ke bahasa nenek moyangnya setelah mempelajari secara mendalam agama Budha di Sriwijaya.
Bukti yang kedua ini memperkuat teori awal pendirian Kerajaan Sriwijaya di abad ke-7. Sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang dinamai Kedukan Bukit memiliki angka 683 Masehi. Di tahun tersebut Sriwijaya sedang dipimpin oleh seorang raja bernama Dapunta Hyang yang sedang berusaha memperluas wilayah. Ia menyiapkan bala tentara sampai jumlah 20.000 orang. Penaklukan ini membuahkan hasil setelah 8 hari bertempur di medan perang. Pada akhirnya beberapa wilayah yang kekuatan militernya tak sebanding bersedia menyerahkan upeti ke Sriwijaya sebagai tanda takluk.
Tidak ada kronik maupun prasasti lagi yang menjelaskan asal-usul keluarga Dapunta Hyang Srijayanaga sehingga ia menduduki tahta pertama kerajaan. Dalam sejarah berdirinya Sriwijaya, ada sekitar 11 raja yang silih berganti mengurusi negara internasional ini. Nantinya, nama Sriwijaya yang artinya kemenangan yang mulia benar-benar terwujud.
Setelah Dapunta Hyang berhasil meraih kesuksesan bersama 20.000 pasukannya, ada sebuah prasasti yang ditemukan di Pulau Bangka, sebuah pulau kecil di dekat Sumatera. Prasasti Kota Kapur adalah nama prasasti yang menyebutkan keinginan Dapunta Hyang meneruskan ekspedisi ke Jawa. Dan prasasti yang berangka tahun 686 Masehi itu pun menjadi bukti sejarah berhasilnya Sriwijaya menaklukkan Jawa yang saat itu dikuasai Kerajaan Tarumanegara. Prasasti-prasasti lainnya yang menjadi peninggalan Kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa melayu kuno dan berhuruf  Pallawa.

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Masa kejayaan kerajaan Sriwijaya sudah sangat jelas bisa diterangkan. Negara mana yang tidak kaya dengan menguasai selat-selat strategis dan menjadi penguasa tunggal jalur perdagangan internasional. Inilah sumber kekayaan Sriwijaya.
Selat Malaka dan Selat Sunda merupakan dua selat internasional yang tidak pernah sepi dari kapal. Hanya bermodalkan kekuatan armada militernya, Sriwijaya berani menerapkan sistem bea cukai yang sampai sekarang dipakai juga oleh Pemerintah Indonesia. Fungsi dan peran armada militer dalam perekonomian Sriwijaya sangat besar. Tanpa adanya jaminan keselamatan, para saudagar Arab dan Tiongkok pasti memilih selat lain sebagai jalur transportasinya. Apalagi sampai memutuskan menetap sementara atau selamanya. Hal ini banyak terjadi karena selain Sriwijaya elok dan berharta, kehidupan bisnisnya akan dilindungi oleh para militer Sriwijaya.
Kesuksesan tidak bisa dipandang dari banyaknya harta saja, Sriwijaya dan para petingginya menyadari benar kalimat tersebut. Sehingga kerajaan maritim ini mengembangkan juga kebesaran agama Budha. Selain dengan cara mendirikan sangga –kelompok belajar- untuk memperdalam Buddhisme, Sriwijaya juga sudah menyiapkan banyak guru spiritual Budha. Baik seorang pendeta atau hanya orang yang mendapatkan kelebihan.
Guru agama Budha yang paling tersohor di Sriwijaya yaitu Sakyakirti. Fakta yang mengejutkan lain ditemukan di daerah-daerah dekat Palembang yang menjadi titik pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Diduga ada candi yang lebih besar dari Borobudur pernah diciptakan oleh kerajaan ini. Namun sampai sekarang hanya arcanya saja yang ditemukan. Selain itu, ditemukan juga beberapa batu bertulis ‘ziarah yang berhasi’ di daerah Telaga Batu. Kenyataan ini menguatkan Sriwijaya sebagai kerajaan yang religius.
Peninggalan lain yang masih bisa dilihat langsung oleh generasi kita berupa candi. Candi-candi yang dibangun bercorak agama Budha. Misalkan candi Muaratakus yang dibangun di Riau dan Biaro Bahal di Sumatera Utara. Kedua candi ini menjadi candi yang terkenal sebagai bekas kejayaan Sriwijaya karena memang tidak banyak candi yang ditemukan di Sumatera.
Pada tahun 860 Masehi, prasasti Nalanda yang berada di India menyeret nama Sriwijaya sebagai nama kerajaan internasional yang sangat peduli dengan pendidikan. Masa keemasan ini semakin meningkatkan pamor Balaputeradewa yang saat itu menjadi Raja Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut, Balaputeradewa disebutkan mendirikan asrama pelajar Sriwijaya yang diperuntukkan anak dari Sriwijaya yang sedang menuntut ilmu di Nalanda, India. Tempat itu sudah banyak menghasilkan para pendeta yang dapat mengayomi orang banyak. Pada zaman itu, India dan Benggala tempat beradanya perguruan Nalanda sedang dipimpin oleh Raja Dewapaladewa.
Puncak keemasan diperoleh Sriwijaya setelah berjuang dalam hitungan abad. Sriwijaya memperoleh kejayaan ini di abad ke-8 dan ke-9. Hingga pada akhirnya, kejayaan tersebut harus diakhiri pada abad ke-11.
Balaputeradewa yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kejayaan itu sebenarnya adalah anak dari Raja Samarattungga. Seorang keturunan Dinasti Syailendra dari bumi Jawa yang memberikan peninggalan berupa candi Borobudur kepada anak cucunya.
Di masa pemerintahan Balaputeradewa ini agama Budha benar-benar menunjukkan progressnya. Ada banyak orang yang bermaksud menjadi murid spiritual seorang biksu besar bernama Dharmakirti.
Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Ada banyak faktor yang menyebabkan berhenti berkibarnya nama Sriwijaya. Kebanyakan faktor tersebut melemahkan Sriwijaya perlahan-lahan. Kekuatan militer yang sudah berlapis-lapis pada ujungnya tidak berdaya juga.
Awalnya militer Sriwijaya kalah telak dengan sebuah kerajaan di India Selatan. Kerajaan ini bernama Cola dengan pemimpin Rajendra Cola I. Orang tersebut telah melepaskan kekuasaan atas kapal dan segala jenis transit yang memakan biaya dan cukai.
Keadaan diperparah dengan banyaknya kerajaan kecil yang melepaskan diri dari pengaruh Sriwijaya. Semuanya membuat Sriwijaya benar-benar kehilangan sumber pendapatan dari pelabuhan yang ditransiti kapal barang. Serangan ekspedisi pamalayu yang menjadi bagian sejarah kerajaan singasari kemudian benar-benar menghancurkan kejayaan Sriwijaya. Ditambah lagi dengan penerusnya, pembuat sejarah kerajaan majapahit yang menghilangkan beberapa bekas kejayaan Sriwijaya.
  

Kerajaan Majapahit

Description: Image result for kerajaan majapahit

Sejarah Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit – merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia yang bercorak Hindu dan terletak di Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun tahun 1293 Masehi. Selain itu kerajaan ini disebut-sebut sebagai kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan terbesar di Indonesia.
Sebenarnya kerajaan ini berdiri karena adanya serangan dari Jayaketwang (Adipati Kediri) yang mana ia berhasil membunuh penguasa Kerajaan Singasari yang terakhir yaitu Kertanegara karena menolak pembayaran upeti. Kemudian Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri ke Madura untuk meminta perlindungan kepada Aryawiraraja. Kemudian Raden Wijaya diberi hutan tarik oleh Aryawiraraja untuk digunakan sebagai wilayah kekuasaan dan akhirnya dijadikan sebuah desa baru bernama Majapahit.
Majapahit berasal dari kata ” buah maja” dan “rasa pahit”. Tak lama kemudian  pasukan Mongolia yang dipimpin oleh Shis-Pi, Ike-Mise dan Kau Hsing datang ke Tanah Jawa. Yang tak lain tujuan mereka datang adalah untuk menghukum Kertanegara akibat  menolak pembayaran upeti  kepada pasukan Mongolia.
Dalam situasi ini Raden Wijaya memanfaatkan kerja sama dengan pasukan Mongolia untuk menyerang pasukan Jayakatwang. Dan akhirnya pasukan Mongolia dengan bantuan Raden Wijaya pun menang dengan terbunuhnya Jayakatwang. Tak berselang lama kemudian Raden Wijaya mengusir pasukan Mongolia dari tanah Jawa.
Pengusiran tersebut terjadi saat para pasukan Mongolia sedang berpesta merayakan kemenangannya atas pasukan Jayaketwang. Disituasi yang lengah tersebut dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk melakukan penyerangan terhadap Pasukan Mongolia. Akhirnya Raden Wijaya berhasil mengusir pasukan Mongolia dari tanah Jawa dan kemudian ia naik tahta serta bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana pada tahun 1293.
Menurut para ahli, tanggal berdirinya Kerajaan Majapahit adalah saat Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja Majapahit pada tanggal 15 bulan Kartika 1215 atau lebih tepatnya pada tanggal 10 November 1293. Sebagai mana disinggung diatas Kerajaan Majapahit terletak di Propinsi Jawa Timur yang mana ibu kotanya di sebuah desa yang sekarang bernama Triwulan di Mojokerto. Yang mana kerajaan ini berdiri dari tahun 1293 hingga 1500 M.

Kehidupan di Kerajaan Majapahit

Ada beberapa faktor kehidupan yang menjadi maju dan runtuhnya Kerajaan Majapahit ini diantaranya sebagai berikut: Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit

Kehidupan politik di Kerajaan Majapahit banyak sekali terjadi pemberontakan dari dalam kerajaan itu sendiri. Terjadinya pemberontakan ini awalnya saat Raden Wijaya memerintah, yaitu banyak pemberontakan yang dilakukan oleh Ranggalawe, Sora dan Nambi yang tak lain tujuan mereka adalah untuk menjatuhkan Raden Wijaya. Namun dengan kecerdikan Raden Wijaya, pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
Masa pemerintahan Raden Wijaya pun berakhir saat ia meninggal pada tahun 1309 M. Kemudian pengganti Raden Wijaya sendiri tidak lain adalah anaknya sendiri bernama Jayanegara yang masih berumur 15 tahun. Berbeda sekali dengan ayahnya, Jaya negara sama sekali tidak memiliki keahlian dalam memimpin kerajaan, hingga akhirnya Jayanegara dijuluki dengan sebutan “Kala Jamet” yang berarti lemah dan jahat.
Disaat pemerintahan Jayanegara terjadi banyak sekali pemberontakan dari orang-orang kepercayaannya yang disebabkan karena kurang tegasnya Jayanegara dalam Memimpin kerajaan. Salah satu pemberontakan yang hampir menjatuhkan Jayanegara adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti.
Akan tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Gajah Mada dan ia berhasil menyelamatkan Jayanegara ke sebuah desa bernama Badaran. Di desa tersebut Jayanegara berhasil dibunuh oleh seorang tabib bernama Tancha saat Jayanegara dioperasi. Hal ini disebabkan karena tabib tersebut memiliki dendam terhadap Jayanegara, dan kemudian tabib tersebut ditangkap dan dibunuh oleh Gajah Mada.
Saat itu karena Jayanegara tidak memiliki keturunan, kemudian pemerintahan Majapahit digantikan oleh adiknya bernama Gayatri yang bergelar Tribuana Tunggadewi.  Dalam masa pemerintahannya ia hanya memimpin Majapahit dari tahun 1328-1350 saja. Selama ia memimpin juga terjadi banyak sekali pemberontakan, namun pemberontakan tersebut dapat dipatahkan oleh Gajah Mada.
Atas jasanya tersebut, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Mahapatih Majapahit. Setelah itu kemudian Gajah Mada mengucap sebuah sumpah yang dikenal dengan “Sumpah Palapa”. Adapun bunyi dari sumpah tersebut adalah “Gajah Mada pantang bersenang-senang sebelum menyatukan Nusantara”, tak lama dari sumpah tersebut kemudian Tribuana Tunggadewi meninggal pada tahun 1350 M.
Setelah Tribuana Tunggadewi meninggal, kemudian ia digantikan oleh Hayam Wuruk. Dimasa inilah Kerajaan Majapahit berada dalam pada masa keemasannya. Yang mana kerajaan tersebut hampir menaklukan semua wilayah Nusantara.

Kehidupan Ekonomi 

Dengan tempat kerajaan yang sangat strategis, saat itu Kerajaan Majapahit mampu menjadi pusat perdagangan di tanah Jawa. Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan yang masyarakatnya mayoritas sebagai pedagang. Selain berdagang masyarakat Majapahit juga banyak yang bermata pencaharian sebagai pengerajin emas, pengerajin perak dan lain-lain.
Untuk komoditas ekspor dari kerajaan ini berupa barang alam seperti: lada, garam, kain dan burung kakak tua. Sedangkan untuk komoditas impornya berupa mutiara, emas, perak, keramik, dan barang-barang yang terbuat dari besi. selain itu dari segi mata uang, Kerajaan Majapahit membuat mata uang dengan campuran perak, timah putih, timah hitam dan juga tembaga.
Kemakmuran ekonomi dari Kerajaan Majapahit dapat dikatakan karena adanya 2 faktor, yaitu dari lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo yang berada di dataran rendah sehingga sangat cocok untuk bertani. Berbagai sarana infrastruktur pun dibangun agar lebih memudahkan warga dalam bertani seperti dibangunnya irigasi.
Faktor yang kedua adalah dengan adanya pelabuhan-pelabuhan Majapahit yang terletak di pantai utara pulau Jawa yang berperan dalam perdagangan remah-rempah dari Maluku. Kerajaan Majapahit menggunakan sistem pungut pajak dari kapal-kapal yang mengadakan perjalanan maupun singgah di pelabuhan Majapahit.

Kehidupan Kebudayaan

Kebudayaan masyarakat Majapahit sudah terbilang sangat maju pada saat itu. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai perayaan-perayaan keagamaan disetiap tahunnya. Dibidang seni dan sastra pun tidak kalah majunya, bahkan juga berperan dalam kehidupan budaya di Majapahit.
Menurut seorang pendeta dari Italia yang bernama Mattiusi dimana ia pernah singgah di Majapahit, ia melihat Kerajaan Majapahit yang sangat luar biasa. Bahkan ia sangat kagum dengan istana kerajaan yang sangat luas serta tangga dan bagian dalam ruangan yang berlapis emas dan perak. Selain itu menurutnya atapnya pun bersepuh emas juga.

Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit

Pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, semua sistem pemerintahan dan birokrasi di Kerajaan Majapahit berjalan dengan teratur sesuai yang telah ditentukan. Sistem Birokrasi di Majapahit saat itu antara lain:
  • Raja yang memimpin di kerajaan saat itu dianggap penjelmaan dewa oleh masyarakat dan memiliki hak tertinggi dalam kerajaan.
  • Rakryan Mahamantri Kartini biasanya dijabat oleh putra-putra raja.
  • Dharmadyaksa yang merupakan pejabat hukum pemerintahan dalam kerajaan.
  • Dharmaupattati merupakan pejabat dibidang keagamaan dalam kerajaan.
Selain itu pembagian wilayah dalam Kerajaan Majapahit pun juga deilakukan dengan teratur yang disusun oleh Hayam Wuruk. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
  • Bhumi, yang merupakan kerajaan dengan raja sebagai pemimpinnya.
  • Negara, yang setingkat dengan propinsi dengan pemimpinnya yaitu raja atau nathajuga sering disebut dengan bhre.
  • Watek, setingkat dengan kabupaten yang dipimpin oleh Wiyasa.
  • Kuwu, setingkat dengan kelurahan yang pemimpinannya bernama lurah.
  • Wanua, setingkat dengan desa yang dipimpin oleh Thani.
  • Kabuyutan, setingkat dengan dusun atau tempat-tempat sacral. 

Raja raja Kerajaan Majapahit


Dalam sejarah Kerajaan Majapahit ada beberapa raja yang pernah memimpin, diantaranya:
  1. Raden Wijaya (1293-1309)
  2. Jayanegara (1309-1328)
  3. Tribuana Tungga Dewi (1328-1350)
  4. Hayam Wuruk (1350-1389)
  5. Kusumawardani-Wikramawardhana (1389-1399)
  6. Suhita (1399-1429)
  7. Bhre Tumapel (Kertawijaya)- (1447-1451)
  8. Rajasawardhana (1451—1453)
  9. Purwawisesa (1456-1466)
  10. Kartabumi (1466-1478)

Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit

Banyak sekali raja di Kerajaan Majapahit yang mencapai masa keemasannya masing-masing. Bahkan ada raja di Majapahit yang masih sangat muda ketika diangkat untuk memimpin yaitu Hayam Wuruk yang merupakan cicit dari Raden Wijaya. Meski dengan usianya yang sangat muda tetapi ia mampu membawa Kerajaan Majapahit berada dalam masa kejayaannya.
Dengan dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada ia hampir menaklukan seluruh wilayah Nusantara, dan menjadikan Majapahit sebagai kerajaan terbesar dan terkuat saat itu. Seiring dengan perkembangan zaman Kerajaan Majapahit juga mampu menguasai wilayah luar Nusantara sekalipun seperti: Thailand, Singapura dan Malaysia.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Sejak sepeninggalan Mahapatih Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran yang drastis. Apalagi saat itu banyak sekali serangan dari kerajaan-kerajaan Islam yang belum lama berdiri. Selain itu keruntuhan Kerajaan Majapahit juga terjadi saat berada pada pemerintahan Patih Udara pada tahun 1518.

Peninggalan Kerajaan Majapahit

Dari sekian lama berdirinya Kerajaan Majapahit tentunya ada beberapa peninggalan sejarah yang berharga waktu itu. Salah satu contoh peninggalan dari Kerajaan Majapahit yang sampai sekarang masih ada adalah bangunan candi. Adapun beberapa candi peninggalan Majapahit yang sampai sekarang masih ada antara lain:

Candi Tikus

Candi Tikus
Candi peninggalan Majapahit ini terletak di situs arkeologi Trowulan yang lebih tepatnya di Dukuh Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Bangunan peninggalan ini dinamai candi tikus karena saat ditemuannya ada banyak sekali sarang tikus-tikus liar.

Candi Brahu

Candi Brahu adalah salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang letaknya sama dengan Candi tikus, yaitu di kawasan situs arkeologi Trowulan, tepatnya berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur. Bangunan ini dibuat oleh Mpu Sendok yang sebagaimana digunakan untuk pembakaran jenazah para raja Majapahit.

Gapura Bajang Ratu

Diperkirakan bangunan peninggalan ini dibangun pada abad ke 14 M. Bangunan ini terletak di Desa Temon Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur. Dalam kitab Negarakertagama, disebutkan bahwa bangunan ini berfungsi sebagai pintu masuk untuk memasuki tempat suci pada saat memperingati wafatnya raja Jayanegara.

Gapura Wringin Lawang

Bangunan ini sebenarnya terbuat dari bata merah dengan tinggi mencapai 15,5 meter. Gapura yang terletak di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur ini gaya arsitekturnya memang hampir mirip dengan Candi Bentar. Bangunan ini hingga membuat banyak ahli menyebutkan bahwa pintu gerbang untuk memasuki kediaman Mahapatih Gajah Mada.

Candi Jabung

Candi Jabung terletak di Desa Jabung Kecamatan Paiton, Probolinggo Jawa Timur. Walaupun hanya terbuat dari susunan batu bata merah, bangunan ini ternyata dapat bertahan cuku lama. Saat lawatannya keliling Jawa Timur di tahun 1359, Raja Hayam Wuruk diperkirakan pernah menyinggahi candi peninggalan Kerajaan Majapahit ini.

  

Kerajaan Singasari

Description: Image result for kerajaan singasari

Salah satu kerajaan besar yang pernah menguasai sebagian wilayah di Indonesia adalah kerajaan Singasari. Kerajaan yang dulunya berpusat di Malang ini merupakan salah satu kerajaan Hindu Budha.
Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan Hindu Budha yang pernah berdiri di Malang. Kerajaan ini pernah mencapai puncak kejayaannya hingga tidak ada yang mampu menandinginya. Berikut ini ulasan lengkap mengenai Kerajaan Singasari :

Sumber Sejarah Kerajaan Singasari

Sebagai salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di Indonesia, Kerajaan Singasari tentu memiliki beberapa sumber sejarah yang bisa digali informasinya. Berikut ini beberapa sumber sejarah dari Kerajaan Singasari :

1.      Kitab Negarakartagama

Kitab Negarakartagama merupakan peninggalan kerajaan Majapahit karangan dari Mpu Prapanca. Dalam kitab ini berisi tentang raja Majapahit yang berteman dengan raja Singasari. Selain itu, terdapat pula penjelasan lengkap mengenai raja-raja yang pernah berkuasa di Singasari hingga raja Hayam Wuruk.
2.      Kitab Pararaton
Sumber sejarah kerajaan Singasari yang kedua adalah Kitab Pararaton. Kitab ini berisikan dongeng dan mitos. Namun dari kitab ini, kita bisa mengetahui awal mula Ken Arok mendirikan kerajaan Singasari. Sebelumnya menjadi raja, ken Arok pernah menjadi bupati Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya.
Hal ini dilakukannya karena dia menginginkan istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Kemudian  dia melepaskan Kabupaten Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kediri yang diperintah oleh raja Kertajaya. Pada akhirnya, Ken Arok menyerang Kerajaan Kediri, membunuh raja Kertajaya dan mendirikan kerajaan Singasari.

3. Bangunan Candi

Keberadaan kerajaan Singasari juga bisa dibuktikan melalui candi-candi yang ditemukan di sekitar Singasari Malang dan Surabaya. Candi-candi tersebut antara lain candi Singasari, candi Kidal, candi Jago, dan patung Joko Dolok.

Runtuhnya Kerajaan Singasari

Ada dua sebab runtuhnya Kerajaan Singasari yaitu tekanan dari luar dan pemberontakan dalam negeri. Tekanan dari luar datang dari Dinasti Yuan di Cina dan Khubilai Khan. Khubilai Khan mengehendaki Kerajaan Singasari berada di bawah kekuasaan Cina.
Kertanagara menolak hal ini dengan menghina utusan Khubilai Khan yang bernama Meng Chi. Sejak itu, Kartanegara lebih fokus terhadap pertahanan laut. Sehingga tidak terlalu memperhatikan pertahanan di dalam kerajaan.
Pada tahun 1292,  Jayakatwang penguasa Kediri memanfaatkan hal ini untuk melakukan pemberontakan. Dia berhasil menyerbu ibukota Singasari dan membunuh Kertanegara. Mulai saat itu, runtuhlah kerajaan Singasari.

Sejarah Kerajaan Singasari

Berikut ini ulasan sejarah kerajaan Singasari dimulai dari awal berdiri, kehidupan politik, perekonomian, sosial budaya dan masa kejayaan Singasari.

Awal Berdirinya Kerajaan Singasari

Pendiri kerajaan Singasari adalah Ken Arok. Asal-usul Ken Arok sendiri masih belum jelas. Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang petani dari gunung Kawi. Namun dia diasuh oleh Lembong seorang pencuri. Dia dididik agar menjadi penjahat.
Pada mulanya, Ken Arok menginginkan istri dari Tunggul Ametung Bupati Tumapel yang bernama Ken Dedes. Karena ambisinya itu, dia membunuh Tunggul Ametung. Setelah Tunggul Ametung meninggal, dia memperistri Ken Dedes dan diangkat menjadi Bupati Tumapel.
Pada waktu itu, Tumapel berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Kertajaya. Namun kemudian dia melepaskan Kabupaten Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kediri. Tidak sampai disitu saja, dia menyusun strategi untuk menyerang Kerajaan Kediri.
Pada Tahun 1222 para pendeta dari Kerajaan Kediri meminta perlindungan dari perbuatan sewenang-wenang Kertajaya kepada Ken Arok. Ken Arok memanfaatkan kesempatan ini, menyusun barisan, melatih prajurit dan membuat rakyat memberontak Kerajaan Kediri.
Setelah semua siap, berangkatlah prajurit Tumapel untuk menyerang Kerajaan Kediri. Akhirnya, perang dasyatpun pecah di Daerah Ganter. Raja Kertajaya beserta prajurit-prajuritnya binasa. Kemudian Ken Arok diangkat menjadi raja dan menyatukan Tumapel dengan bekas Kerajaan Kediri yang kemudian disebut Kerajaan Singasari.

 

Kehidupan Politik

Sejarah Kehidupan Politik Kerajaan Singasari dapat dilihat dari kisah perebutan kekuasaan dari raja sebelumnya dengan raja setelahnya. Berikut ini penjelasannya:
1) Ken Arok
Ken Arok menjadi raja Singasari pertama dengan masa pemerintahan tahun 1222 sampai 1227.  Dialah yang mendirikan Kerajaan Singasari. Selain itu, dia memiliki gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Dari sini munculah dinasti baru yakni Dinasti Rajasa atau Girinda. Ken Arok dibunuh oleh suruhan anak tirinya bernama Anusapati pada tahun 1227 dan dimakamkan di Kagenengan.
2) Anusapati
Setelah ken Arok meninggal, takhta kerajaan jatuh ke tangan anak tirinya Anusapati. Pemerintahannya cukup lama yaitu tahun 1227 sampai 1248. Namun dia tidak banyak melakukan pembaharuan karena terlalu berfokus pada kegemarannya menyambung ayam. Penyebab kematian Ken Arok akhirnya diketahui oleh putra Ken Arok dengan Ken Umang yaitu Tohjaya.
Tohjaya kemudian mengundang Anusapati ke tempat kediamannya bermama Gedong Jiwa untuk mengadakan pesta sambung ayam. Ketika Anusapati asyik menyaksikan aduan ayam, Tohjaya langsung menusuk Anusapati dengan keris buatan Empu Gandring. Akhirnya Anusapati meninggal dan dimakamkan di Candi Kidal.
3) Tohjaya
Raja Singasari yang ke tiga yaitu Tohjaya. Tohjaya tidak lama dalam memerintah Kerajaan Singasari. Ranggawuni anak dari Anusapati membalas kematian ayahnya. Ranggawuni dibantu Mahesa Cempaka dan para pengikutnya meminta hak takhta kerajaan.
Kemudian Tohjaya memerintah pasukan untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Namun rencana itu telah diketahui keduanya dan mereka berhasil melarikan diri. Pada akhirnya mereka berhasil menggulingkan tahkta Tohjaya dan menduduki singgasana.
4) Ranggawuni
Raja Ranggawuni memerintah Kerajaan Singasari pada tahun 1248 sampai tahun 1268. Dia memiliki gelar Sri Jaya Wisnuwardana. Ranggawuni memerintah bersama Mahesa Cempaka sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254, Ranggawuni mengangkat putranya Kartanegara menjadi raja muda.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan Kartanegara menjadi raja besar selanjutnya di Singasari. Pada tahun 1268, Ranggawuni meninggal dunia dan dimakamkan di Candi Jago sebagai Budha dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5) Kartanegara
Setelah ayahnya Ranggawuni meninggal, takhta kerajaan jatuh ke tangan Kartanegara. Dia adalah raja terakhir dan terbesar selama masa kerajaan Singasari. Pemerintahan pada masa raja Kartanegara ini sangat baik, banyak yang diperbaiki dan disempurnakan.
Hingga Raja Kartanegara berani melangkah keluar wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan cita-citanya yaitu menyatukan Nusanatara. Dia memerintah kerajaan Singasari pada tahun 1268 hingga 1292.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Singasari

Pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar lembah sungai Brantas. Dari situ, maka sektor pertanianlah yang dijadikan masyarakat Singasari untuk menggantungkan kehidupannya. Hasil bumi yang melimpah membuat Raja Kartanegara mampu memperluas wilayah strategis untuk perdagangan.
Selain itu, perdagangan juga menjadi sektor perekonomian masyarakat Singasari. Melalui sungai Brantas ini, maka memudahkan lalu lintas perdagangan antar wilayah pedalaman dengan wilayah luar.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Singasari

Kehidupan masyarakat Singasari mengalami pasang surut dari pemerintahan Ken Arok hingga Wisnuwardana. Pada masa Ken Arok, kemakmuran masyarakat terjamin. Hal ini terbukti dengan adanya para pendeta yang meminta perlindungan kepada Ken Arok dari perilaku Raja Kertajaya.
Pada masa pemerintahan Anusapati, kehidupan masyarakat Singasari terabaikan. Raja Anusapati lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menyambung ayam bukan mengurusi rakyatnya dan membangun kerajaannya.
Setelah Wisnuwardana diangkat menjadi raja, kehidupan masyarakat mulai membaik kembali. Kemakmuran masyarakat semakin meningkat setelah Kertanegara naik takhta.
Masyarakat bisa hidup aman, tenteram dan sejahtera. Berkat usaha dari Raja Kertanegara, Singasari dapat memperluas wilayah kekuasaannya hingga Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, Semenanjung Malaka, kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Masa Kejayaan Kerajaan Singasari

Raja Kartanegara mampu membawa Singasari mencapai puncak kejayaan. Pada masa pemerintahannya, Raja Kartanegara mengutus tiga maha menteri yaitu mahamenteri I hino, mahamenteri I halu dan mahamenteri I sirikan. Raja menempatkan pejabat sesuai bidang kemampuannya.
Dia juga tidak ragu untuk mengganti pejabat yang tidak berkualitas. Raja Kartanegara juga menjalin persahabatan dengan kerajaan-kerajaan besar. Berkat pemerintahannya, Singasari menjadi salah satu kerajaan terkuat dalam bidang militer dan perdagangan.

Letak Kerajaan Singasari

Ken Arok mendirikan kerajaan Singasari pada tahun 1222 yang diperkirakan berlokasi di  Singasari Malang. Tepatnya di kawasan yang bernama Kutaraja dan beribukota di Tumapel.

Silsilah Kerajaan Singasari

Ken Arok mendirikan keluarga kerajaan bernama Wangsa Rajasa yang menjadi penguasa Singasari. Jika dilihat dari dua sumber yaitu kitab Pararaton dan kitab Negarakertagama, terdapat perbedaan silsilah. Silsilah yang disebutkan dalam kitab Pararaton, kesuksesan raja-raja Singasari diperoleh melalui pertumpahan darah dan balas dendam.
Sedangkan dalam kitab Negarakertagama tidak menyebutkan adanya pertumpahan darah antara raja pengganti dengan raja sebelumnya. Karena kitab ini merupakan kitab pujian untuk Hayam Wuruk sehingga menutupi aib leluhurnya. Berikut ini silsilah kerajaan Singasari dari generasi ke generasi berikutnya:

a. Generasi Pertama

Pada generasi pertama ini terjadi pembunuhan Ken Arok terhadap Tunggul Ametung dan memperistri Ken Dedes (mantan istri Tunggu Ametung). Dari pernikahannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak yaitu Mahisa Wongga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimba.
Ken Arok memiliki anak tiri dari pernikahan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung bernama Anusapati (Raja ke dua Singasari). Kemudian ken Arok menikah lagi dengan Ken Umang dan memiliki 4 keturunan yaitu Panji Tohjaya (Raja ke tiga Singasari), Sudhatu, wregda dan Dewi Rambi.

b. Generasi Kedua

Generasi kedua diwarnai dengan bergabungnya Anusapati yaitu anak tiri Ken Arok dengan Mahisa Wongga Teleng anak kandung ken Arok dengan Ken Dedes. Mereka bekerjasama memimpin Singasari. Anusapati memiliki anak bernama Ranggawuni yang kelak membunuh Tohjaya dan menjadi Raja ke 4 Singasari.
Sedangkan Mahisa Wongga Teleng mempunyai dua anak bernama Mahisa Cempaka dan Waning Hyung yang kelak menjadi permaisuri ke 4 Singasari.

c. Generasi Ketiga

Generasi ketiga ini terjadi persatuan darah Ken Arok dengan darah Tunggul Ametung dalam diri Raja terbesar Singasari yaitu Kartanegara. Kartanegara merupakan anak pertama dari hasil pernikahan Ranggawuni dengan Waning Hyung.
Dari generasi ini pula cikal bakal Raja Majapahit. Sedangkan mahisa Cempaka memiliki keturunan bernama Dyah lembu Tal yang bekerja sama dengan Kertanagara membangun Singasari.

d. Generasi Keempat

Dyah lembu Tal menikah dengan putra mahkota kerajaan Padjajaran yaitu Rakeyan Jayadarma. Dari pernikahan mereka, kelak lahirlah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit yang bernama Sangrama Wijaya.

Peninggalan Kerajaan Singasari

Ada beberapa peninggalan Kerajaan  Singasari, antara lain:

a. Candi Singasari

Candi ini terletak di Kecamatan Singasari Kabupaten Malang. Tepatnya di di lembah antara pengunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Menurut Kitab negarakertagama dan Prasasti Gajah Mada, candi ini dulunya digunakan sebagai tempat pendharmaan Raja Kertanegara.

b. Candi Jago

Candi jago berbentuk sperti teras punden berundak. Bagian atasnya tersisa sebagian karena tersambar petir. Terdapat relief Kunjarakarna dan Pancatantra di candi ini. Bahan candi ini keseluruhan berasal dari batu andesit.

c. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan terletak 6 km dari Candi Singasari. Berada di dekat telaga yang sangat bening airnya sehingga diberi nama Candi rawan. Dulunya, candi ini digunakan oleh umat Budha dan berbentuk stupa.

d. Arca Dwarapala

Archa Dwarapala memiliki  bentuk menyerupai monster dan memiliki ukuran sangat besar. Dulunya, peninggalan kerajaan Singasari ini merupakan pertanda masuk wilayah Kotaraja.. Hingga saat ini sayangnya belum ditemukan dimana letak Kotaraja Singasari.

e. Prasasti Manjusri

Peninggalan Singasari yang satu ini dulunya ditempatkan di Candi Jago. Namun sekarang sudah disimpan di Museum Nasional Jakarta. Berbentuk manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Archa Manjusri dan bertuliskan tahun 1343.

f. Prasasti Mula Malurung

Pada tahun 1975 ditemukan sepuluh lempeng prasasti Mula Malurung di dekat Kota Kediri. Kemudian pada Mei 2001 ditemukan kembali tiga lempeng di penjualan barang loak. Saat ini, semua lempeng disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Prasasti ini adalah pigam pengesahan penganugrahan dua Desa yaitu Desa Mula dan Desa Malurung. Tokoh dari dua desa ini yaitu Pranaraja. Diterbitkan oleh Raja Muda Kartanegara pada tahun 1255 atas perintah ayahnya Wisnuwardana.

g. Prasasti Singasari

Prasasti ini bertuliskan aksara Jawa dan bertarikh tahun 1351. Ditemukan di Singasari Malang dan sekarang disimpan di Museum Gajah. Prasasti ini dulunya dibuat untuk mengenang pembangunan candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Gajah Mada.

h. Candi Jawi

Berlokasi di pertengahan jalan raya Kecamatan Pandaan, Prigen dan Pringebukan, candi ini dulunya merupakan tempat penyimpanan abu Raja Kartanegara. Sebagian abu juga disimpan di Candi Singasari.

i. Prasasti Wurare

Prasasti Wurare digunakan sebagai bentuk penghormatan dan perlambang Raja Kertanagara yang dianggap telah mencapai derajat Jina atau Buddha Agung.  Tulisan prasastinya melingkar pada bagian bawahnya dan berbahasa Sansekerta. Bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289, prasasti ini isinya memperingati penobatan arca Mahaksbya di tempat yang bernama Wurare.

j. Candi Kidal

Candi ini merupakan salah satu candi peninggalan Singasari yang dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Anusapati. Raja kedua dari Singasari ini telah memerintah selama 20 tahun dan meninggal karena dibunuh oleh Tohjaya.

k. Candi Songgoriti

Nama candi ini sebenarnya Candi Supo karena dibangun oleh Mpu Supo. Candi ini merupakan tempat pertemuan Ken Arok dengan Ken Dedes. Berlokasi di sebelah utara lereng Gunung Kawi dan bagian selatan Gunung Arjuna.

KERAJAAN MATARAM KUNO
Description: Related image
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan setelah anak Raja Samaratungga, Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang merupakan saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya yang kemduian menjadi Raja disana.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana alam yang membuat pusat Kerajaan Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai Sumba Dyah Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Mpu Sindok kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang (Baca: Kerajaan Mataram Dinasti Isyana)


Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas, namun menurut Prasasti Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu, Sanjaya menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan Tarumanegara).
            Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda. Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram Kuno.
Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa dipastikan Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7 dengan rajanya yang pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara. 
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.

Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Terdapat dua sumber utama yang menunjukan berdirnya Kerajaan Mataram Kuno, yaiut berbentuk Prasasti dan Candi-candi yang dapat kita temui samapi sekarang ini. Adapun untuk Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya:
1.        Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga diceritakan bawa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
2.        Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha).
3.        Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
4.        Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Selain Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan bangunan candi yang masih ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.

Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno
Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja dinataranya sebagai berikut:
1.        Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno
2.        Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra
3.        Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4.        Rakai Warak alias Samaragrawira
5.        Rakai Garung alias Samaratungga
6.        Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7.        Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8.        Rakai Watuhumalang
9.        Rakai Watukura Dyah Balitung
10.    Mpu Daksa
11.    Rakai Layang Dyah Tulodong
12.    Rakai Sumba Dyah Wawa
13.    Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14.    Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15.    Makuthawangsawardhana
16.    Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir

Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai.

SEJARAH KERAJAAN SUNDA

Description: Image result for kerajaan Pasundan

Rujukan awal nama Sunda sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458 Saka (536 Masehi).[1] Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya sebagai berikut: Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.
Beberapa orang berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka (932 Masehi) karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD, di era Kerajaan Tarumanagara (358-669 AD ). Rujukan lainnya kerajaan Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti (menurut Pleyte):
Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M), bulan Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua.

Raja-Raja Kerajaan Sunda
Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):
1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 – 723)
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 – 732)
3. Tamperan Barmawijaya (732 – 739)
4. Rakeyan Banga (739 – 766)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 – 783)
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 – 795)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 – 819)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 – 891)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 – 895)
10. Windusakti Prabu D̩wageng (895 Р913)
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 – 916)
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 – 942)
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 – 954)
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 – 964)
15. Munding Ganawirya (964 – 973)
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 – 989)
17. Brajawis̩sa (989 Р1012)
18. D̩wa Sanghyang (1012 Р1019)
19. Sanghyang Ageng (1019 – 1030)
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 – 1042)
21. Darmaraja (Sang Mokt̩ng Winduraja, 1042 Р1065)
22. Langlangbumi (Sang Mokt̩ng Kerta, 1065 Р1155)
23. Rakeyan Jayagiri Prabu M̩nakluhur (1155 Р1157)
24. Darmakusuma (Sang Mokt̩ng Winduraja, 1157 Р1175)
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 – 1297)
26. Ragasuci (Sang Mokt̩ng Taman, 1297 Р1303)
27. Citraganda (Sang Mokt̩ng Tanjung, 1303 Р1311)
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32. Prabu Bunisora (1357-1371)
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35. Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38. Prabu Sakti (1543-1551)
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

Peninggalan Kerajaan Sunda
1. Prasasti Cikapundung
Prasasti ini ditemukan warga di sekitar sungai Cikapundung, Bandung pada 8 Oktober 2010. Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-14. Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu juga terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Hingga kini para peneliti dari Balai Arkeologi masih meneliti batu prasasti tersebut.
Batu prasasti yang ditemukan tersebut berukuran panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 55 cm. Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan “unggal jagat jalmah hendap”, yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. Peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang ditemukan tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung.
2. Prasasti Pasir Datar
Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi pada tahun 1872 . Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang terbuat dari batu alah ini hingga kini belum ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya.
3. Prasasti Huludayeuh
Prasasti Huludayeuh berada di tengah persawahan di kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber dan setelah pemekaran wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang – Cirebon.
  • Penemuan
    Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun di kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan September 1991. Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran Rakyat pada 11 September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991.
  • Isi
    Prasasti Huludayeuh berisi 11 baris tulisan beraksa dan berbahasa Sunda Kuno, tetapi sayang batu prasasti ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi karena beberapa batunya pecah sehingga aksaranya turut hilang. Begitupun permukaan batu juga telah sangat rusak dan tulisannya banyak yang turut aus sehingga sebagian besar isinya tidak dapat diketahui. Fragmen prasasti tersebut secara garis besar mengemukakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang bertalian dengan usaha-usaha memakmurkan negrinya.
4. Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis
Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis adalah sebuah prasasti berbentuk tugu batu yang ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta.. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk “Raja Samian” (maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda). Prasasti ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.
Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I), sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta
5. Prasasti Ulubelu
Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung,Lampung pada tahun 1936.
Meskipun ditemukan di daerah lampung (Sumatera bagian selatan), ada sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru (Siwa), Brahma, dan Wisnu, serta selain itu juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh.
6. Prasasti Kebon Kopi II
Prasasti Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan kerajaan Sunda-Galuh ini ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I yang merupakan peninggalan kerajaan tarumanegara dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang “Raja Sunda menduduki kembali tahtanya” dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I (Prasasti Tapak Gajah).
7. Situs Karangkamulyan
Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs yang terletak di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan.

Kehidupan Politik Kerajaan Sunda
Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut berkuasa atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak maka yang menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil pemilihannya.

Kehidupan Sosial Kerajaan Sunda
Didalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian didapat penjelasan bahwa masyarakat kerajaan Sunda umumnya adalah masyarakat Peladang. Masyarakat ini memiliki ciri menonjol seperti selalu berpindah tempat dan rasa kebersamaannya agak longgar apabila dibandingkan dengan masyarakat sawah yang menetap.
Pola berpindah tempat dalam masyarakat peladang berlangsung karena tanah garapan dipandang tidak subur lagi untuk digarap. Oleh sebab itu perlu membuka kembali hutan baru untuk berladang. Caranya dengan menebangi pohon, membiarkannya mengering dan terakhir menanami area itu dengan berbagai macam tanaman. Perpindahan tempat berladang seperti tersebut tidak menumbuhkan tradisi untuk membangun aneka bangunan permanen. Baik sebagai tempat tinggal / tempat pemujaan. Itulah sebabnya didaerah Jabar tidak ditemukan Candi yang banyak seperti di Jateng atau di Jatim.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian seperti lada, asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan masyarakat kerajaan Sunda, selain itu, ada juga golongan peternak Sapi, kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang banyak diperjualbelikan di bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda.
Menurut Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab kepada raja dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten, Pontang, Cigede, Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda.

Kehidupan Budaya Kerajaan Sunda
Kitab carita Parahyangan dan serta Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat kerajaan Sunda banyak mendapat pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu selanjutnya berbaur dengan unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya.
Keruntuhan Kerajaan Sunda
Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, mengakibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancanadan Kerajaan Pajajaran runtuh

 

 

KERAJAAN KEDIRI

Description: Image result for kerajaan kediri

merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.
Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua. Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya yang pusatnya di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.

Raja-Raja Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.
Adapun 8 raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut :
1. Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.
3. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota  di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau.
Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”.
Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
Jika rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.
4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.


7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.
Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok.
Mengetahui hal ini Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M).

Peninggalan Kerajaan Kediri
prasasti pada masa Kerajaan Kediri, antara lain yaitu sebagai berikut :
  • Prasasti Turun Hyang Prasasti Malenga (974 Saka/1052 M)
  • Prasasti Banjaran (974 Saka/1052)
  • Prasasti Padlegan (1038 Saka/1116)
  • Prasasti Hantang (1057 Saka/1135 M)
  • Prasasti Jaring (1103Saka/1181 M)
  • dan Prasasti Lawudan (1127 Saka/ 1205).

Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat sehingga banyak karya sastra yang dihasilkan. Karya sastra tersebut adalah sebagai berikut :
  • Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
  • Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  • Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
  • Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
  • Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
  • Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
  • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.

Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala.  Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya , Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya , Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12 , dimana Kediri tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja – raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala, kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir.
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Kehidupan Sosial Dan Budaya 
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan Hariwangsa.
Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai berikut.
  • Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
  • Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab itu berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  • Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman Kediri, antara lain sebagai berikut.
  • Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
  • Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.


Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.

Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

SIMAK JUGA ARTIKEL DAN MAKALAH LAINNYA

Soal UAS PKN TAHUN 2017