BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi memiliki peranan penting dan strategi dalam pembangunan nasional,
mengingat transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian,
memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi hampir semua aspek
kehidupan. Pentingnya transportasi sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial
ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan memiliki dua fungsi ganda yaitu
sebagai unsur penunjang dan sebagai unsur pendorong. Sebagai unsur penunjang,
transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk
memenuhi kebutuhan berbagai sektor dan menggerakkan pembangunan nasional.
Sebagai unsur pendorong, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi
yang efektif untuk membuka daerah-daerah yang terisolasi, melayani daerah
terpencil, merangsang pertumbuhan daerah tertinggal dan terbelakang.
Semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan permintaan barang menyebabkan
banyaknya armada angkutan barang yang overload atau mengangkut
muatan melebihi beban tonase yang diizinkan. Terjadinya pelanggaran kelebihan
muatan tentunya mempengaruhi kondisi jalan yang dilewati angkutan barang karena
jalan memiliki batas maksimum dalam menanggung beban. Dapat dilihat banyak jalan
rusak berat akibat truk-truk angkutan yang melebihi tonase. Hal ini disebabkan
karena toleransi jumlah barang yang diizinkan masih 50-60%, artinya jalan yang
direncanakan untuk beban sumbu tunggal 8 sampai 10 ton masih diizinkan dilewati
truk dengan sumbu tunggal 16 ton. Dengan toleransi setinggi ini kerusakan jalan
terjadi 6.5% kali lebih cepat.
Melihat
banyaknya angkutan barang yang melebihi beban tonase yang diizinkan,
dikembalikan lagi pada pengawasan dan kontrol muatan angkutan barang pada
jembatan timbang. Adanya pungli (pungutan liar) yang terjadi di jembatan
timbang mengakibatkan angkutan barang yang overload tetap
lolos dan melanjutkan perjalanan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran pungli yang terjadi di jembatan timbang?
Apa
penyebab adanya pungli di jembatan timbang?
Apa dampak akibat adanya di jembatan timbang?
Apa strategi penyelesaian masalah pungli di jembatan
timbang?
1.3 Maksud
Maksud dilaksanakannya penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran,
penyebab, dan dampak pungli yang terjadi di jembatan timbang beserta solusi
penyelesaiannya.
1.4 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penulisan makalah ini antara lain:
1. Memenuhi tugas Mata
Kuliah Perundang-undangan
2. Mengetahui gambaran
mengenai pungli di jembatan timbang.
3. Mengetahui penyebab
terjadinya pungli di jembatan timbang.
4. Mengetahui dampak akibat
pungli di jembatan timbang.
5. Menentukan strategi penyelesaian
masalah pungli di jembatan timbang.
1.5 Pembatasan Masalah
Pada penulisan makalah ini, pembatasan masalah hanya gambaran, penyebab,
dampak, dan solusi masalah pungli yang terjadi di jembatan timbang.
1.6 Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi menjadi tiga bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang penulisan makalah,
rumusan masalah, maksud, tujuan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan
Berisi gambaran umum, penyebab, dampak, dan
solusi masalah pungli di jembatan timbang.
Bab III Penutup
Berisi mengenai
kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jembatan
Timbang
2.2 Pengawasan muatan barang diatur dalam Undang-undang
No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana pada pasal 169
ayat 3 disebutkan bahwa “pengawasan muatan angkutan barang dilakukan
dengan menggunakan alat penimbangan”. Dalam penyelenggaraanya, alat
penimbangan yang sering disebut jembatan timbang diatur dalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: KM 5 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Penimbangan
Kendaraan Bermotor di Jalan yang menyebutkan bahwa “Alat penimbangan
adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang
secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk
mengetahui berat kendaraan beserta muatannya “ Dengan adanya jembatan
timbang, beban muatan barang dapat diawasi dan dikontrol sehingga mencegah
terjadinya kerusakan jalan maupun hal-hal lain yang ditimbulkan akibat
kelebihan muatan.
2.2 Pungli
(Pungutan Liar) di Jembatan Timbang
2.2.1 Pengertian Pungli
Secara umum pungli
diartikan sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau melanggar
aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum petugas. Pungli adalah
penyalahgunaan wewenang, tujuannya untuk memudahkan urusan atau memenuhi
kepentingan dari si pembayar pungutan. Jadi pungli melibatkan dua pihak
(pengguna jasa dan oknum petugas), melakukan kontak langsung untuk melakukan
transaksi rahasia maupun terang-terangan. Oleh sebab itu, pungli pada umumnya
terjadi pada tingkat lapangan,dilakukan secara singkat dengan imbalan langsung
(biasanya berupa uang).
Menurut KPK, pungli
termasuk gratifikasi yang merupakan kegiatan melanggar hukum, dalam hal ini
diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana
Korupsi. Sesuai UU tersebut, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang melakukan gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun,
dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pungli yang terjadi pada
jembatan timbang yaitu pengemudi angkutan barang memberikan atau diminta
memberikan barang yang biasanya berupa uang kepada petugas jembatan timbang
dengan tujuan kendaraannya yangoverload dapat lolos dari
penimbangan dan selanjutnya dapat melanjutkan perjalanan.
2.2.2 Penyebab Terjadinya Pungli di
Jembatan Timbang
Dari sisi pemberi,
pungli yang terjadi di jembatan timbang disebabkan karena adanya niatan untuk
mengangkut muatan sebanyak-banyaknya dengan tujuan memperkecil biaya
distribusi, sehingga operator memberikan upah yang disebut pungli kepada
petugas jembatan timbang untuk meloloskan kendaraannya yang melebihi muatan.
Dari sisi penerima,
pungli yang terjadi di jembatan timbang disebabkan karena petugas memanfaatkan
situasi yang ada untuk memperkaya diri sendiri dengan cara menarik pungli bagi
operator yang ingin lolos penimbangan walaupun muatannya melebihi batas yang
diizinkan.
Dari sisi pengawas atau
pemerintah, pungli yang terjadi di jembatan timbang disebabkan karena mekanisme
pengawasan yang tidak berjalan dengan efektif. Kebijakan zero
tolerance berdasarkan peraturan yang ada tidak lagi berjalan dengan
optimal. Seharusnya, setiap ada supir yang membawa angkutan melebihi tonase,
petugas menerbitkan surat dispensasi, supir harus membayar denda atau
menurunkan muatan berlebih tersebut. Selain itu, belum adanya sanksi yang
tegas pada oknum pelanggar membuat regulasi mengenai pungli
kerapkali diacuhkan, sedangkan mekanisme pengawasan yang semestinya
dijalankan juga tidak berjalan optimal.
2.2.3
Pihak yang Bertanggugjawab Atas Terjadinya Pungli di Jembatan Timbang
Pungli yang terjadi di
jembatan timbang adalah tanggung jawab Kepala Dinas Perhubungan (Dishub).
Tetapi tampaknya sejauh ini belum pernah ada seorang Kepala Dishub pun yang
diberi sangsi akibat pungli yang dilakukan oleh bawahannya. Di pihak lain,
pengawasan oleh DPRD sepertinya juga tidak mempan sama sekali. Kepala
Dishubkominfo biasanya melakukan pengawasan internal dengan cara inspeksi
mendadak (sidak), pengawasan secara langsung melalui CCTV live streaming dan
laporan langsung secara on line ketika terjadi penimbangan angkutan barang di
jembatan timbang.Yang diperiksa dalam inspeksi mendadak biasanya hanyalah
kehadiran pegawai, kelengkapan fasilitas, catatan ijin dispensasi muatan,
laporan keuangan, keluhan supir angkutan barang dan berbagai data lainnya yang
menyangkut pelayanan petugas di jembatan timbang.
Mungkin patut dicurigai,
bahwa para pejabat yang seharusnya melakukan pengawasan juga menikmati atau
mendapatkan bagian dari hasil pungli tersebut. Dengan kata lain, pungli di
jembatan timbang sepertinya bukan tindakan individual para pegawai jalanan
melainkan sudah merupakan kejahatan yang terorganisir. Karena itulah KPK
mendesak Kementrian Perhubungan untuk melakukan pembenahan sistemik, termasuk
dalam hal ini adalah pembenahan pada dinas-dinas perhubungan di berbagai
provinsi dan kabupaten. Usulan tentang pembenahan sistemik ini diajukan karena
mekanisme pengawasan tidak berjalan. Dengan kata lain, pengawasan internal yang
dilakukan Kepala
Dinas Perhubungan dan
Gubernur tidak mampu, tidak berani atau tidak mau menindak praktik pungli.
Karena itu “pembenahan sistemik” sebenarnya adalah istilah
halus untuk “pemecatan” para pimpinan yang tidak berhasil menghapus pungli,
ketika mekanisme pengawasan termasuk penggunaan CCTV tidak lagi efektif.
2.2.4 Dampak
Adanya Pungli di Jembatan Timbang
Dari segi pemerintahan,
pungli pada jembatan timbang mengganggu hubungan antara Kementerian Perhubungan
dan Kementerian Pekerjaan Umum. Jembatan timbang yang meloloskan angkutan
barang overload mengakibatkan kerusakan jalan yang merupakan
tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum. Jika dibiarkan terus menerus,
kondisi ini akan merambat ke sektor pemerintahan lain.
Sedangkan dari tinjauan
sosiologi hukum, pungli menyebabkan bengkaknya biaya sosial yang harus
dikeluarkan oleh masyarakat. Biaya sosial itu misalnya kerusakan jalan yang
disebabkan oleh berlebihannya muatan tonase yang mengakibatkan jalan rusak
sebelum waktunya, dan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung
akanmerasakan dampaknya. Secara langsung, jalan yang rusak akan menyebabkan
kerugian berupa cepat rusaknya kendaraan dan tingginya kecelakaan. Secara tidak
langsung, pajak yang dibayarkan masyarakat yang seharusnya dapat digunakan
untuk prioritas kebutuhan lainnyaakan terkuras untuk perbaikan infrastruktur
jalan raya. Karena sifatnya yang tersembunyi, maka hanya kelompok tertentu saja
yang mampu memperkaya diri dengan cara pungli tersebut. Rusaknya jalan raya
menjadikan biaya operasional kendaraan meningkat. Karena banyak ruas jalan yang
rusak dan gampang rusak setelah diperbaiki maka di Indonesia
biaya operasional kendaraan lebih tinggi dibanding di negara-negara lain di
Asia. Berdasarkan hasil Survei Bank Dunia 2010, Indonesia menduduki peringkat
ke-75 dari 150 negara dalam Peringkat Global Indeks Kinerja
Logistik. Ini dibarengi dengan pungutan resmi dan tidak resmi oleh pegawai
DinasPerhubungan, polisi dan preman yang besar, yang bisa mencapai setengah
dari keseluruhan biaya operasional tersebut. Bahkan menurut Organda, pungutan
liar di jalan raya, terutama terhadap truk-truk pengangkut barang bisa mencapai
Rp18 miliar per tahun. Kelebihan muatan bagi pemilik barang dan operator
angkutan yang dilakukan dalam rangka menutupi pengeluaran operasi yang
disebabkan oleh pungutan liar yang dilaksanakan oleh oknum petugas maupun
preman bisa mencapai 11% dari total biaya operasi. Itu semua berakibat pada
jeleknya iklim investasi di Indonesia. Pemilik usaha gagal mencapai target
pasar yang menguntungkan. Kegiatan perdagangan antar daerah terhambat, dan
lebih dari itu para pengusaha lokal tidak mampu melakukan integrasi ke dalam
pasar yang lebih besar (Asia Foundation, 2008). Kerugian negara (pemerintah dan
masyarakat) bisa mencapai ratusan trilyun tiap tahunnya.
2.2.5
Penyelesaian Masalah Pungli di Jembatan Timbang
Sebenarnya pungli sudah
jelas fenomena maupun solusi pemecahannya, yakni mengoptimalkan
fungsi pengawasan. Mekanisme pengawasan tersebut terdiri dari
strategi mawas keluar (outward-looking strategy) dan
strategi mawas kedalam (inwardlooking- strategy). Strategi mawas
keluar adalah bagaimana pengawasan tersebut membentuk manusia dan berbagai
kelembagaan yang berada di luar organisasi menjadi disiplin dan taat hukum.
Sebaliknya, strategi mawas ke dalam adalah bagaimana mekanisme pengawsan dapat
membentuk pelaksana pengawasan yang memiliki disiplin yang kuat. Dalam
hubungannya dengan pengawasan yang terjadi di jembatan timbang ini, sangat
penting kiranya mengimplementasikan kedua strategi di atas.
Pertama, strategi mawas
keluar dilaksanakan supaya membentuk organ-organ diluar instansi yang terlibat
langsung menjadi disiplin dan taat hukum. Organ-organ tersebut terutama adalah
para pengusaha dan para supir. Pungli tidak akan dapat diberantas jika
kesadaran pengusaha dan supir masih sangat rendah dan acuh
terhadap peraturan. Para pengusaha akan melakukan berbagai cara
untuk dapat lolos dari pelanggaran dan mendistribusikan barang dengan muatan
yang banyak supaya mengurangi ongkos. Senada, para supir yang adalah tangan
kanan dari pengusaha, mereka telah diinstruksikan untuk mencari kemudahan
dalam meloloskan muatannya dengan cara memberikan ‘mel’
(tips, uang semir, suap) kepada petugas penjaga jembatan
timbang. Oleh karena kesadaran yang masih rendah dari para aktor ini, strategi
mawas keluar berfungsi untuk mampu membangun kesadaran organ-organ ini dapat
lebih disiplin dan taat hukum. Mekanisme pengawasan untuk
mewujudkan kesadaran organ-organ ini adalah dengan memberikan sanksi yang
berat kepada oknum pengusaha/supir yang tertangkap memberikan ‘mel’ kepada
petugas sebagai upaya represif. Perlu juga memberikan
semacam kontrak kepada para pengusaha yang pernah tertangkap basah
supaya ada mekanisme hukum yang mengikat jika terjadi pelanggaran. Namun hal
itu tentu akan sia-sia jika petugas jembatan justru tidak mendukung upaya
penghapusan pungli.
Kedua, strategi mawas
kedalam perlu digalakkan. Strategi ini sangat erat kaitannya dengan upaya
memperbaiki kelembagaan internal yang langsung berhubungan dengan pengawasan
operasional di jembatan timbang. Namun pihak pengawas sendiri seringkali
terbeli, dapat disuap atau bahkan memang meminta jatah dari hasil pungli dari
para pegawai yang diawasinya. Itu artinya bagaimana mungkin mengandalkan
pengawasan, jika aparat pengawasnya tidak dapat diandalkan. Mengingat lingkaran
setan pengawasan yang sepertinya tidak akan berkesudahan itu, ada yang
mengusulkan untuk memotong satu generasi. Artinya, semua pejabat yang sekarang
ini duduk di kursi pemerintah dipensiun-dini, diganti dengan pejabat-pejabat
baru yang masih muda dan memiliki moralitas yang bagus. Namun, pesimisnya,
pejabat muda pun sudah tercemar dengan moralitas buruk. Karena itu kiranya
sanksi yang sangat berat terhadap para pelaku pungli dan korupsi pada umumnya
perlu segera ditetapkan. Jika bukannya hukuman mati, minimal adalah pemiskinan
dan pemecatan dari jabatan tidak saja kepada pelakunya melainkan juga kepada
para atasannya, tidak hanya satu tingkat di atas melainkan dua tingkat. Jika
begini, maka para atasan terkondisikan untuk selalu mengawasi anak buahnya
secara seksama dan serius.
Pembenahan kelembagaan
internal juga termasuk memperbaiki kualitas regulasi serta kemudahan
terimplementasikannya regulasi tersebut, misalnya dalam hal penindakan terhadap
kelebihan muatan yang seharusnya diturunkan ditempat. Hanya saja dalam hal ini
masih banyak lokasi jembatan timbang yang tidak menyediakan gudang untuk tempat
penurunan barang bagi truk yang bermuatan lebih. Karena itu infrastruktur
memang masih perlu dibangun lebih baik lagi, selain aspek suprastruktur yang
dibenahi. Selain itu, perlu juga melakukan adopsi atas apa yang dilakukan oleh
Pemprov Jatim melalui JTCC-nya dengan berbagai
pembenahan disertai dengan kontrak integritas petugas jembatan untuk
meminimalisir ulah oknum petugas yang minta uang ‘mel’ dari para supir.
Pembenahan eksternal
perlu pula dilakukan dengan mendorong pengguna jembatan timbang untuk mentaati
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan. Pelibatan
sebanyak mungkin unsur-unsur masyarakat dan swasta secara langsung dapat
pula meminimalisir praktek pungli di jembatan timbang. Pelibatan unsur
masyarakat dan swasta misalnya menjalin kerjasama dengan Bank Jateng atau
lembaga lainnya untuk membantu pengurusan administrasi denda yang masuk. Dengan
adanya personil dari instansi lain yang terlibat, akan memungkinkan mekanisme
pengawasan berjalan dengan lebih efektif. Pentingnya peran dan partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi ternyata belum begitu mendapat perhatian
dan dikaji secara mendalam. Tanpa keterlibatan masyarakat, pungutan liar di
jembatan timbang nampaknya akan sulit dihapuskan
Kebijakan zero
tolerance berdasarkan peraturan perlu diterapkan secara optimal.
Setiap ada supir yang membawa angkutan melebihi tonase, petugas menerbitkan
surat dispensasi, supir harus membayar denda atau menurunkan muatan
berlebih tersebut. Selain itu, harus diberikan sanksi yang tegas pada
oknum pelanggar untuk membuat regulasi mengenai pungli tidak
diacuhkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum pungli
diartikan sebagai pungutan yang dilakukan secara tidak sah atau melanggar
aturan, oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum petugas. Menurut KPK, pungli
termasuk gratifikasi yang merupakan kegiatan melanggar hukum dimana pelakunya
dapat dikenakan pidana penjara maupun pidana denda. Pungli yang terjadi
pada jembatan timbang yaitu pengemudi angkutan barang memberikan atau diminta
memberikan uang kepada petugas jembatan timbang dengan tujuan kendaraannya
yang overload dapat lolos dari penimbangan dan selanjutnya
dapat melanjutkan perjalanan.
Pungli pada jembatan
timbang disebabkan oleh tiga unsur, petama yaitu pemberi (supir) yang bertujuan
meloloskan kendaraannya yang overload, kedua yaitu penerima (petugas) yang
bertujuan memperkaya diri sendiri, dan ketiga yaitu pemerintah sebagai pengawas
yang kurang optimal dalam pengawasan, kontrol, dan penindakan.
Dari segi pemerintahan,
pungli pada jembatan timbang mengakibatkan hubungan antar sektor pemerintahan
terganggu. Sedangkan dari sisi sosiologi hukum, pungli menyebabkan jalan rusak
dan selanjutnya mengakibatkan bengkaknya biaya sosial yang harus dikeluarkan
oleh masyarakat.
Penyelesaian masalah
pungli di jembatan timbang dapat dilakukan antara lain:
1.
Mengoptimalkan fungsi pengawasan. Mekanisme pengawasan tersebut
terdiri dari strategi mawas keluar (outward-looking
strategy) dan strategi mawas kedalam (inwardlooking- strategy).
2.
Pembenahan kelembagaan internal dan eksternal.
3. Menerapkan
kebijakan zero tolerance pada pelanggar baik pemberi (supir)
dan penerima (petugas) sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
3.2 Saran
1.
Pengkajian ulang terhadap mekanisme penyelenggaraan jembatan timbang.
2.
Pengkajian ulang tentang pengawasan pada jembatan timbang.
3.
Penindakan tegas pelaku pungli sesuai peraturan dan hukum yang berlaku.
Sumber:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Tindak Pidana Korupsi.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: Km 5 Tahun 1995 Tentang
Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Jalan.
http://eprints.undip.ac.id/
http://ejournal.unri.ac.idindex.phpJIANAarticledownload17211695/
http://kpk.go.id/gratifikasi/index.php/informasi-gratifikasi/tanya-jawab-gratifikasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA