CLICK FOR CLAIM PROMO !

Sabtu, 01 Oktober 2016

MAKALAH TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK

Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi karena banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kekerasan terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.

B.       Rumusan masalah
Ø  Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak?
Ø  Faktor- faktor  apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak?
Ø  Bagaimana bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak?
Ø  Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak?
Ø  Apa saja contoh Undang- undang yang mengatur perlindungan anak?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian kekerasan terhadap anak
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Pengetian kekerasan terhadap beberapa ahli yaitu
·           Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian.
·           Menurut Patilima, kekerasan merupakan perlakuan yang salah dari orangtua. Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental Kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah ‘Semua bentuk perlakuan menyakitkan baik secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial/eksploitasi lain yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau mertabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan atau kekuasaan.
·           Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang ataumasyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

B.       Faktor- faktor yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak
Beberapa factor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
a.         Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi
b.        Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk(poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
c.         Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
d.        Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

C.      Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak
a.         Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
kekerasan fisik (Physical abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak,dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika.
Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga.
b.        Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
c.         Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.
d.        Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga).
Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
e.         Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak
untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.

D.      Upaya menanggulangi kekerasan terhadap anak
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu:
a.         Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Yang Cukup
Tindakan kekerasan terhadap anak, sangat berpengaruh terhadap perkembangannya baik psikis maupun fisik mereka. Oleh karena itu, perlu kita hentikan tindak kekerasan tersebut. Dengan pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang tua mampu mendidik anaknya kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya tindak kekerasan.
b.         Keluarga Yang Hangat Dan Demokratis
Dalam sebuah study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal di rumah yang orangtuanya acuh tak acuh, bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak mengalami penurunan dalam masa tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal di rumah yang orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dan menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan tindakanya, memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan, berdialog dan diskusi, hasilnya rata-rata IQ ( bahkan Kecerdasan Emosi ) anak mengalami kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63 % dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen ( nakal ), berasal dari keluarga yang tidak utuh ( broken home ). Kemudian hasil penelitian K. Gottschaldt di Leipzig ( Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen dari anak-anak yang sulit di didik ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan hidup yang terlampau berat.
c.          Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping (stigma) dan predijuce (prasangka). Dua hal itu kemudian mengalami proses akumulasi yang kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari kekerasan terhadap anak maka diperlukan anggota keluarga yang  saling berinteraksi dengan komunikasi yang efektif
d.         Mengintegrasikan asuh hak anak kedalam peraturan perundang- undangan, kebijakan,program dan kegiatan sampai dengan penganggaran sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan  evaluasi sehingga  menjadi responsive terhadap hak anak.

E.       Undang-undang yang mengatur perlindungan anak
Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur perlindungan anak yang terdiri dari:
·           Undang- undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
·           Undang- undang nomor 11 tahun 2012 tentang  sistem peradilan pidana anak
·           Peraturan presiden nomor 18 tahun 2014  tentang perlindungan anak dan pemberdayaan anak dan perempuan dalam konflik sosial














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak  pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya: struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke generasi, stress sosial dan isolasi sosial, serta keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu: kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan secara sosial. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu: pendidikan dan pengetahuan orang tua yang cukup, keluarga yang hangat dan demokratis, adanya komunikasi yang efektif, dan mengintegrasikan isu mengenai hak anak kedalam peraturan perundang- undangan. Peraturan perundang- undangan yang mengatur perlindungan anak yaitu Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan aAnak, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang  System Peradilan Pidana Anak, dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014  Tentang Perlindungan Anak Dan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Dalam Konflik Sosial.

B.       Saran
sebagai warga negara yang  berpengetahuan wajiblah kita menghargai pribadi seorang anak dengan menghindarkan mereka dari tindakan kekerasan yang dapat merusak masa depan mereka, sehingga mereka kelak tumbuh dan berkembang dengan bebas dan bertanggung jawab karena mereka semua adalah generasi penerus bangsa kita.

DAFTAR PUSTAKA

AbuHuraerah. 2006. Kekerasan Terhadap Anak  Jakarta : Nuansa,Emmy.

Soekresno.  2007. Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak.

UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak 

http://anawechildhealth.blogspot.com/



Komisi Perlindungan Anak Indonesia,http://www.kpai.go.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA

SIMAK JUGA ARTIKEL DAN MAKALAH LAINNYA

Soal UAS PKN TAHUN 2017