Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan
adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan,
penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi
kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta
didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini
terjadi karena banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak
adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari
mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling
bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan
kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah
tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Kekerasan terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang
sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau merusak
anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
B.
Rumusan masalah
Ø Apa yang dimaksud dengan
kekerasan terhadap anak?
Ø Faktor-
faktor apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak?
Ø Bagaimana bentuk- bentuk
kekerasan terhadap anak?
Ø Bagaimana upaya yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak?
Ø Apa saja contoh Undang-
undang yang mengatur perlindungan anak?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian kekerasan
terhadap anak
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang
disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik
berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang
melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma
dalam masyarakat.
Pengetian kekerasan terhadap beberapa ahli yaitu
·
Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau
anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang
tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh
yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian.
·
Menurut Patilima, kekerasan merupakan perlakuan yang salah
dari orangtua. Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah
segala perlakuan terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam
kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial
maupun mental Kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah
‘Semua bentuk perlakuan menyakitkan baik secara fisik maupun emosional,
pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial/eksploitasi lain yang
mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan
anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau mertabat anak yang
dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan atau kekuasaan.
·
Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan,ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang ataumasyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
B.
Faktor- faktor yang
mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak
Beberapa factor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas
Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
a.
Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational
transmission of violance)
Banyak
anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa
mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku
kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi
b.
Stres Sosial (social stress)
Stres
yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap
anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment),
penyakit (illness), kondisi perumahan buruk(poor housing conditions),
ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran
bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled
person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga.
Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak
berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap
anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang
dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
c.
Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua
dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung
terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut
serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang
sedikit dengan teman atau kerabat.
d.
Struktur Keluarga
Tipe-tipe
keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan
dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan
tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu,
keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan
penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana
mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan
terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri
sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.
C.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak
a.
Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
kekerasan fisik (Physical abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan
penganiayaan terhadap anak,dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu,
yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat
berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti
bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar
akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika.
Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut,
pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap
anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai
orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang
air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga.
b.
Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan
pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak
itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak
ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk
dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika
kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional
berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang
kehidupan anak itu.
c.
Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola
komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak.
Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli,
atau juga mengkambinghitamkan.
d.
Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
(seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga).
Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap
perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual
dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual
dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
e.
Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan
eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang
tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak.
Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan
pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada
sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan
keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak
untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau
politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai
dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak
dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor
alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa
untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga
melebihi batas kemampuannya.
D.
Upaya menanggulangi kekerasan terhadap anak
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan
terhadap anak yaitu:
a.
Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Yang Cukup
Tindakan
kekerasan terhadap anak, sangat berpengaruh terhadap perkembangannya baik
psikis maupun fisik mereka. Oleh karena itu, perlu kita hentikan tindak
kekerasan tersebut. Dengan pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang
cukup diharapkan orang tua mampu mendidik anaknya kearah perkembangan yang
memuaskan tanpa adanya tindak kekerasan.
b.
Keluarga Yang Hangat Dan Demokratis
Dalam
sebuah study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal di rumah yang orangtuanya acuh
tak acuh, bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak
mengalami penurunan dalam masa tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal di
rumah yang orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang
dan menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan
tindakanya, memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan, berdialog dan
diskusi, hasilnya rata-rata IQ ( bahkan Kecerdasan Emosi ) anak mengalami
kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63 %
dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen ( nakal ),
berasal dari keluarga yang tidak utuh ( broken home ). Kemudian hasil
penelitian K. Gottschaldt di Leipzig ( Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen
dari anak-anak yang sulit di didik ternyata berasal dari keluarga yang tidak
teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan hidup yang terlampau berat.
c.
Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci
persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi
yang efektif dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping
(stigma) dan predijuce (prasangka). Dua hal itu kemudian mengalami proses
akumulasi yang kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari
kekerasan terhadap anak maka diperlukan anggota keluarga yang saling
berinteraksi dengan komunikasi yang efektif
d.
Mengintegrasikan asuh hak anak kedalam
peraturan perundang- undangan, kebijakan,program dan kegiatan sampai dengan
penganggaran sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
sehingga menjadi responsive terhadap hak anak.
E.
Undang-undang yang
mengatur perlindungan anak
Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki beberapa peraturan
perundang- undangan yang mengatur perlindungan anak yang terdiri dari:
·
Undang- undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
·
Undang- undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana anak
·
Peraturan presiden nomor 18 tahun 2014 tentang
perlindungan anak dan pemberdayaan anak dan perempuan dalam konflik sosial
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang
disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik
berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang
melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma
dalam masyarakat. Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut
Komnas Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi
diantaranya: struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke generasi,
stress sosial dan isolasi sosial, serta keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk-
bentuk kekerasan terhadap anak yaitu: kekerasan fisik, kekerasan emosional,
kekerasan verbal, kekerasan seksual, dan kekerasan secara sosial. Adapun cara
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu:
pendidikan dan pengetahuan orang tua yang cukup, keluarga yang hangat dan
demokratis, adanya komunikasi yang efektif, dan mengintegrasikan isu mengenai
hak anak kedalam peraturan perundang- undangan. Peraturan perundang- undangan
yang mengatur perlindungan anak yaitu Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan aAnak, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang System
Peradilan Pidana Anak, dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak Dan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Dalam Konflik Sosial.
B.
Saran
sebagai warga negara yang berpengetahuan wajiblah kita
menghargai pribadi seorang anak dengan menghindarkan mereka dari tindakan
kekerasan yang dapat merusak masa depan mereka, sehingga mereka kelak tumbuh
dan berkembang dengan bebas dan bertanggung jawab karena mereka semua adalah
generasi penerus bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan Terhadap Anak Jakarta :
Nuansa,Emmy.
Soekresno. 2007. Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan
Terhadap Anak.
UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
http://anawechildhealth.blogspot.com/
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia,http://www.kpai.go.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA