Subscribe
1. Bob Sadino
Bob
Sadino via kopipait.web.id
Terlahir
di Lampung, 9 Maret 1939, mendiang pengusaha dengan nama lengkap Bambang
Mustari Sadino ini termasuk salah satu pengusaha sukses yang sempat mengalami
jatuh-bangun sebelum akhirnya menorehkan kesuksesan besar. Setelah sekitar
sembilan tahun menjadi pegawai, Bob memutuskan untuk berhenti dan banting setir
menjadi pengusaha. Usaha pertama yang dirintisnya adalah bisnis penyewaan
mobil, dengan hanya bermodalkan satu mobil Mercedes dan ia supiri sendiri.
Namun
karena musibah kecelakaan yang menimpanya saat mengemudikan mobil yang
disewakannya itu, bisnis itupun berhenti di tengah jalan. Tidak putus semangat,
ia kemudian beralih profesi sebagai buruh bangunan yang dibayar dengan upah
harian. Saat menjadi kuli tersebut, ia melihat adanya peluang bisnis yang lain,
bisnis ternak ayam dan telur ayam negeri. Dengan modal pinjaman tetangganya,
akhirnya Bob mulai menjalankan bisnis tersebut. Awalnya, Bob menawarkan sendiri
dagangannya dari rumah ke rumah di wilayah sekitar tempat tinggalnya, terutama
kepada para ekspatriat, di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Bisnis telurnya
tersebut akhirnya berbuah manis dan ia mengembangkan sayap dengan menjual
daging dan sayuran hidoponik. Berkat keuletannya, bisnis tersebut sukses dan ia
pun mendirikan Kem-Chicks, supermarket ternama yang menjual berbagai macam
produk peternakan dan pertanian. Meski sudah sukses, ia tetap tampil sederhana
dan kerap kali melayani sendiri para pelanggannya seperti keluarganya sendiri.
2. Susi Pudjiastuti
Susi
Pudjiastuti via wordpress.com
Perempuan
kelahiran 1965 yang sekarang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI
di bawah Presiden Jokowi ini adalah seorang pengusaha yang terkenal tegas. Ia
merintis bisnisnya di bidang perikanan dan kemudian maskapai penerbangan dari
nol. Setelah memilih untuk berhenti sekolah sebelum lulus SMA, ia memulai
usahanya sebagai pedagang pakaian dan bed cover. Setelah melihat
potensi wilayah tempat tinggalnya, Pangandaran, sebagai penghasil ikan, Susi
lantas memanfaatkannya sebagai peluang bisnis dan beralih ke usaha perikanan.
Dengan modal hanya Rp750 ribu hasil dari menjual perhiasannya, ia mulai membeli
ikan dari tempat pelelangan dan memasarkannya ke sejumlah restoran. Setelah
sempat tersendat, bisnis Susi akhirnya berhasil menguasai bursa pelelangan ikan
di Pangandaran dan bahkan kemudian merambah ke ekspor ikan dan lobster.
Bisnis
maskapai penerbangannya juga berawal dari bisnis perikanan tersebut. Untuk
mengatasi masalah pengiriman ikan yang lambat apabila lewat darat atau laut,
Susi membeli sebuah pesawat dari pinjaman bank untuk pengangkutan produk lautnya,
yang kemudian berkembang menjadi armada maskapai penerbangan Susi Air yang
melayani rute pedalaman dan carter.
3. Reza Nurhilman
Reza
Nurhilman via blogspot.com
Bagi
yang belum mengenal nama ini, mungkin Anda lebih mengenal “kripik setan”
Maicih. Ya, Reza Nurhilman adalah nama pemuda yang berada di belakang produk
keripik singkong ekstra pedas yang populer itu. Reza memulai bisnis keripik
singkong ini pada pertengahan 2010 seorang diri saat berusia 23 tahun dengan
modal awal 15 juta rupiah. Untuk bisnisnya ini, ia menggandeng satu produsen
keripik lokal di Bandung.
Reza
mengawali bisnisnya ini dengan melakukan pemasaran sederhana, yakni melalui
platform media sosial, Twitter, sebelum mengembangkan sayap dengan menerapkan
sistem keagenan yang menggunakan istilah Jenderal agar produknya bisa menggapai
konsumen yang lebih luas. Para Jenderal ini memasarkan produknya dengan cara
berkeliling atau nomaden.
Pemuda
kelahiran Bandung 28 tahun yang lalu ini mengaku kunci kesuksesannya terletak
pada cara berpikirnya yang out of the box, yaitu dengan tidak
membuka toko seperti kebanyakan penjual sehingga membuat produknya eksklusif.
Melalui Twitter, para jenderal memberitahu informasi lokasi penjualan
setiap harinya. Cara pemasaran yang cukup unik ini terbukti berhasil mengangkat
nama Maicih di dunia maya. Baru setengah tahun saja, omzet Maicih bisa mencapai
Rp7 miliar per bulan. Angka yang fantastis, bukan?
4. Sunny Kamengmau
Sunny
Kamengmau via indonesiayoungentrepreneurs.com
Anda
pernah mendengar tas tangan merek Robita? Tas Robita yang begitu populer di
Jepang ini bahkan kabarnya menjadi idaman oleh semua kalangan sosialita di
negara sakura itu. Orang yang berada di balik 'dapur' tas merek Robita ini
adalah Sunny Kamengmau, pemuda asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Siapa sangka
pemuda yang tidak pernah lulus SMA itu akhirnya menjadi pengusaha sukses yang
dapat menginspirasi siapa pun yang mendengar kisahnya.
Sunny
mengawali bisnisnya dengan modal nekat. Setelah meninggalkan kampung halamannya
dan pergi ke Bali, ia bekerja sebagai tukang sapu di sebuah hotel. Selang
beberapa lama ia pun diangkat menjadi satpam karena dianggap memiliki etos
kerja yang bagus. Selama itu, ia juga memanfaatkan waktunya untuk belajar
bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Gaji pertamanya ia sisihkan untuk membeli
kamus dua bahasa asing tersebut dan mempelajarinya dengan tekun. Keberuntungan
mungkin memang berada di pihaknya sejak awal ia dipekerjakan di hotel tersebut,
karena di sana ia berkenalan dengan seorang pengusaha asal Jepang yang kemudian
memintanya untuk memasok tas kulit ke negaranya. Meski sempat terseok untuk
beberapa lama, bahkan hampir kehilangan semua penjahit tas yang bekerja
untuknya, Sunny perlahan bisa bangkit dan bisnis tasnya itupun kian diperkokoh
hingga mampu memiliki 100 orang karyawan.
5. Gibran Rakabuming
Gibran
Rakabuming via wordpress.com
Saat
ini nama Gibran Rakabuming mungkin sudah dikenal oleh hampir seluruh masyarakat
Indonesia, di luar fakta bahwa ayahnya, Joko Widodo, adalah seorang
presiden negara republik Indonesia. Gibran adalah pemilik sebuah bisnis di
bidang catering dan wedding organizer dengan
nama Chili Pari.
Sebelum
menjabat menjadi Walikota Solo, kemudian Gubernur DKI jakarta, dan akhirnya
Presiden RI, ayahnya, Joko Widodo merupakan pengusaha mebel. Namun, Gibran
memilih untuk merintis usaha sendiri tanpa campur tangan ayahnya. Ia memulai
usahanya dengan mengajukan pinjaman ke bank untuk modal. Meski sempat ditolak
beberapa kali, akhirnya ia mendapatkan persetujuan dari salah satu bank dan
dengan modal pinjaman tersebut ia pun memulai Chili Pari dengan melayani
pesanan partai kecil. Berkat kemampuan dan keuletannya sendiri, sekarang Chili
Pari sudah banyak menangani order besar dengan jumlah tamu hingga ribuan orang
dan usaha Gibran pun semakin berkembang.
6. Nicholas Kurniawan
Nicholas
Kurniawan via ceritaprasmul.com
Nama
Nicholas Kurniawan mungkin belum terlalu familiar di telinga Anda, namun saat
ini di usianya yang masih sangat belia, 20 tahun, ia sudah sukses menjadi
eksportir ikan hias termuda di Indonesia. Semua berawal dari kondisi
keluarganya yang terpuruk dan terlilit utang, dan Nicholas pun berniat untuk
mengubah nasibnya. Sempat mencoba berbagai bisnis mulai dari asuransi, makanan,
MLM, dan mainan, jatuh bangun dan bahkan sempat tidak naik kelas saat
kelas 2 SMA, ia mulai bangkit kembali dan mencoba peruntungannya dengan menjual
ikan hias secara online melalui situs Kaskus. Meski sempat beberapa kali ditipu
oleh calon pembeli, bisnis ikan hias Nicholas kini sudah menjangkau luar negeri
dan dalam sebulan omzetnya bisa mencapai lebih dari Rp100 juta.
7. Hamzah Izzulhaq
Hamzah
Izzulhaq via makeindonesia.com
Pemuda
kelahiran 1993 ini sudah membuktikan diri sebagai pengusaha muda yang sukses.
Sejak kecil, ia sudah terlihat memiliki bakat berbisnis, yakni dengan berjualan
kelereng, petasan, hingga koran. Ia juga pernah menjadi tukang parkir dan ojek
payung. Saat tengah mengikuti seminar bisnis pelajar ketika masih duduk di
bangku SMA, Hamzah ditawari usaha waralaba bimbingan belajar oleh seorang
pemuda yang juga masih muda namun sudah memiliki bimbingan belajar dengan 44
cabang. Dengan bermodal uang Rp5 juta dan pinjaman Rp70 juta dari ayahnya, ia
membeli salah satu cabang yang kebetulan ditawarkan untuk diambilalih seharga
Rp175 juta. Sisanya yang sebesar Rp100 juta dibayar dengan dicicil dari
keuntungan setiap semester. Usahanya itu semakin berkembang, dan kini Hamzah
sudah memiliki 3 lisensi waralaba bimbel dengan jumlah siswa di atas 200 orang
setiap semester. Sejak akhir 2011, bisnis Hamzah telah resmi berbadan hukum
dengan nama CV Hamasa Indonesia. Pemuda 22 tahun ini menjabat sebagai direktur
utama.
8. Yasa Singgih
Yasa
Singgih via money.co
Terlahir
dari keluarga biasa-biasa saja, anak kelahiran 1995 ini memutuskan untuk terjun
ke dunia bisnis sejak sangat belia. Sejak berusia 15 tahun, setelah ayahnya terkena
serangan jantung dan harus dioperasi, ia mulai mencari uang sendiri dengan
menjadi pembawa acara di berbagai acara ulang tahun dan musik. Selain itu,
masih di usia yang sama, ia mulai berbisnis online dengan menjual lampu hias,
namun tidak bertahan lama karena persoalan pemasok. Setahun kemudian, di usia
16 tahun, Yasa beralih ke bisnis mode. Sempat jatuh bangun dan diremehkan
orang, hingga rugi ratusan juta rupiah dari berbagai bisnis, sebelum akhirnya
ia berhasil membangun brandpakaian sendiri dengan mengusung nama
Mens Republic. Selain itu, ia juga mengelola usaha konsultasi manajemen bernama
MS Consulting serta kompleks perumahan dalam bentuk kavling tanah di Bogor.
I
Gusti Ngurah Anom, Milyarder yang Tak Tamat SMP
I Gusti Ngurah Anom adalah pengusaha konveksi di Denpasar, Bali. Meski
sudah menjadi pimpinan perusahaan yang sukses, Anom masih sering turun langsung
mengawasi pekerjaan ratusan karyawannya.
Sukses yang diraih Anom tak datang begitu saja. Terlahir dari pasangan
petani miskin, Anom tak bisa menamatkan bangku sekolah menengah
pertama. Anom juga sempat lari dari rumah tanpa uang sepeserpun. Ia
bertahan hidup jadi tukang cuci mobil tamu hotel selama dua tahun. Setelah
kerja serabutan, Anom bekerja di perusahaan konveksi milik
saudaranya. Anom kemudian memulai usaha konveksi bersama dengan pengusaha
yang telah sukses.
Anom mulai memberanikan diri membuka usaha konveksi sendiri 15 tahun lalu
dengan modal Rp 30 juta. Pada tahun 2000 usahanya berkembang pesat menjadi
salah satu konveksi terbesar di Bali. Lima tahun kemudian Anom memperluas jenis
usahanya dengan menambah pusat oleh-oleh khas Bali. Usaha itu pun kini sudah
berkembang dengan omzet Rp 500 juta hingga satu miliar rupiah per bulan.
Sukses menjadi pengusaha tak membuat Anom lupa akan sekelilingnya. Ia
aktif membina pengusaha kecil menengah. Salah satunya Ngurah Padma Wisnu.
Dengan modal awal Rp 100 juta pada tahun 2004, ia kini sudah bisa meraih
penghasilan Rp 80 juta per bulan dengan mempekerjakan 100 orang lebih karyawan.
Niluh Djelantik, Wanita Bali Pengusaha Sukses Jajah 20
Negara di Dunia
SPC, Denpasar – Bagi pecinta sepatu, nama Niluh Djelantik
berarti sebuah kenyamanan berbalut cinta dan gairah. Nama yang juga membawa
sepatu produk dalam negeri berkiprah di industri fesyen bahkan menembus pasar
dunia. Cinta dari Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik terhadap sepatu terutama
high heels yang membuat karyanya mendapat tempat istimewa.
Semua berawal dari cinta. Sejak kecil, Niluh memang menaruh
perhatian lebih pada alas kaki. Klise, karena Niluh kecil tak penah mendapat
sepatu yang pas. Sebagai orangtua tunggal, ibu Niluh berjuang agar bisa
menyekolahkan putrinya di tempat terbaik. “Mama lebih fokus pada pendidikan,
jadi [sepatu] harus diganjel sama kain karena dua atau tiga ukuran lebih
besar,” kenang Niluh, seperti dikutip, Sabtu (16/2/2013).
Kadang, sepatu Niluh keburu rusak atau berlubang saat ukuran
mulai pas di kaki. Kesederhanaan itulah yang membuat Niluh berangan-angan untuk
memiliki sepatu yang pas di kaki. “Ma, nanti kalau aku sudah gede, sudah bisa
kerja sendiri, aku beli sepatu yang pas deh,” citanya kepada sang ibu. Setamat SMA,
Niluh meneruskan pendidikan di Jakarta sesuai dengan keinginan ibunya. Niluh
kuliah di manajemen keuangan Universitas Gunadarma mulai 1994. Setahun di
Jakarta, Niluh belajar mencari kerja agar bisa mandiri. Pekerjaan pertama,
operator telepon di sebuah perusahaan tekstil asal Swiss.
I Komang Sugiarta:
Dari Supir Angkot, Banting Stir Menjadi Pengusaha Sukses
Dalam
perjalanan hidup banyak menemui berbagai rintangan. Itulah yang dialami I
Komang Sugiarta. Pria bertubuh jangkung ini memiliki usaha ‘Pondok Sate’ yang
bergerak dalam dunia kuliner dan namanya sedang naik daun. Sebelum
mencapai puncak kesuksesan seperti sekarang, pria berusia 35 tahun itu awalnya
seorang supir angkot yang banting stir menjadi pengusaha sukses.
“Awalnya saya seorang supir angkot, akan
tetapi karena tekad ingin berdiri dengan kaki sendiri dan tidak ingin
mengandalkan penghasilan dari menyopir angkot yang sangat sedikit,” kenang pria
kelahiran Denpasar, 21 Mei 1979 ini. Karena hal itu, ia pun memutuskan
untuk menjual angkotnya sebagai modal membuka sebuah pondok sate.
Pria penyuka
masakan Bali itu pernah mengalami pasang dan surut dalam berwirausaha. Ketika
awal usahanya berdiri pada tahun 2010, pondok sate masih sepi pengunjung karena
ia belum memiliki ketrampilan dan masih belajar menciptakan cita rasa yang
cocok di lidah masyarakat Bali. “Pernah sampai keluarga saya tidak makan
dalam sehari karena sepi pengunjung. Namun, seiring berjalannya waktu, pondok
sate itu semakin ramai pembeli dan membuka cabang diberbagai daerah.” cerita
pria dibawah naungan zodiak gemini itu.
Meski
sudah mencapai sukses, ayah dari dua orang anak ini mengaku lebih senang
berwirausaha mandiri. Meski begitu, ia tetap menjunjung pakem-pakem adatnya.
“Menjadi sekarang ini karena saya ingin berdiri dengan kaki sendiri, namun
terlepas dari itu semua, saya tidak ingin mengesampingkan adat karena alasan
pekerjaan,” ungkapnya. (des/svt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA