Subscribe
KATA PENGANTAR
Saya ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT, karena atas rahmat dan petunjuk-Nya, serta nikmat dan hidayah-Nya, saya
dapat menyalesaikan tugas makalah. Makalah ini membahas tentang
bahan-bahan kimia pada produk ditergent ini telah saya susun guna menyelesaikan
tugas kimia .
Saya menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari harapan sempurna, untuk itu saya mengharapkan
kritik dan saran atas terbuatnya makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin .
Penyusun
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Deterjen
Deterjen
sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II
dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya.
Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran.
Fritz Gunther, ilmuwan
Jerman, biasa disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam
deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga
diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif
membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan
masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan
danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene
sulphonate yang sulit terurai. Setelah 10 tahun di lakukan penelitian
(1965), di temukan linear
alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan.
Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah
busa.
Salah
satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen
sulfat. Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam
sulfonat.Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting
adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen,
khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran,
baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung
dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air
(hidrofobik), akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung
molekul surfaktan satunya lebih suka air (hidrofilik), bagian inilah yang
berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga
tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
B.
Zat-zat
yang Terdapat di Dalam Deterjen
Adapun Zat-zat yang
terdapat dalam deterjen yaitu:
1. Surfaktan yaitu untuk mengikat lemak dan
membasahi permukaan
2. Abrasive untuk menggosok kotoran
3. Substansi untuk mengubah PH yang mempengaruhi
penampilan ataupun stabilitas dari komponen lain
4. Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan
5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran
6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat
kotoran didalam suspense
7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun
karbohidrat didalam kotoran.
C.
Penggolongan
Deterjen
1.
Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk Fisiknya.
Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen dibedakan
atas :
1.
Deterjen
Cair
2.
Deterjen
Krim
3.
Deterjen
Bubuk
2. Penggolongan
Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya.
Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :
1. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic
detergents. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka
juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah
sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.
2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus
ion negatif.
3. Neutral atau Non-ionic Detergents
Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian
piring. Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun,
deterjen jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah.
Nonionic detergents kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic
detergents.
D.
Bahan
Baku Pembuatan Deterjen
1. Bahan Aktif (Active
Ingredients)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen
sehingga bahan ini harus ada dalam proses pembuatan deterjen. Secara kimia
bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari
bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar
beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10,
NP-20, dan NP-30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam
meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
2.
Bahan
Pengisi (Filler)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari
seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak
atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku
deterjen semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan
pengisi deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan
sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat.
Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3.
Bahan
Penunjang
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering
disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan
daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak
karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di tangan
pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly
phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan
tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air bekas
cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini
disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis
pupuk tertentu.
4.
Bahan
Tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam
proses pembuatan deterjen bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru
selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan ini dapat
memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan
demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen
bubuk tersebut.
Salah satu contoh dari bahan aditif adalah
carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi
untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut “antiredeposisi”.
Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya
merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan
bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk
deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
5.
Bahan
Pewangi (Parfum)
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk.
Artinya, walaupun secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi
bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk
deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9.
Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter
(ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen
dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum
umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar
dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen bubuk menggunakan jenis
parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan
tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum eksklusif ini
diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.
Beberapa nama parfum yang digunakan dalam
pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring
flower.
Antifoam
Cairan antifoam
digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk
mesin
cuci. Bahan tersebut
berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase
keberadaan senyawa ini
dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara
0,04 0,06%.
E.
Pembuatan
Deterjen
Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi
dilakukan dalam reaktor bersisi kaca yang dipasang dengan mixer efisien.
Dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22%
oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama
kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan
NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat).
Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai
jenis deterjen dilakukan sebagai berikut :
1. Pembuatan Detergen Anionik
a. Alkil aril sulfonat.
Alkil aril sulfonat
terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti dengan
satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena,
toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis
DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25)
dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24)
dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel
Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft
memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari
propilen tetramer.
b. Olefin sulfat dan
sulfonat.
Diproses dengan tiga
cara, yaitu :
b.1 Proses Oxo
Olefin direksikan
dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160°C sampai 175°C dengan
tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi
dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa
alkohol. Aldehida berkurang pada saat terbentuknya alkohol. Alkohol yang
dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat molekul kecil
dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat
molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik
dan produk cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan
detergen).
b.2 Proses Alfol (
Proses Ziegar)
Pada proses ini
aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen untuk
menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk
menghasilkan 3 mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara
sisa trietil direaksikan dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul
tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan
dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida.
b.3 Proses WI. Welsh
Pada proses ini alfa
olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau cahaya
ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang
katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan
alkohol. Reaksinya :
2.
Pembuatan
Detergen Kationik
a. Amina asetat (RNH3)OOCCH3
Dihasilkan dengan
menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan dapat larut dalam air.
b. Alkil trimetil
ammonium klorida (RN(CH3))3+Cl-
Dihasilkan dari
alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak.
Reaksi :
1. R-NH2 + 3 CH3Cl →
RN(CH2)2Cl + HCl
2. R2NH + 2 CH2Cl → R2N(CH2)2Cl
+ HCl
3.
Detergen
Nonionik
Pembuatan detergen
nonionik adalah :
a. Etilen oksida
Proses pembuatannya
dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik dengan etilen
oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220°C. Hasil yang
diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial.
b. Amina oksida
Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d.
Detergen amfoterik Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina)
direksikan dengan metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak-amino
propionik. Kemudian disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium.
F.
Dampak
Deterjen terhadap Lingkungan
Masalah yang
ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian jenis surfaktan
dan gugus pembentuk.
a.
Akibat Surfaktan
Di dalam air, sisa detergen harus mampu
mengalami degradasi (penguraian) oleh bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di
alam. Lambatnya proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa di atas
permukaan air, dalam jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan
oleh bentuk struktur surfaktan yang dipakai. Jika struktur kimia berupa rantai
lurus, gugus surfaktan ini mudah diuraikan.
C-C-C-C-C-C-C-C-C- (terurai cepat)
SO3Na
Sedangkan jika struktur berupa rantai
bercabang, maka surfaktan ini sulit dipecahkan.
C
C-C-C-C-C-C-C-C-C- (terurai lambat)
C
SO3Na
b.
Akibat Gugus Pembentukan
Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk
yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan ion ortofosfat.
P3O105- + 2H2O → 2HPO42- +
H2PO4-
Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam
proses eutrofikasi, yang bisa mengakibatkan tanaman alga dan tanaman air tumbuh
secara liar.
G.
Penanggulangan Limbah Deterjen
Pada produksi
surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan
reaktor film tipis. Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus
diperhatikan yaitu limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan
sisa SO3 yang tidak bereaksi.
Air
cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang biasanya
diolah dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama.
Degradasi bakterial pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi
karbon dioksida dan air. Limbah asam dari reactor dicuci dan dinetralisasi
dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas sulfonat yang
dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam dari gas-gas.
Asam hasil pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan bila gas itu
masih mengandung SO3 akan dilewatkan kembali ke zona reaksi.
Gas cerobong yang mengandung SO2dan SO3 mula-mula
akan dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk mengusir asam sulfat dan
asam sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya. Gas
dari pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan
bercampur dengan suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan
untuk mengusir semua residu SO2dan SO3, sehingga
dihasilkan udara bersih.
H.
Pabrik
Deterjen di Indonesia
Salah satu dari sekian
banyak deterjen yang beredar di Indonesia adalah Rinso. Rinso diluncurkan
sebagai merek deterjen pertama di negara ini. Akan tetapi, sebenarnya ini
adalah merek yang paling lazim digunakan di Amerika Serikat, Inggris dan
Australia sejak tahun 1918. Pada tahun 1970 setelah menyadari potensi bangsa
ini Unilever memposisikan Indonesia sebagai pangkalan Rinso.
Beberapa
produk deterjen dari Rinso adalah sebagai berikut :
1. Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front
Load
Mesin cuci bukaan atas membutuhkan deterjen dengan tingkat
bahan aktif tinggi, seperti Rinso Matic Top Load. Busa melimpah yang dihasilkan
oleh deterjen ini tidak memberatkan motor mesin cuci bukaan atas, sehingga
hasil pencucian menjadi bersih.
Lain halnya dengan mesin cuci bukaan depan, busa yang melimpah
dapat membuat mesin cuci bekerja lebih berat. Akibatnya, umur motor mesin
menjadi lebih pendek dan pakaian tak akan bersih secara sempurna. Oleh karena
itu, gunakan deterjen dengan bahan aktif rendah namun memiliki alkalinitas
aktif dan kadar enzim tinggi seperti Rinso Matic Front Load.
2. Rinso Cair dan Rinso Molto Ultra Cair
Busanya lebih banyak daripada deterjen bubuk biasa yang membuat
Rinso Cair mampu membersihkan lebih efektif dalam proses pencucian. Tidak ada
sisa butir-butir deterjen setelah proses pencucian, seperti yang umum terjadi
dalam proses pencucian menggunakan deterjen bubuk.
3. Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care
Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care adalah deterjen bubuk
dengan fungsi tambahan. Rinso Molto Ultra mengkombinasikan daya cuci hebat dari
Rinso Anti Noda dengan kelembutan dan kesegaran dari Molto Ultra sehingga hasil
cucian menjadi bersih menyeluruh hingga kedalam serat kain dan mengandung
softening beads untuk hasil yang ekstra lembut.
4. Rinso Anti Noda
Rinso anti noda telah memperkenalkan kemampuannya dalam
“menghilangkan noda dalam 1 kali kucek” dan merupakan salah satu produk
deterjen terbaik Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN
Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke
dalam suatu senyawa, sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H
ke dalam suatu senyawa. Salah satu contoh penerapan proses sulfonasi pada
industri dapat ditemui dalam industri deterjen. Proses pembuatan deterjen yang
berbahan baku dodekil benzena adalah sebagi berikut dimana dodekil benzena
dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu
antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam
sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang
memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat).
Salah satu pabrik deterjen di Indonesia adalah Rinso dari Unilever. Produk yang
dihasilkan antara lain adalah Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load,
Rinso Cair dan Rinso Molto Ultra Cair, Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and
Care, dan Rinso Anti Noda. Produksi deterjen di Indonesia meningkat setiap
tahunnya dan berdasarkan hasil peramalan produksi deterjen di Indonesia pada
tahun 2023 dan 2033 adalah 1164310,71 ton dan 1461060,71 ton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA