Subscribe
1. ADIPARWA
Adiparwa versi Jawa
Kuna yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Daerah Tingkat I provinsi Bali
Kitab Adiparwa merupakan kitab
pertama dari seri Astadasaparwa yang menceritakan berbagai kisah yang
bernafaskan ajaran Hindu. Kisah
kepahlawanannya dibumbui oleh ilmu sakti dan mitologi. Pada bagian awal
yang diceritakan adalah kisah Maharaja Janamejaya yang
menyelenggarakan upacara pengorbanan ular. Upacara yang
diselenggarakannya kemudian gagal. Untuk menghibur Sang Raja, Bagawan Wesampayana menuturkan sebuah
kisah tentang para leluhur Sang Raja, kemudian beralih kepada cerita pemutaran
Mandaragiri, kisah Sang Garuda dan para Naga, kisah
Bagawan Dhomya, kisah para Raja besar: Yayati, Bharata, Santanu. Selain itu kitab
Adiparwa juga menceritakan kisah kelahiran Rsi Byasa (penyusun kitab Mahabharata), kisah masa kecil Pandawa dan Korawa, kisah para Pandawa
mendapatkan Dropadi sebagai istri mereka
atas kemenangan Sang Arjuna, kisah Arjuna yang
mengasingkan diri ke hutan kemudian menikah dengan Chitrāngadā, Ulupi, dan Subadra, serta kisah
lahirnya Abimanyu, putera Arjuna
dengan Subadra.
2. SABHAPARWA
Kitab Sabhaparwa merupakan kitab
kedua dari seri Astadasaparwa. Kitab Sabhaparwa menceritakan kisah para Korawa yang mencari akal
untuk melenyapkan para Pandawa. Atas siasat licik Sangkuni, Duryodana mengajak para
Pandawa main dadu. Taruhannya adalah harta, istana, kerajaan, prajurit, sampai
diri mereka sendiri. Dalam permainan yang telah disetel dengan sedemikian rupa
tersebut, para Pandawa kalah. Dalam kisah tersebut juga diceritakan bahwa Dropadi ingin ditelanjangi
oleh Dursasana karena menolak untuk
menyerahkan pakaiannya. Atas bantuan Sri Kresna, Dropadi berhasil
diselamatkan. Pandawa yang sudah kalah wajib untuk menyerahkan segala hartanya,
namun berkat pengampunan dari Dretarastra, para Pandawa
mendapatkan kebebasannya kembali. Tetapi karena siasat Duryodana yang licik,
perjudian dilakukan sekali lagi. Kali ini taruhannya adalah siapa yang kalah
harus keluar dari kerajaannya dan mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun.
Pada tahun yang ke-13, yang kalah harus hidup dalam penyamaran selama 1 tahun.
Pada tahun yang ke-14, yang kalah berhak kembali ke kerajaannya. Dalam
pertandingan tersebut, para Pandawa kalah sehingga terpaksa mereka harus
meinggalkan kerajaannya.
3. WANAPARWA
Kitab Wanaparwa merupakan kitab
ketiga dari seri Astadasaparwa. Kitab Wanaparwa menceritakan kisah pengalaman
para Pandawa bersama Dropadi di tengah hutan.
Mereka bertemu dengan Rsi Byasa, seorang guru rohani
yang mengajarkan ajaran-ajaran Hindu kepada Pandawa dan
Dropadi, istri mereka. Atas saran Rsi Byasa, Arjuna bertapa di gunung Himalaya agar memperoleh
senjata sakti yang kelak digunakan dalam Bharatayuddha. Kisah Sang Arjuna
yang sedang menjalani masa bertapa di gunung Himalaya menjadi inspirasi untuk
menulis Kakawin
Arjuna Wiwaha.
4. WIRATAPARWA
Kitab Wirataparwa merupakan kitab
keempat dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah penyamaran para Pandawa beserta Dropadi di Kerajaan
Wirata.
Yudistira menyamar sebagai
seorang ahli agama, Bima menyamar sebagai
juru masak, Arjuna menyamar sebagai
guru tari, Nakula menyamar sebagai
penjaga kuda, Sahadewa menyamar sebagai
pengembala, dan Dropadi menyamar sebagai
penata rias.
5. UDYOGAPARWA
Kitab Udyogaparwa merupakan kitab
kelima dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan sikap Duryodana yang tidak mau
mengembalikan kerajaan para Pandawa yang telah selesai
menjalani masa pengasingan, namun sebaliknya ia menantang mereka untuk
berperang. Pandawa yang selalu bersabar mengirimkan duta perdamaian ke pihak Korawa, namun usaha mereka
tidak membuahkan perdamaian. Sikap para Korawa membuat perang tidak dapat
dielakkan. Pandawa dan Korawa mempersiapkan kekuatannya dengan mencari bala
bantuan dan sekutu ke seluruh pelosok Bharatawarsha (India Kuno). Sri Kresna mengajukan tawaran
kepada Pandawa dan Korawa, bahwa di antara mereka boleh meminta satu pilihan:
pasukannya atau tenaganya. Melihat tawaran tersebut, Pandawa yang diwakili Arjuna menginginkan tenaga
Sri Kresna sebagai kusir dan penasihat sedangkan Korawa yang diwakili Duryodana
memilih pasukan Sri Kresna. Dalam kitab ini juga diceritakan kisah perjalanan Salya – “Sang Raja Madra” – menuju markas
Pandawa karena memihak mereka, namun di tengah jalan ia disambut dengan baik
oleh Duryodana sehingga Salya mengubah pikirannya dan memihak Korawa karena
merasa berhutang kepada Duryodana. Duryodana juga berniat jahat terhadap Sri
Kresna namun karena Sri Kresna bukan manusia biasa, maka usahanya tidak
berhasil.
6. BHISMAPARWA
Bhagawad Gita, sebuah bab dari
kitab Bhismaparwa yang kemudian menjadi kitab tersendiri. Isinya mengenai
ajaran-ajaran Agama
Hindu
yang disampaikan oleh perantara Kresna kepada Arjuna
Kitab Bhismaparwa merupakan kitab
keenam dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah dimulainya
pertempuran akbar antara pihak Pandawa dan Korawa di sebuah daratan
luas yang sangat suci dan keramat bernama Kurukshetra, letaknya di sebelah
utara negeri India. Setelah kedua belah
pihak sepakat dengan aturan perang, maka kedua belah pihak berkumpul dan
memenuhi daratan Kurukshetra, siap untuk berperang. Pihak Korawa dipimpin oleh Bhisma sedangkan pihak
Pandawa dipimpin oleh Drestadyumna. Sebelum pertempuran
berlangsung, Arjuna dilanda keraguan dan
kebimbangan setelah ia melihat para saudara dan kerabatnya berkumpul untuk
saling membantai. Arjuna tidak tega untuk membunuh para Korawa, yang masih
merupakan saudara. Karena Arjuna dilanda oleh berbagai keraguan, Kresna yang berperan
sebagai kusir kereta Arjuna mencoba menyadarkannya dengan memberikan
wejangan-wejangan suci yang kemudian dikenal sebagai “Bhagawad
Gita”,
atau “Nyanyian seorang rohaniwan”. Bhagawad Gita ini menjadi kitab tersendiri
yang merupakan intisari dari ajaran-ajaran Veda. Wejangan suci dari Kresna
membuat Arjuna bangkit, dan melangsungkan pertempuran. Akhirnya Bhisma yang
menjadi panglima perang Korawa, gugur pada hari kesepuluh dengan siasat Arjuna yang
menggandeng Srikandi.
7. DRONAPARWA
Kitab Dronaparwa merupakan kitab
ketujuh dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah diangkatnya
Bagawan Drona sebagai panglima
perang pasukan Korawa setelah Rsi Bhisma gugur di tangan Arjuna. Dalam kitab ini
diceritakan bahwa Drona ingin menangkap Yudistira hidup-hidup untuk
membuat Duryodana senang. Usaha
tersebut tidak berhasil karena Arjuna selalu melindungi Yudistira. Pasukan yang
dikirim oleh Duryodana untuk membinasakan Arjuna selalu berhasil ditumpas oleh
para ksatria Pandawa seperti Bima dan Satyaki. Dalam kitab
Dronaparwa juga diceritakan tentang siasat Sri Kresna yang menyuruh agar
Bima membunuh gajah bernama Aswatama. Setelah gajah tersebut dibunuh, Bima
berteriak sekeras-kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona menanyakan kebenaran
ucapan tersebut kepada Yudistira, dan Yudistira berkata bahwa Aswatama mati.
Mendengar hal tersebut, Drona kehilangan semangat berperang sehingga meletakkan
senjatanya. Melihat hal itu, ia dipenggal oleh Drestadyumna. Setelah kematian
Drona, Aswatama, putera Bagawan
Drona, hendak membalas dendam. Dalam kitab Dronaparwa juga diceritakan kisah
gugurnya Abimanyu yang terperangkap
dalam formasi Cakrawyuha serta gugurnya Gatotkaca dengan senjata sakti
panah Konta.
8. KARNAPARWA
Kitab Karnaparwa merupakan kitab
kedelapan dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah diangkatnya Karna sebagai panglima
perang pasukan Korawa, menggantikan Bagawan
Drona yang telah gugur.
Setelah Abimanyu dan Gatotkaca gugur, Arjuna dan Bima mengamuk. Mereka
banyak membantai pasukan Korawa. dalam kitab ini
diceritakan bahwa Bima berhasil membunuh Dursasana dan merobek dadanya
untuk meminum darahnya. Salya, Raja Madra, menjadi kusir
kereta Karna. Kemudian terjadi pertengkaran antara Salya dengan Karna. Dalam
kitab ini diceritakan bahwa roda kereta
perang
Karna terperosok ke dalam lubang. Karna turun dari kereta dan mencoba untuk
mengangkat roda keretanya. Dengan senjata panah pasupati, Arjuna berhasil membunuh
Karna yang sedang lengah.
9. SALYAPARWA
Kitab Salyaparwa merupakan kitab
kesembilan dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah diangkatnya Salya sebagai panglima
perang pasukan Korawa, menggantikan Karna yang telah gugur.
Salya hanya memimpin selama setengah hari, karena pada hari itu juga Salya
gugur di tangan Yudistira. Dalam kitab ini
diceritakan kisah Duryodana yang ditinggal mati
saudara dan sekutunya dan kini hanya ia sendirian sebagai Korawa yang menyerang Pandawa. Semenjak seluruh
saudaranya gugur demi memihak dirinya, Duryodana menyesali segala perbuatannya
dan berencana untuk menhentikan peperangan. Ia pun bersedia untuk menyerahkan
kerajaannya kepada para Pandawa agar mampu meninggalkan dunia fana dengan
tenang. Sikap Duryodana tersebut menjadi ejekan bagi para Pandawa. Karena tidak
tahan, Duryodana tampil ke medan laga dan melakukan perang tanding menggunakan gada melawan Bima. Dalam pertempuran
tersebut, Kresna yang mengetahui
kelemahan Duryodana menyuruh Bima agar memukul paha Duryodana. Setelah pahanya
terpukul, Duryodana kalah. Namun sebelum ia meninggal, Aswatama yang masih hidup
diangkat menjadi panglima perang.
10. SAUPTIKAPARWA
Kitab Sauptikaparwa merupakan kitab
kesepuluh dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah tiga ksatria
dari pihak Korawa yang melakukan
serangan membabi buta pada di malam hari, saat tentara Pandawa sedang tertidur
pulas. Ketiga ksatria tersebut adalah Aswatama, Krepa, dan Kritawarma. Aswatama yang
didasari motif balas dendam membunuh seluruh pasukan Panchala termasuk Drestadyumna, yang membunuh Drona, ayah Aswatama.
Selain itu Aswatama juga membunuh Srikandi serta kelima putera
Pandawa atau Pancawala. Aswatama kemudian
menyesali perbuatannya lalu pergi ke tengah hutan, berlindung di pertapaan Rsi Byasa. Para Pandawa dan Kresna menyusulnya.
Kemudian di sana terjadi pertarungan sengit antara Aswatama dengan Arjuna. Rsi
Byasa dan Kresna berhasil menyelesaikan pertengkaran tersebut. Kemudian
Aswatama menyerahkan seluruh senjata dan kesaktiannya. Ia sendiri mengundurkan
diri demi menjadi pertapa.
11. STRIPARWA
Kitab Striparwa merupakan kitab
kesebelas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah ratap tangis
para janda yang ditinggal suaminya di medan perang. Dikisahkan pula Dretarastra yang sedih karena
kehilangan putera-puteranya di medan perang, semuanya telah dibunuh oleh Pandawa. Yudistira kemudian mengadakan
upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci
kepada arwah leluhur. Dalam kitab ini, Kunti menceritakan
asal-usul Karna yang selama ini
menjadi rahasia pribadinya.
12. SANTIPARWA
Kitab Santiparwa merupakan kitab
kedua belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah berkumpulnya Dretarastra, Gandari, Pandawa, dan Kresna di Kurukshetra. Mereka sangat
menyesali segala perbuatan yang telah terjadi dan hari itu adalah hari
tangisan. Yudistira menghadapi masalah
batin karena ia merasa berdosa telah membunuh guru dan saudara sendiri.
Kemudian Bhisma yang masih terbujur
di atas panah memberikan wejangan kepada Yudistira. Ia membeberkan
ajaran-ajaran Agama
Hindu
secara panjang lebar kepadanya. Rsi Byasa dan Kresna turut membujuknya.
Mereka semua memberikan nasihat tentang ajaran kepemimpinan dan kewajiban yang
mesti ditunaikan oleh Yudistira.
13. ANUSASANAPARWA
Kitab Anusasanaparwa merupakan kitab
ketiga belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah Yudistira yang menyerahkan
diri bulat-bulat kepada Bhisma untuk menerima
ajarannya. Bhisma menjelaskan ajaran Agama Hindu dengan panjang lebar
kepadanya, termasuk ajaran kepemimpinan, pemeintahan yang luhur, pelajaran
tentang menunaikan kewajiban, tentang mencari kebahagiaan, dan sebagainya.
Akhirnya, Bhisma yang sakti mangkat ke surga dengan tenang.
14. ASWAMEDHIKAPARWA
Kitab Aswamedhikaparwa merupakan kitab
keempat belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah kelahiran Parikesit yang sebelumnya
tewas dalam kandungan karena senjata sakti milik Aswatama. Dengan pertolongan
dari Kresna, Parikesit dapat
dihidupkan kembali. Kemudian Yudistira melakukan upacara Aswamedha. Untuk menyelenggarakan
upacara tersebut, ia melepas seekor kuda. Kuda tersebut mengembara selama
setahun dan di belakangnya terdapat pasukan Pandawa yang dipimpin oleh Arjuna. Mereka mengikuti
kuda tersebut kemanapun pergi. Kerajaan-kerajaan yang dilalui oleh kuda
tersebut harus mau tunduk di bawah kuasa Yudistira jika tidak mau berperang.
Sebagian mau tunduk sedangkan yang membangkang harus maju bertarung dengan
Arjuna karena menentang Yudistira. Pada akhirnya, para Raja di daratan India mau mengakui
Yudistira sebagai Maharaja Dunia.
15. ASRAMAWASIKAPARWA
Kitab Asramawasikaparwa merupakan kitab
kelima belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah Dretarasta, Gandari, Kunti, Widura dan Sanjaya yang menyerahkan
kerajaan sepenuhnya kepada Raja Yudistira sedangkan mereka
pergi bertapa ke tengah hutan. Pandawa sempat mengunjungi
pertapaan merekja di tengah hutan. Akhirnya, Batara
Narada
datang ke hadapan para Pandawa, dan mengatakan bahwa hutan tempat Dretarastra,
Gandari, Kunti bertapa terbakar oleh api suci mereka sendiri, sehingga mereka
wafat dan langsung menuju surga.
16. MOSALAPARWA
Kitab Mosalaparwa merupakan kitab
keenam belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah binasanya
bangsa Wresni karena kutukan
seorang Brahmana. Bangsa Wresni
menghancurkan sesamanya dengan menggunakan senjata gada (mosala) setelah
lupa diri karena meminum arak yang menyebabkan mereka mabuk. Sehabis
pertempuran bangsa Wresni, Baladewa bermeditasi di
tengah hutan kemudian mengeluarkan ular suci dari mulutnya, setelah itu ia menghilang
mencapai keabadian. Setelah Kresna ditinggal Baladewa
dan bangsa Wresni musnah semua, ia pergi ke tengah hutan untuk bertapa. Di
dalam hutan, seorang pemburu melihat kaki Kresna bagaikan seekor rusa kemudian
menembakkan anak panah. Hal tersebut membuat Kresna mencapai keabadian dan
meninggalkan dunia fana. Arjuna sempat mengunjungi
Dwarawati, dan ia mendapati bahwa kota tersebut telah sepi. Ia mengadukan hal
tersebut kepada Rsi Byasa, dan Rsi Byasa
menasihati para Pandawa agar meninggalkan
hal-hal duniawi untuk menempuh hidup sebagai “Sanyasin” (pertapa).
17. PRASTHANIKAPARWA
Kitab Prasthanikaparwa merupakan kitab
ketujuh belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan kisah Pandawa dan Dropadi yang mengundurkan
diri dari pemerintahan dan menjauhkan diri dari kehidupan duniawi untuk menjadi
seorang pertapa. Mereka menyerahkan tahta kepada Parikesit, satu-satunya
keturunan mereka yang selamat dari perang Bharatayuddha. Para Pandawa
beserta Dropadi berencana untuk berziarah ke gunung Himalaya sebagai akhir hidup
mereka. Dalam perjalanan, Dropadi dan satu persatu dari Pandawa bersaudara (Sahadewa, Nakula, Arjuna, Bima) meninggal dalam
perjalanan. Hanya Yudistira yang masih hidup dan
melanjutkan perjalanannya. Yudistira membiarkan jenazah saudara-saudaranya
terkubur di tengah perjalanan tanpa memberikan upacara pembakaran yang layak.
Di tengah jalan, Yudistira bertemu dengan seekor anjing, dan anjing tersebut
kemudian menjadi teman perjalanannya. Bersama-sama, mereka berdua berhasil
mencapai puncak. Sesampainya di puncak, kereta kencana Dewa Indra pun turun ke bumi
untuk menjemput Yudistira ke surga.
18. SWARGAROHANAPARWA
Kitab Swargarohanaparwa merupakan kitab
kedelapan belas dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan akhir kisah
perjalanan suci yang dilakukan oleh Pandawa. Kisahnya diawali
dengan penolakan Yudistira yang tidak mau
berangkat ke surga jika harus
meninggalkan anjing yang setia menemani dalam perjalanannya. Atas ketulusan
hati Yudistira, si anjing pun menampakkan wujud aslinya sebagai Dewa Dharma, ayah Yudistira.
Dewa Dharma mengatakan bahwa Yudistira telah berhasil melewati ujian yang
diberikan kepadanya dengan tenang. Setelah mengetahui yang sebenarnya,
Yudistira bersedia berangkat ke surga. Sesampainya di surga, Yudistira terkejut
karena tidak menemukan saudara-saudaranya yang saleh, melainkan mendapati bahwa
Duryodana beserta sekutunya
yang jahat ada di sana. Sang Dewa mengatakan bahwa mereka bisa berada di surga
karena gugur di tanah suci Kurukshetra. Yudistira kemudian
berangkat ke neraka. Di sana ia mendengar suara saudara-saudaranya yang
menyayat agar mau menemani penderitaan mereka. Yudistira yang memilih untuk
tinggal di neraka bersama saudara yang saleh daripada tinggal di surga bersama
saudara yang jahat membuat para Dewa tersentuh. Tabir ilusi pun dibuka. Dewa Indra menjelaskan bahwa
sebenarnya saudara-saudara Yudistira telah berada di surga bersama dengan
saudaranya yang jahat. Yudistira pun menyadarinya kemudian hidup berbahagia di
surga setelah membuang jasadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA