CLICK FOR CLAIM PROMO !

Senin, 07 Maret 2016

makalah tentang Hukum Acara Pidana

Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Arti Hukum Acara Pidana
Hukum Pidana secara keseluruhan yang meliputi pidana material dan pidana
formal. Menurut R. Soesilo, bahwa hukum pidana formal itu adalah kumpulan peraturan - peraturan hukum yang memuat ketentuan - ketentuan mengatur soal - soal sebagai berikut:
a.       Bagaiamana mengambil suatu tindakan jika ada sangkaan telah terjadi tindak pidana dan mencari kebenaran tentang tindak pidana yang dilakukan.
b.      Jika ada tindak pidana, siapa dan cara bagaimana mencari, menyelidiki, orang yang disangkka bersalah, cara menangkap, menahan dan memeriksa orang itu.
c.       Cara mengumpulkan barang bukti, memeriksa, menggeledah badan dan tempat-tempat dan menyita barang untuk membuktikan tersangka bersalah.
d.      Cara bagaimana pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwaoleh hakim sampai dapat diajtuhkan pidana.
e.       Cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana material, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.
Hukum pidana formal merupakan hukum acara pidana,  menurut Prof. Moeljatno, SH berdasarkan atas definisi-definisi yang ada menyimpulkan bahwa Hukum Acara Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang memberi dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada sesuatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang yang telah melakukan delik tersebut.
2.      Tujuan Hukum Acara Pidana
Pedoman pelaksanaan KUHAP yaitu jelasnya bahwa tujuan hukum acara pidana adalah memberi kebenaran material yang artinya suatu kebenaran yang sebenarnya terjadi atau kebeneran yang senyata - nyatanya ada dalam pekara pidana. 
3.      Tugas / Fungsi Hukum Acara Pidana
Prof. Moeljatno, SH berdasarkan atas devinisi hukum acara pidana yang dibuat menambahkan bahwa fungsi hukum pidana adalah melaksanakan ketentuan - ketentuan hukum pidana. Mr. Van Bemmelen, dalam tulisannya “Leerboek van Het Nederlandsch strat procesrecht”, menyebutkan ada tiga fungsi pokok Hukum Acara Pidana yaitu:
a.       Mencari dan menemukan kebenaran
b.      Pengambilan keputusan oleh hakim
c.       Pelaksanaan dari pada keputusan yang telah diambil (S.Soemah Dipradja, 1978)
4.      Sistem Hukum Acara Pidana
Dalam ilmu pengetahuan hukum acara pidana ada dua system peradilan yaitu system inquisitoir dan system accusatoir. Adapun pengertian yaitu:
a.       System inquisitoir, tersangka merupakan obyek utama dalam pemeriksaan kemudian diarahkan menurut kemauan penyidik sampai diperoleh pengakuan salah dari tersangka kemudian dicatat dalam berkas pemeriksaan.
b.      System accusatoir, tersangka dianggap subyek dan tersangka dan tersangka memperoleh kesempatan untuk berargumentasi dan berdebat dengan pihak terdakwa yaitu Kepolisian atau Jaksa Penuntut Umum dan mempunyai hak yang sama nilainya.

·         Apakah sistem accusatoir diterapkan dengan murni jika tidak mengapa? Jika iya mengapa?
Menurut Oemar Seno Adji, sebagai berikut: Kadang-kadang diambillah suatu kesimpulan, bahwa tidak mungkin kita mengatakan bahwa hukum acara pidana dalam suatu negara itu menganut sistem yang murni accusatoir dan murni Inquisitoir melainkan ia mengandung suatu campuran dari kedua-duanya, accusatoir dan iquisatoir, khususnya apabila dikemukakan adanya karakteristik tertentu untuk rnembeda-bedakan kedua sistem tersebut. Misalnya dipergunakan sebagai suatu kriterium adanya suatu pemeriksaan yang terbuka ataupun tertutup terhadap orang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana, dengan sendirinya ia menimbulkan suatu stelsel campuran, karena umumnya dalam pemeriksaan pendahuluan kita menerima suatu pemeriksaan yang tidak terbuka, sedangkan pemeriksaan di persidangan pengadilan acara terbuka untuk umum . Karena itu identifikasi suatu sistem accusatoir ataupun inquisitoir dengan sifat demokratis ataupun sifat demokratis dari hukum acara pidana yang berlaku tidak dapat dibenarkan.

5.      Azas-azas Hukum Acara Pidana
·         Cermati apa yang terkandung dari azas hukum acara pidana!
Dalam  hukum acara pidana dikenal adanya beberapa azas yaitu:
1.      Azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ( Azas Tri Logi Peradilan )
Penjelasan umum KUHAP butir 3 e menyebutkan: Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringanserta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekwen dan seluruh tingkat pemeriksaan.
Hal tersebut merupakan kutipan pasal 4 ayat 2 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970 di rubah dengan UU No.4 tahun 2004 Tentag Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat 2).
2.      Azas praduga tak bersalah lihat ketentuan pasal 8 UU No. 4/2004
Dalam penjelasan umum butir 3 c KUHAP disebutkan: setiap orang yang disangka, ditangkap,ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap, azas ini diatur dalam pasal 8 UU No. 4 Tahun 2004, lihat juga pasal 6 UU no 4/2004.
3.      Azas oportunitas
Azas Oportunitas berkaitan dengan tugas dan wewenang Jaksa/ Penuntut Umum untuk mengadakan penuntutan atau tidak terhadap suatu perkara tindak pidana, azas ini diatur dalam Undang-undang tentang Kejaksaan (UU No.16 Tahun 2004) diatur melalui pasal 5c yang menyebutkan bahwa Jaksa Agug dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
4.      Azas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Dalam penjelasan umum KUHAP   utir 3 i menyebutkan bahwa pemeriksaan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. Azas ini dalam 153 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP. Jadi sidang terbuka untuk umum ada hal-hal tertentu khususnya mengenai delik kekusilaan. Tujuannya adalah sebagai pencerminan azas demokrasi dibidang pengadilan sehingga jaminan terhadap harkat dan martabat manusia betul terjamin adanya. Diatur dalam pasal 20 UU No. 4/20040 UU dan Pasal 195 KUHAP.
5.      Azas perlakuan yang sama didepan hakim
Penejeasan umum KUHAP butir 3 a dan pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 meneyebutkan “ Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedak-bedakan orang.”
·         Apakah azas kedudukan yang sama di depan hukum dapat diterapkan dengan murni?
Dapat karena Setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum. Persamaan perlakuan ini penting untuk diberlakukan karena tindakan yang membeda-bedakan warga Negara dalam hukum merupakan suatu tindakan diskriminasi dan tidak adil. Siapapun warga Negara yang melanggar hukum, harus mendapat sanksi hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang tidak melanggar hukum atau melakukan perbuatan melawan hukum, harus bebas atau terhindar dari sanksi hukum. Siapapun mereka, apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, harus diperlakukan sama di depan hukum.

6.      Azas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Penjelasan umum KUHAP butir 3 a menyebutkan bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, artinya pemeriksaan dilakukan secara langsung dan atau tidak dapat dilaksanakan atau dikuasakan pada orang lain seperti dalam perkara perdata. Pemeriksaan oleh hakim ada dilakukan secara lisan dan langsung.
7.      Azas bantuan hukum
Penjelasan umum KUHAP butir 3 f menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. Azas hukum ini ada dalam pasal 69 sampai pasal 74 KUHAP.
·         Kedudukan Penasehat Hukum
1.      Penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka “dapat” membolehkan atau penasehat hukum untuk mengikuti jalannya pemeriksaan. Namun kalau penyidik tidak menyetujuinya atau “tidak membolehkannya” penasehat hukum tidak dapat memaksakan kehendaknya untuk mengikuti jalannya pemeriksaan.
2.      Kedudukan dan kehadiran penasehat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan adalah “secara fasif”. Atau hanya sebagai penonton.
3.      Kehadiran yang fasif yang boleh melihat dan mendengar jalannya pemeriksaan, hanya berlaku terhadap tersangka yang dituntut diluar kejahatan terhadap keamanan negara. Jika kejahatan terhadap keamanan negara maka kedudukan fasif penasehat hukum “dikurangi” semakin fasif.

8.      Azas ne bis in idem
Azas ne bis idem diatur dalam pasal 76 KUHP yang menyebutkan bahwa tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang bagi telah diputuskan oleh hakim.

6.         Ilmu-Ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana
     Proses pemeriksaan perkara pidana terutama di dalam perolehan bahan-bahan dalam adalah sangat diperluakn adanya bantuan dari disiplin ilmu lainnya terdiri dari:
a.       Psychologie: terutama psychologie criminal sangat perlu untuk memahami jiwa seseorang; misalnya adanya perbedaan kejiwaan antara orang kota dan orang pedesaan. Begitu juga dalam hal seseorang tidak mau memberikan jawaban atas pertanyaan apakah ada unsur jiwa.
b.      Psychiatrie: tertutama diperlukan bagi seseorang yang ada kelainan jiwa atau keadaan jiwa yang terganggu maka dalam hal ini diperlukan seorang psychiatrie.
c.       Criminalistiek: sangat penting di dalam tugas penyidikan sebab ilmu criminalistiek ini khusus mempelajari tentang penyidikan.
d.      Criminology: penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dan sebab seseorang tersebut melakukan kejahatan.





BAB II
SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

1.      Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Penggolongan penduduk pada zaman Hindia Belanda terdapat 2 golongan yaitu dualisme dana atau pluralisme dan menerapka hukum masing-masing dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu:
a.       Tahun 1848 dengan dikodifikasinya tentang “Aturan Umum Peraturan Perundangan Untuk Indonesia” (Alegemene Bepalingen van Wet geving atau dingkat AB) pasal 6 sampai 10 mengatur golongan penduduk Hindia Belanda golongan Eropah yaitu penganut Kristen dan golongan Bumiputra bukan kristen.
b.      Tahun 1854 dengan keluarnya “Pengaturan Pemerintahan Hindia Belanda” (Regering Reglement disngkat RR) ketentuan pasal 6 sampai 10 AB diganti dengan pasal 109 RR dimana tidak lagi ada syarat dan semua dipersamakan.
c.       Tahun 1920 berlakunya Indische Staatsregeling disingkat IS dalam pasal 109 RR diganti dengan pasal 163 IS membagi 3 golongan yaitu golongan Eropah, golongan Bumi Putra dan golongan Timur Asing.
Dalam hukum acara pidana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
a.       Reglement op de Rechterlijk Organisatie (reglemen Organisasi Kehakiman) stb.1848 no.57 yang memuat ketetapan-ketetapan mengenai organisasi kehakiman
b.      Reglement op de straft voordering (reglemen hukum acara pidana stb.1849 no.63, yang memuat hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropah dan yang disamakan dengan mereka.
c.       Landgrechtsregelment (reglemen Hakim Kepolisian) stb. 1914 no.317 yang memuat acara di muka Hakim Kepolisian yang memeriksa dan memutus perkara-perkara kecil untuk semua golongan penduduk.
d.      Inlandsh Reglement yang biasa disingkat IR stb.1848 no.16 memuat hukum acara perdata dan hukum acara pidana dimuka pengadilan landraad bagi golongan penduduk Bumiputra (Indonesia) dan Timr Asing, yang hanya berlaku untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah luar Jawa dan Madura berlaku Rechtsreglement voor de Buitengewesten yang disingkat R Bg stb. 1927 no.227.
2.      Masa Pemerintahan Penduduk Jepang
Pada zaman penduduk jepang di indonesia berdasarkan undang-undang no.1 tahun 1942, yang berisi aturan peralihan untuk daerah Jawa dan Madura. Badan-badan pemerintahan sudah ada terdahulu tetap berlaku Raad van Justitie ( Pengadilan golongan Eropah) dicabut/dihapuskan. Hukum acara pidana yang berlaku untuk pengadilan tersebut diatas adalah HIR dan R.Bg serta Landgerechts reglement untuk perkara pidana kecil/ringan.
3.      Masa Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 1945
Dengan proklamasi 17 Agustus 1945 maka lahirlah Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. UUD 1945   ada aturan peralihan (pasal II AP) dan untuk memperkuat pasal peralihan Presiden mengeluarkan suatu peraturan pada tanggal 10 Oktober 1945 disebut dengan peraturan no.2. dengan hal tersebut maka jelaslah bahwa susunan pengadilan serta huku acara pidana yang ada pada zaman pendudukan Jepang adalah tetap berlaku pada masa Republik.
4.      Hukum Acara Pidana Menurut UU (drt) No. 1 Tahun 1951
Menurut ketentuan pasal 1 undang-undang beberapa pengadilan dihapus, yaitu:
a.       Mahkamah Justisi di Makasar dan alat penuntut umum yang ada.
b.      Apelraad di Makasar
c.       Apelraad di Medan
d.      Segala Pengadilan Negara dan Landgerecht
e.       Segala Pengadilan Kepolisian beserta alat Penuntut Umumnya
f.       Segala Pengadilan Magistraat
g.      Segala Pengadilan Kabupaten
h.      Segala Pengadilan Distrik
i.        Pengadilan Swapraja dan Pengadilan Adat (berangsur-angsur dicabut)
Namun masih ada bebrapa undang-undang yang berlaku, untuk seluruh Indonesia ada 3 macam pengadila  sehari-hari untuk semua golongan penduduk sipil yaitu:
a.       Pengadilan Negeri untuk pemeriksaan tingkat pertama.
b.      Pengadilan Tinggi untuk pemeriksaan tingkat banding.
c.       Mahkamah Agung untuk pemeriksaan tingkat kasasi
Hukum acara pidana berlaku untuk semua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU (drt) no. 1 Tahun 1951

5.      Hukum Acara Pidana Dengan Berlakunya UU No. 8 Tahun 1981
Untuk mencapai kekuasaan kehakiman dalam pasal 24 UUD 1945 dan dibuat UU No.19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehakiman, yang diganti dengan UU No. 14 Tahun 1970 dengan judul yangv sama. Pasal 12 UU No. 14 Tahun 1970hal tersebut telah diundangkan UU No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 yang menyatakan berlaku hukum acara pidana yang bru yaitu: “Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidang di singkat KUHAP. Dengan berlaku KUHAP dengan tegas dinyatakan dicabut berlakunya:
a.       HIR ( stb.1941 no 44), dihubungkan dengan UU No. 1 Drt 1951 beserta aturan pelaksanaanya.
b.      Ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, dengan ketentuan sepanjang mengenai hukum acara pidana.






















BAB III
RUANG LINGKUP DAN
SUMBER-SUMBER HUKUM ACARA PIDANA

1.      Ruang Lingkup Hukum Acara Pidana
Ruang lingkup hukum pidana sangat erat kaitannya dengab proses pemeriksaan perkara pidana, KUHAP sekarang ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
a.       Penyidikan Perkara Pidana
Penyidikan merupakan hal pertama dalam penyidikan perkara pidana yg dilakukan polisi sejak ada sangkaan bahwa seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan penyidikan itu diatur dalam undang-undang (KUHAP).
b.      Penuntutan Perkara Pidana
Menuntut adalah tindakan oenuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang agar permintaan dan diperiksa serta diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan perkara pidana adalah tugas yang dilakukan oleh kejaksaan.
c.       Pemeriksaan di sidang Pengadilan
Hakim pengadilan memeriksa dan mengadili serta mengambil keputusan. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana.
d.      Pelaksanaan Putusan
Melaksanakan keputusan hakim adalah menyelenggarakan agar segala sesuatu yang tercantum dalam surat keputusan hakim dapat dilaksanakan. Pelaksanaan keputusan hakim ini adalah tugas kejaksaan dengan tetap ada pengawasan oleh hakim. UU No. L6/2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 30 ayat 1.

2.      Suumber-sumber Hukum Acara Pidana
a.       Undang-undang Dasar 1945
Terdapat beberapa pasal yang engatur tentang hukum acara pidana, yaitu:
1)      Pasal 24 dan 25 yang menyebutkan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain kehakiman menurut undanf-undang ini (Pasal 24 ayat 1)
Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang (pasal 24 ayat 2)
2)      Pasal 25 menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi hakim dan diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.
3)      Penjelasan pasal 24 dan 25
b.      Undang-undang
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum acara pidana yaitu:
1)      UU No 8 Tahun 81, ln 1981 No 76 KUHAP
2)      UU No 3 Tahun 1971, LN 1971 No 19 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
3)      UU No 14 Tahun 1970, LN 1970 No 74 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman
4)      UU No 14 Tahun 1967 No 34 tentang Pokok Perbankan, khususnya pasal 37
5)      UU No 11 (PNPS) Tahun 1963, LN 1963 No 101 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi
6)      UU No 15 Tahun 1961, LN 1961No 254 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI
7)      UU No 13 Tahun 1961, LN 1961 No 245 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kepolisian RI
8)      UU No 16 Tahun 1961, LN 1961 No 225 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi
9)      UU No 5 (PNPS) Tahun 1959, LN 1959 No 80 tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana tertentu
10)   UU No 7 Tahun 1955, LN 1955 No 27 tentang Pengudutan,Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
11)  Reglement op de Rechtelijke Organisaie en het beleid der Justitie disingkat RO
12)  UU No 16/2004 Tentang Kejaksaan RI
13)  UU No 18/2003 Tentang Advokat
14)  UU No 2/2003 Tentang Kepolisian RI
15)  UU No 24/2003 Tentang MK
16)  UU No 4/2004 Tentang Kehakiman

17)  UU No 5/2004 Tentang MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA

SIMAK JUGA ARTIKEL DAN MAKALAH LAINNYA

Soal UAS PKN TAHUN 2017