Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN
1. Arti
Hukum Acara Pidana
Hukum
Pidana secara keseluruhan yang meliputi pidana material dan pidana
formal. Menurut R.
Soesilo, bahwa hukum pidana formal itu adalah kumpulan peraturan - peraturan
hukum yang memuat ketentuan - ketentuan mengatur soal - soal sebagai berikut:
a. Bagaiamana
mengambil suatu tindakan jika ada sangkaan telah terjadi tindak pidana dan
mencari kebenaran tentang tindak pidana yang dilakukan.
b. Jika
ada tindak pidana, siapa dan cara bagaimana mencari, menyelidiki, orang yang
disangkka bersalah, cara menangkap, menahan dan memeriksa orang itu.
c. Cara
mengumpulkan barang bukti, memeriksa, menggeledah badan dan tempat-tempat dan
menyita barang untuk membuktikan tersangka bersalah.
d. Cara
bagaimana pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwaoleh hakim
sampai dapat diajtuhkan pidana.
e. Cara
bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana material, sehingga
memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus
dilaksanakan.
Hukum
pidana formal merupakan hukum acara pidana,
menurut Prof. Moeljatno, SH berdasarkan atas definisi-definisi yang ada
menyimpulkan bahwa Hukum Acara Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu Negara, yang memberi dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan
dengan cara dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada sesuatu
perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang yang telah
melakukan delik tersebut.
2. Tujuan
Hukum Acara Pidana
Pedoman
pelaksanaan KUHAP yaitu jelasnya bahwa tujuan hukum acara pidana adalah memberi
kebenaran material yang artinya suatu kebenaran yang sebenarnya terjadi atau
kebeneran yang senyata - nyatanya ada dalam pekara pidana.
3. Tugas
/ Fungsi Hukum Acara Pidana
Prof.
Moeljatno, SH berdasarkan atas devinisi hukum acara pidana yang dibuat
menambahkan bahwa fungsi hukum pidana adalah melaksanakan ketentuan - ketentuan
hukum pidana. Mr. Van Bemmelen, dalam tulisannya “Leerboek van Het Nederlandsch
strat procesrecht”, menyebutkan ada tiga fungsi pokok Hukum Acara Pidana yaitu:
a. Mencari
dan menemukan kebenaran
b. Pengambilan
keputusan oleh hakim
c. Pelaksanaan
dari pada keputusan yang telah diambil (S.Soemah Dipradja, 1978)
4. Sistem
Hukum Acara Pidana
Dalam
ilmu pengetahuan hukum acara pidana ada dua system peradilan yaitu system
inquisitoir dan system accusatoir. Adapun pengertian yaitu:
a. System
inquisitoir, tersangka merupakan obyek utama dalam pemeriksaan kemudian
diarahkan menurut kemauan penyidik sampai diperoleh pengakuan salah dari
tersangka kemudian dicatat dalam berkas pemeriksaan.
b. System
accusatoir, tersangka dianggap subyek dan tersangka dan tersangka memperoleh
kesempatan untuk berargumentasi dan berdebat dengan pihak terdakwa yaitu
Kepolisian atau Jaksa Penuntut Umum dan mempunyai hak yang sama nilainya.
·
Apakah sistem
accusatoir diterapkan dengan murni jika tidak mengapa? Jika iya mengapa?
Menurut Oemar Seno
Adji, sebagai berikut: Kadang-kadang diambillah suatu kesimpulan, bahwa tidak
mungkin kita mengatakan bahwa hukum acara pidana dalam suatu negara itu
menganut sistem yang murni accusatoir dan murni Inquisitoir melainkan ia
mengandung suatu campuran dari kedua-duanya, accusatoir dan iquisatoir,
khususnya apabila dikemukakan adanya karakteristik tertentu untuk rnembeda-bedakan
kedua sistem tersebut. Misalnya dipergunakan sebagai suatu kriterium adanya
suatu pemeriksaan yang terbuka ataupun tertutup terhadap orang yang dituduh
melakukan suatu tindak pidana, dengan sendirinya ia menimbulkan suatu stelsel
campuran, karena umumnya dalam pemeriksaan pendahuluan kita menerima suatu
pemeriksaan yang tidak terbuka, sedangkan pemeriksaan di persidangan pengadilan
acara terbuka untuk umum . Karena itu identifikasi suatu sistem accusatoir
ataupun inquisitoir dengan sifat demokratis ataupun sifat demokratis dari hukum
acara pidana yang berlaku tidak dapat dibenarkan.
5. Azas-azas
Hukum Acara Pidana
·
Cermati apa yang
terkandung dari azas hukum acara pidana!
Dalam
hukum acara pidana dikenal adanya beberapa azas yaitu:
1. Azas
peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ( Azas Tri Logi Peradilan )
Penjelasan umum KUHAP
butir 3 e menyebutkan: Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana,
dan biaya ringanserta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara
konsekwen dan seluruh tingkat pemeriksaan.
Hal tersebut merupakan
kutipan pasal 4 ayat 2 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970 di
rubah dengan UU No.4 tahun 2004 Tentag Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat 2).
2. Azas
praduga tak bersalah lihat ketentuan pasal 8 UU No. 4/2004
Dalam penjelasan umum
butir 3 c KUHAP disebutkan: setiap orang yang disangka, ditangkap,ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap, azas ini diatur dalam pasal 8 UU No. 4 Tahun
2004, lihat juga pasal 6 UU no 4/2004.
3. Azas
oportunitas
Azas Oportunitas
berkaitan dengan tugas dan wewenang Jaksa/ Penuntut Umum untuk mengadakan
penuntutan atau tidak terhadap suatu perkara tindak pidana, azas ini diatur
dalam Undang-undang tentang Kejaksaan (UU No.16 Tahun 2004) diatur melalui
pasal 5c yang menyebutkan bahwa Jaksa Agug dapat mengesampingkan perkara demi
kepentingan umum.
4. Azas
pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Dalam penjelasan umum
KUHAP utir 3 i menyebutkan bahwa
pemeriksaan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam
undang-undang. Azas ini dalam 153 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP. Jadi sidang terbuka
untuk umum ada hal-hal tertentu khususnya mengenai delik kekusilaan. Tujuannya
adalah sebagai pencerminan azas demokrasi dibidang pengadilan sehingga jaminan
terhadap harkat dan martabat manusia betul terjamin adanya. Diatur dalam pasal
20 UU No. 4/20040 UU dan Pasal 195 KUHAP.
5. Azas
perlakuan yang sama didepan hakim
Penejeasan umum KUHAP
butir 3 a dan pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 meneyebutkan “ Pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membedak-bedakan orang.”
·
Apakah azas kedudukan
yang sama di depan hukum dapat diterapkan dengan murni?
Dapat karena Setiap
warga Negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum. Persamaan perlakuan
ini penting untuk diberlakukan karena tindakan yang membeda-bedakan warga
Negara dalam hukum merupakan suatu tindakan diskriminasi dan tidak adil.
Siapapun warga Negara yang melanggar hukum, harus mendapat sanksi hukum sesuai
ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang tidak
melanggar hukum atau melakukan perbuatan melawan hukum, harus bebas atau
terhindar dari sanksi hukum. Siapapun mereka, apakah orang kaya atau miskin,
pejabat atau rakyat biasa, harus diperlakukan sama di depan hukum.
6. Azas
pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Penjelasan umum KUHAP
butir 3 a menyebutkan bahwa pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa, artinya pemeriksaan dilakukan secara langsung dan atau tidak dapat
dilaksanakan atau dikuasakan pada orang lain seperti dalam perkara perdata.
Pemeriksaan oleh hakim ada dilakukan secara lisan dan langsung.
7. Azas
bantuan hukum
Penjelasan umum KUHAP
butir 3 f menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi
kesempatan memperoleh bantuan hukum semata-mata diberikan untuk melaksanakan
kepentingan pembelaan atas dirinya. Azas hukum ini ada dalam pasal 69 sampai
pasal 74 KUHAP.
·
Kedudukan Penasehat
Hukum
1. Penyidik dalam melakukan
pemeriksaan terhadap tersangka “dapat” membolehkan atau penasehat hukum untuk
mengikuti jalannya pemeriksaan. Namun kalau penyidik tidak menyetujuinya atau
“tidak membolehkannya” penasehat hukum tidak dapat memaksakan kehendaknya untuk
mengikuti jalannya pemeriksaan.
2. Kedudukan
dan kehadiran penasehat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan adalah
“secara fasif”. Atau hanya sebagai penonton.
3. Kehadiran
yang fasif yang boleh melihat dan mendengar jalannya pemeriksaan, hanya berlaku
terhadap tersangka yang dituntut diluar kejahatan terhadap keamanan negara.
Jika kejahatan terhadap keamanan negara maka kedudukan fasif penasehat hukum
“dikurangi” semakin fasif.
8. Azas
ne bis in idem
Azas ne bis idem diatur
dalam pasal 76 KUHP yang menyebutkan bahwa tidak boleh dituntut sekali lagi
lantaran perbuatan yang bagi telah diputuskan oleh hakim.
6.
Ilmu-Ilmu Pembantu
Hukum Acara Pidana
Proses pemeriksaan perkara pidana terutama
di dalam perolehan bahan-bahan dalam adalah sangat diperluakn adanya bantuan
dari disiplin ilmu lainnya terdiri dari:
a. Psychologie:
terutama psychologie criminal sangat perlu untuk memahami jiwa seseorang;
misalnya adanya perbedaan kejiwaan antara orang kota dan orang pedesaan. Begitu
juga dalam hal seseorang tidak mau memberikan jawaban atas pertanyaan apakah
ada unsur jiwa.
b. Psychiatrie:
tertutama diperlukan bagi seseorang yang ada kelainan jiwa atau keadaan jiwa
yang terganggu maka dalam hal ini diperlukan seorang psychiatrie.
c. Criminalistiek:
sangat penting di dalam tugas penyidikan sebab ilmu criminalistiek ini khusus
mempelajari tentang penyidikan.
d. Criminology:
penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dan sebab seseorang tersebut
melakukan kejahatan.
BAB II
SEJARAH HUKUM ACARA
PIDANA DI INDONESIA
1. Masa
Pemerintahan Hindia Belanda
Penggolongan
penduduk pada zaman Hindia Belanda terdapat 2 golongan yaitu dualisme dana atau
pluralisme dan menerapka hukum masing-masing dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yaitu:
a. Tahun
1848 dengan dikodifikasinya tentang “Aturan Umum Peraturan Perundangan Untuk
Indonesia” (Alegemene Bepalingen van Wet geving atau dingkat AB) pasal 6 sampai
10 mengatur golongan penduduk Hindia Belanda golongan Eropah yaitu penganut
Kristen dan golongan Bumiputra bukan kristen.
b. Tahun
1854 dengan keluarnya “Pengaturan Pemerintahan Hindia Belanda” (Regering
Reglement disngkat RR) ketentuan pasal 6 sampai 10 AB diganti dengan pasal 109
RR dimana tidak lagi ada syarat dan semua dipersamakan.
c. Tahun
1920 berlakunya Indische Staatsregeling disingkat IS dalam pasal 109 RR diganti
dengan pasal 163 IS membagi 3 golongan yaitu golongan Eropah, golongan Bumi
Putra dan golongan Timur Asing.
Dalam
hukum acara pidana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku
yaitu:
a. Reglement
op de Rechterlijk Organisatie (reglemen Organisasi Kehakiman) stb.1848 no.57
yang memuat ketetapan-ketetapan mengenai organisasi kehakiman
b. Reglement
op de straft voordering (reglemen hukum acara pidana stb.1849 no.63, yang
memuat hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropah dan yang disamakan
dengan mereka.
c. Landgrechtsregelment
(reglemen Hakim Kepolisian) stb. 1914 no.317 yang memuat acara di muka Hakim
Kepolisian yang memeriksa dan memutus perkara-perkara kecil untuk semua
golongan penduduk.
d. Inlandsh
Reglement yang biasa disingkat IR stb.1848 no.16 memuat hukum acara perdata dan
hukum acara pidana dimuka pengadilan landraad bagi golongan penduduk Bumiputra
(Indonesia) dan Timr Asing, yang hanya berlaku untuk daerah Jawa dan Madura,
sedangkan untuk daerah luar Jawa dan Madura berlaku Rechtsreglement voor de
Buitengewesten yang disingkat R Bg stb. 1927 no.227.
2. Masa
Pemerintahan Penduduk Jepang
Pada zaman penduduk jepang di indonesia
berdasarkan undang-undang no.1 tahun 1942, yang berisi aturan peralihan untuk
daerah Jawa dan Madura. Badan-badan pemerintahan sudah ada terdahulu tetap
berlaku Raad van Justitie ( Pengadilan golongan Eropah) dicabut/dihapuskan.
Hukum acara pidana yang berlaku untuk pengadilan tersebut diatas adalah HIR dan
R.Bg serta Landgerechts reglement untuk perkara pidana kecil/ringan.
3. Masa
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 1945
Dengan
proklamasi 17 Agustus 1945 maka lahirlah Negara Republik Indonesia yang merdeka
dan berdaulat yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. UUD 1945 ada aturan peralihan (pasal II AP) dan untuk
memperkuat pasal peralihan Presiden mengeluarkan suatu peraturan pada tanggal
10 Oktober 1945 disebut dengan peraturan no.2. dengan hal tersebut maka
jelaslah bahwa susunan pengadilan serta huku acara pidana yang ada pada zaman
pendudukan Jepang adalah tetap berlaku pada masa Republik.
4. Hukum
Acara Pidana Menurut UU (drt) No. 1 Tahun 1951
Menurut
ketentuan pasal 1 undang-undang beberapa pengadilan dihapus, yaitu:
a. Mahkamah
Justisi di Makasar dan alat penuntut umum yang ada.
b. Apelraad
di Makasar
c. Apelraad
di Medan
d. Segala
Pengadilan Negara dan Landgerecht
e. Segala
Pengadilan Kepolisian beserta alat Penuntut Umumnya
f. Segala
Pengadilan Magistraat
g. Segala
Pengadilan Kabupaten
h. Segala
Pengadilan Distrik
i.
Pengadilan Swapraja dan
Pengadilan Adat (berangsur-angsur dicabut)
Namun
masih ada bebrapa undang-undang yang berlaku, untuk seluruh Indonesia ada 3
macam pengadila sehari-hari untuk semua
golongan penduduk sipil yaitu:
a. Pengadilan
Negeri untuk pemeriksaan tingkat pertama.
b. Pengadilan
Tinggi untuk pemeriksaan tingkat banding.
c. Mahkamah
Agung untuk pemeriksaan tingkat kasasi
Hukum
acara pidana berlaku untuk semua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi,
berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU (drt) no. 1 Tahun 1951
5. Hukum
Acara Pidana Dengan Berlakunya UU No. 8 Tahun 1981
Untuk mencapai kekuasaan kehakiman dalam
pasal 24 UUD 1945 dan dibuat UU No.19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kehakiman, yang diganti dengan UU No. 14 Tahun 1970 dengan judul yangv
sama. Pasal 12 UU No. 14 Tahun 1970hal tersebut telah diundangkan UU No. 8
Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 yang menyatakan berlaku hukum acara pidana
yang bru yaitu: “Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidang di singkat KUHAP. Dengan
berlaku KUHAP dengan tegas dinyatakan dicabut berlakunya:
a. HIR
( stb.1941 no 44), dihubungkan dengan UU No. 1 Drt 1951 beserta aturan
pelaksanaanya.
b. Ketentuan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, dengan ketentuan sepanjang
mengenai hukum acara pidana.
BAB III
RUANG LINGKUP DAN
SUMBER-SUMBER HUKUM ACARA PIDANA
1. Ruang
Lingkup Hukum Acara Pidana
Ruang lingkup hukum pidana sangat erat
kaitannya dengab proses pemeriksaan perkara pidana, KUHAP sekarang ini dibagi
menjadi 4 tahap, yaitu:
a. Penyidikan
Perkara Pidana
Penyidikan merupakan
hal pertama dalam penyidikan perkara pidana yg dilakukan polisi sejak ada
sangkaan bahwa seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan penyidikan itu
diatur dalam undang-undang (KUHAP).
b. Penuntutan
Perkara Pidana
Menuntut adalah
tindakan oenuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri
yang berwenang agar permintaan dan diperiksa serta diputus oleh hakim di sidang
pengadilan. Penuntutan perkara pidana adalah tugas yang dilakukan oleh
kejaksaan.
c. Pemeriksaan
di sidang Pengadilan
Hakim pengadilan
memeriksa dan mengadili serta mengambil keputusan. Mengadili adalah serangkaian
tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan
asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana.
d. Pelaksanaan
Putusan
Melaksanakan keputusan
hakim adalah menyelenggarakan agar segala sesuatu yang tercantum dalam surat
keputusan hakim dapat dilaksanakan. Pelaksanaan keputusan hakim ini adalah
tugas kejaksaan dengan tetap ada pengawasan oleh hakim. UU No. L6/2004 tentang
Kejaksaan RI, Pasal 30 ayat 1.
2. Suumber-sumber
Hukum Acara Pidana
a. Undang-undang
Dasar 1945
Terdapat beberapa pasal
yang engatur tentang hukum acara pidana, yaitu:
1) Pasal
24 dan 25 yang menyebutkan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain kehakiman menurut undanf-undang ini (Pasal 24 ayat 1)
Susunan dan kekuasaan
badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang (pasal 24 ayat 2)
2) Pasal
25 menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi hakim dan diberhentikan
sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.
3) Penjelasan
pasal 24 dan 25
b. Undang-undang
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hukum acara pidana yaitu:
1) UU
No 8 Tahun 81, ln 1981 No 76 KUHAP
2) UU
No 3 Tahun 1971, LN 1971 No 19 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
3) UU
No 14 Tahun 1970, LN 1970 No 74 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman
4) UU
No 14 Tahun 1967 No 34 tentang Pokok Perbankan, khususnya pasal 37
5) UU
No 11 (PNPS) Tahun 1963, LN 1963 No 101 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi
6) UU
No 15 Tahun 1961, LN 1961No 254 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI
7) UU
No 13 Tahun 1961, LN 1961 No 245 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kepolisian
RI
8) UU
No 16 Tahun 1961, LN 1961 No 225 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi
9) UU
No 5 (PNPS) Tahun 1959, LN 1959 No 80 tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa
Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana tertentu
10) UU No 7 Tahun 1955, LN 1955 No 27 tentang
Pengudutan,Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
11) Reglement
op de Rechtelijke Organisaie en het beleid der Justitie disingkat RO
12) UU
No 16/2004 Tentang Kejaksaan RI
13) UU
No 18/2003 Tentang Advokat
14) UU
No 2/2003 Tentang Kepolisian RI
15) UU
No 24/2003 Tentang MK
16) UU
No 4/2004 Tentang Kehakiman
17) UU
No 5/2004 Tentang MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA