Subscribe
ANALISIS KASUS
ABORSI
Oleh:
NAMA :
I Gede Mareza Sarashadi Taruna Sanjaya
NIM :
1401020085
FAKULTAS ILMU AGAMA
& KEBUDAYAAN
PRODI HUKUM AGAMA
HINDU
UNIVERSITAS HINDU
INDONESIA
TAHUN AJARAN 2015 /
2016
KATAPENGANTAR
Puji
syukur pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat, rahmat, dan izin -NYA,
penulis dapat menyelesaikan paper ANALISIS KASUS ABORSI ini sebagai
bentuk pertanggungjawaban tugas dalam mata kuliah KRIMINOLOGI.
Pembahasan makalah ini dimulai dengan membahas defenisi aborsi, aborsi
menurut berbagai agama,aborsi dari segi kesehatan / medis, aborsi
menurut hukum, serta tinajauan terhadap aborsi dari sisi kriminologis.
Pada kesempatan ini, penulis secara khusus ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang mendalam kepada dosen mata kuliah kriminologi atas bimbingan, pengajaran
dan didikannya dalam perkuliahan ini, juga kepada semua teman –
teman yang ikut membantu baik saran – saran maupun kritikannya atas makalah ini
penulis ucapkan terimakasih.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, tidak hanya bagi para aktivis hukum tetapi juga untuk khlayak umum yang
setiap saat, kapan dan dimanapun dapt menemui kasus seperti ini, khususnya
dalam masyarakat kita dewasa ini. Melalui makalah ini pula penulis
berharap agar masyarakat bisa mengerti akibat dari aborsi yang
illegal itu baik dari segi sanksi agama, moral/ batin dan sanksi
pidananya sebagai suatu perbuatan yang jahat.
Tak ada
gading yang tak retak, tiada manusia yang luput dari kesalahan, untuk hal
tersebut kritik dan saran konstruktif dari para pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan makalah selanjutnya.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................. 3
BAB I LATAR BELAKANG....................................................................... 4
Latar Belakang...........................................................................................
BAB II ISI........................................................................................................
Defenisi Aborsi.......................................................................................... 5
Alasan – Alasan Aborsi............................................................................. 8
Aborsi dan Pandangan Agama – Agama.................................................. 9
TINJAUAN KRIMINOLOGI..................................................................
Aborsi Ditinjau dari Sisi Hukum dan Medis............................................ 20
Aborsi dan UU Kesehatan....................................................................... 21
Hukum dan Aborsi................................................................................... 23
Upaya Untuk Menanggulangi Aborsi Secara
Ilegal................................. 25
Hukum Abortus di Berbagai Negara........................................................ 25
BAB III PENUTUP...................................................................................... 31
Kesimpulan............................................................................................... 31
Saran......................................................................................................... 31
Daftar Pustaka.......................................................................................... 32
BAB 1
LATAR BELAKANG
Kemajuan
zaman serta teknologi yang semakin canggih membuat manusia itu semakin mudah
untuk melakukan dosa. Bahkan ada banyak orang yang menyalagunakan kemajuan
tersebut untuk menghancurkan dirinya sendiri tanpa ia sadari. Manusia sekarang
ini cenderung menyukai hal-hal yang serba instant. Makanan yang serba instant,
kerja yang serba instant dan obat-obatan yang serba instant,
termasuk membunuh dengan instant karena mereka melakukan aborsi
dengan hanya menelan sebuah pil atau sebuah kapsul. Jutaan manusia di muka bumi
ini melakukan aborsi baik secara instan maupun dengan cara tradisional mengurut
atau meminum air tape, dll. Yang anehnya para pelaku ini tidak merasa bersalah
sedikitpun. Mereka menganggap melakukan aborsi sama saja dengan mengeluarkan
benjolan yang berupa penyakit dari dalam tubuh.
Aborsi
pada zaman ini bukan lagi sekedar pembunuhan terhadap anak yang tidak
dikehendaki tetapi sudah berkembang menjadi industri aborsi dan jual beli mayat
bayi untuk berbagai kepentingan
Mayat-mayat bayi itu diperlukan dalam:
Mayat-mayat bayi itu diperlukan dalam:
1.
Penelitian
ilmu pengetahuan.
2.
Praktek
laboratorium mahasiswa kedokteran.
3.
Pembuatan
obat kanker, parkinson, aids, ginjal, diabetes dll.
4.
Bahan
campuran kosmetika wanita.
5.
Obat
awet muda.
6.
Obat
kuat seksualitas.
7.
Kanibalism.
8.
Ritual
pengikut setanism.
Bahkan di
Cina orang menjual janin bayinya untuk dijadikan santapan orang-orang yang
tidak berprikemanusiaan, karena mereka sudah jauh lebih kejam dari Sumanto yang
memiliki gangguan jiwa. Banyak restoran-restoran di Cina yang menyediakan sup
janin bayi. Zaman memang sudah edan dan manusianya yang edan membuatnya edan.
Oleh
karena kasus ini bukan lagi kasus yang bersifat local tetapi sudah bersifat
internasional atau telah mendunia akhir – akhir ini,seseorang dengan mudahnya
dapat membunuh janin yang ada dalam rahimnya maka penulis tertarik untuk mengangkatnya
dalam paper ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
I. Defenisi Aborsi
1. Menurut The World Book Encyclopedia yang
dikeluarkan A Collector’s Printing hal. 14 a tahun 1976 - Aborsi adalah
berakhirnya kehamilan seseorang sebelum janin bayi dapat hidup diluar
kandungan.
2. Menurut The New Lexicon Webster’s
Encyclopedia Dictionary Of The English Language Deluxe Edition, hal. 3 - Aborsi
adalah pengeluaran janin bayi dari rahim baik secara paksa maupun secara tidak
sengaja.
3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
kedua hal 2 - Aborsi adalah pengguguran kandungan.
4. Menurut Fact About Abortion, Info Kit on
Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam
istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia
janin (fetus) mencapai 20 minggu.
5. Di Indonesia, belum ada batasan resmi
mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum BahasaIndonesia (Prof. Dr. JS.
Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1996) abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus
sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal
bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai
pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu
secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
6. Sementara dalam pasal 15 (1) UU
Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari
tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan
medis tertentu.Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai
tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU
Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu dan membingungkan masyarakat dan
kalangan medis.
7.
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi dengan
alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta
pasal 346 – 349. Bahkan pasal 299
intinya mengancam hukuman pidana penjara
maksimal empat tahun kepada seseorang yang memberi harapan kepada seorang
perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan.
Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di
luar kandungan. Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan
pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi
28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.” Definisi lain
menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu
proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam
aborsi, yaitu:
1.
Aborsi
Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2.
Aborsi
Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3.
Aborsi
Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi
spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan
karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi
buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan
sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai
suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana
aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus
therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit
darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan
baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas
pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa
Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut.
Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih
sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di
kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar
kecilnya janinnya.
1.
Abortus
untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual
Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa,
tetapi 2 kali lebih kuat).
2.
Pada
janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3.
Sampai
24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh
lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat
seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam
rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar,
lalu mati.
4.
Di atas
28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi
proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat
pemeliharaan dan perlindungannya.
5.
Juga
dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa
2. Alasan – Alasan Melakukan Aborsi
Dengan berbagai alasan seseorang melakukan
aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di
Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1.
Tidak
ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung
jawab yang lain (75%)
2.
Tidak
memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3.
Tidak
ingin memiliki anak tanpa ayah (50%
Alasan
lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang
hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang
yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan.
Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat
merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan
seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba
meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah
boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya,
alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya
mementingkan dirinya sendiri
Data ini juga didukung oleh studi dari
Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya
1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3%
karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan
cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan
yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu
membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi
2. Aborsi dan Agama
Semua
agama telah mengambil posisi yang kuat pada aborsi, mereka percaya bahwa isu
tersebut mencakup isu-isu yang mendalam tentang hidup dan mati, benar dan
salah, hubungan manusia dan sifat masyarakat, yang membuatnya menjadi perhatian
agama besar.
Orang
yang terlibat dalam aborsi biasanya terpengaruh sangat mendalam tidak hanya
secara emosional, tetapi sering rohani, juga. Mereka sering berpaling kepada
iman mereka untuk saran dan kenyamanan, untuk penjelasan perasaan mereka, dan
untuk mencari penebusan dan cara untuk mengatasi perasaan mereka bersalah.
Karena aborsi mempengaruhi jantung serta
pikiran, dan karena melibatkan kehidupan dan kematian, banyak orang menemukan
bahwa argumen murni intelektual tentang hal itu pada akhirnya tidak memuaskan.
Pandangan Agama Hindu Terhadap Aborsi
Menurut Bagawan Dwija
Aborsi
dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma”
yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti,
dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan
nyawa” mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada
jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti
tubuh manusia. Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah
ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur Panus Karma”, penciptaan
manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya
sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa
Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I
Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana,
sebagai calon Yeh-nyom. Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat
berubah nama menjadi masing-masing : I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen.
Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai : Ari-ari,
Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara yang selalu
membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika
Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka
Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau
roh dalam tubuh bayi.
Oleh
karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa.
Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan : “Ma no
mahantam uta ma no arbhakam” artinya : Janganlah mengganggu dan mencelakakan
bayi. Atharvaveda X.1.29 : “Anagohatya vai bhima” artinya : Jangan
membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29 : “Ma no gam
asvam purusam vadhih” artinya : Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos
Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam
penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan
istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Theology Hindu disebut sebagai “Amoring Acintya” . Oleh karena itu maka suatu rangkaian logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka. Prilaku manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam batas perencanaan yang baik. Sakralnya hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian. Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk atau tidak sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Theology Hindu disebut sebagai “Amoring Acintya” . Oleh karena itu maka suatu rangkaian logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka. Prilaku manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam batas perencanaan yang baik. Sakralnya hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian. Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk atau tidak sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.
Oleh
karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata
untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak
dikenal dan tidak dibenarkan.
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu agama
pun yang menyetujui diadakannya aborsi. Karena aborsi merupakan suatu tindakan
pembunuhan yang menimbulkan dosa, melanggar perintah dari Tuhan untuk menjaga
dan memelihara anak – anak karunianya.
3. Tinjauan Kriminologi terhadap
Aborsi
A. Aborsi Ditinjau dari Sisi Hukum dan Sisis
Medis
“Saat
ini kita sedang menghadapi tantangan serius berkenaan dengan upaya legalisasi
aborsi melalui RUU kesehatan.” Ancaman ini makin nyata justru karena dukungan
legalisasi ini datang dari pihak-pihak yang berpengaruh, seperti PKBI, yayasan
kesejateraan perempuan dan sejumlah aktivitas IDI (Ikatan Dokter Indonesia)
yang sebenarnya diharapkan menjadi pelindung kehidupan. Kendati RUU ini secara
tersurat dimaksudkan untuk melindungi kaum perempuan dari praktek pengguguran
kandungan yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab
sebagaimana termasuk dalam pasal 56 ayat 1 namun secara tersirat hal ini jelas
sebagai upaya mengamankan para profesional medis dari tuntunan hukum atas tindakan
aborsi sebagaimana diungkapkan oleh dr. P.Y. Kusuma. DSOG yang cukup lama
berkecimpung di bagian kandungan dan kebidanan.
Dengan
tegas dr. Kusuma menyatakan, “legalisasi tidak mencegah aborsi, justru
meningkatkan tindak aborsi” sebagai contoh kasus pada tahun 1972 ketika aborsi
masih ilegal di Amerika Serikat, tercatat angka 100.000 aborsi ilegal. Setelah
aborsi dilegalkan, angka tersebut menjadi 1,5 juta pada tahun 1984. Hal inilah
yang sangat dicemaskan oleh Pro life di Indonesia. Di Indonesia pada tahun 1997
akibat kehamilan yang tidak direncanakan 1.000.000 janin dibunuh pertahun.
Agustus 1998 penelitian Jawa Post 1.750.000 janin dibunuh pertahun. April 2000,
Makasar Post menulis 2.300.000 janin dibunuh pertahun. Mei 2000, Manado Post
memperkirakan 2.600.000 janin dibunuh pertahun. Media Indonesia 2 Oktober 2002
melaporkan saat itu 3.000.000 janin dibunuh pertahun.”
-
Aborsi
dan UU Kesehatan
Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah
dilunakkan dengan memberikan peluang dilakukannya aborsi. Sebagaimana
ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut di atas.
Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud tindakan medis tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan media dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang artinya menggugurkan janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan pengertian yang membingungkan tentang aborsi.
Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud tindakan medis tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan media dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang artinya menggugurkan janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan pengertian yang membingungkan tentang aborsi.
-
Aborsi
yang tidak aman
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian.
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya .
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian.
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya .
-
Hak
atas pelayanan kesehatan
Banyaknya kematian akibat aborsi yang
tidak aman, tentu sangat memprihatinkan. Hal ini diakibatkan kurangnya
kesadaran dari perempuan dan masyarakat tentang hak atas pelayanan kesehatan.
Padahal bagaimanapun kondisinya atau akibat apapun, setiap perempuan sebagai
warganegara tetap memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai dan kewajiban negaralah untuk menyediakan hal itu. Hak-hak ini harus
dipandang sebagai hak-hak sosial sekaligus hak individu yang merupakan hak
untuk mendapatkan keadilan sosial termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan
pelayanan. Hak atas pelayanan kesehatan ini ditegaskan pula dalam Pasal 12
Konvensi Penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (Konvensi
Perempuan) dan UU Kesehatan.
Dalam hal Hak Reproduksi, termasuk pula
didalamnya hak untuk membuat keputusan mengenai reproduksi yang bebas dari
diskriminasi, paksaan dan kekerasan seperti dinyatakan dalam dokumen-dokumen
hak-hak asasi manusia (Rekomendasi bab 7 Konferensi Kependudukan dan
Pembangunan Internasional di Kairo 1994)
-
Hak-hak
pasien
Sebuah Lokakarya tentang Kesehatan Perempuan,
yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan The Ford
Foundation, (1997) merumuskan hak-hak pasien sebagai berikut:
a.
Hak
memperoleh pelayanan kesehatan yang mendasar, mudah diakses, tepat, terjangkau
b.
Hak
untuk terbebas dari perlakuan diskriminatif, artinya tidak ada pembedaan perlakuan
berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, agama, suku bangsa.
c.
Hak
memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai:
1.
Kondisi
kesehata
2.
Berbagai
pilihan penanganan
3.
Perlakuan
medis yang diberikan
4.
Waktu
dan biaya yang diperlukan
5.
Resiko, efek samping dan kemungkinan
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
6.
Hak
memilih tempat dan dokter yang menangani
7.
Hak
untuk dihargai, dijaga privasi dan kerahasiaan
8.
Hak
untuk ikut berpartisipasi dalam membuat keputusan
9.
Hak
untuk mengajukan keluhan
10. Pelayanan yang diharapkan dalam aborsi
Tersedianya sarana pelayanan formal:
a.
Fasilitas
konseling
b.
Jaminan
tindakan aborsi
c.
Pengetahuan
tentang prosedur, usia kehamilan, resiko
d.
Pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi, alat kontrasepsi (mencegah aborsi berulang).
-
Bagaimana
Aborsi Yang Aman?
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan
yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu
memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan
secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi
bisa berlangsung aman.
Aborsi aman bila:
-
Dilakukan
oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman
melakukan aborsi
-
Pelaksanaannya
mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
-
Dilakukan
dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril
atau tidak tercemar kuman dan bakteri
-
Dilakukan
kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.
-
Pelayanan
Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali Perempuan yang
memutuskan melakukan Aborsi.
HUKUM DAN ABORSI
Menurut hukum-hukum yang berlaku di
Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal
dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”. Tindakan aborsi menurutKitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia dikategorikan sebagai
tindakankriminal.
Yang menerima hukuman adalah:
1.
Ibu
yang melakukan aborsi
2.
Dokter
atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3.
Orang-orang
yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah :
Pasal 229
Pasal 229
1.
Barang
siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2.
Jika
yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3.
Jika
yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat
dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang
ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam,
karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang
lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan
rencana.
Pasal 346
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal
347
1.
Barangsiapa
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2.
Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1.
Barangsiapa
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
2.
Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal
349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Dari rumusan pasal-pasal
tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Seorang wanita
hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam
hukuman empat tahun penjara. Seseorang yang sengaja melakukan abortus
terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam
hukuman penjara 12 tahun,dan jika ibu hamil tersebut mati,diancam 15 tahun
penjara.
Jika dengan
persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu
hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.Jika yang melakukan dan atau
membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat
(tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
berpraktek dapat dicabut.
4. Upaya untuk Menanggulangi Tindakan Aborsi
Secara Ilegal
A. Upaya Mengurangi Abortus Buatan Ilegal Di
Kalangan Tenaga Kesehatan
Para dokter dan tenaga medis lainnya,
hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melakukan
pekerjaan. Jika hal ini secara konsekuen dilakukan pengurangan kejadian abortus
buatan ilegal akan secara signifikan dapat dikurangi.
Oleh karena itu Abortus buatan dengan
indikasi medik,hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut:
Pengguguran hanya dilakukan sebagai
suatu tindakan terapeutik.
Suatu keputusan untuk menghentikan
kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter atau
tenaga medis yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
Prosedur itu hendaklah dilakukan
seorang dokter atau tenaga medis yang kompeten di instalasi yang diakui oleh
suatu otoritas yang sah.
Jika dokter atau tenaga medis itu
merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia melakukan pengguguran
tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan
medik itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.
Selain memahami dan menghayati sumpah
profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman
agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar,
diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu
mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.
B. Hukum abortus di berbagai negara
dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
• Hukum yang tanpa pengecualian melarang
abortus,seperti di Belanda.
• Hukum yang memperbolehkan abortus demi
keselamatan kehidupan penderita (ibu),seperti di Perancis dan Pakistan.
• Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.
• Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
• Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
• Hukum yang memperbolehkan abortus atas
permintaan tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst
atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.
• Hukum yang memperbolehkan abortus atas
indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir
menderita cacat yang serius) misalnya di India
• Hukum yang memperbolehkan aborsi atas
indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang
Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam
hukum abortus pada umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang
tersebut di bawah ini:
• Untuk memberikan perlindungan hukum pada
para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik.
• Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
abortus provocatus criminalis.
• Untuk mengendalikan laju pertambahan
penduduk.
• Untuk melindungi hak wanita dalam
menentukan sendiri nasib kandungannnya.
• Untuk memenuhi desakan masyarakat
Di Indonesia,baik menurut pandangan agama,
Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter atau tenaga medis
lainnya tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan
(abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter atau tenaga medis lainnya secara resmi disumpah dengan sumpah yang
didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates,
di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai
dari saat pembuahan. Dari aspek etika, telah merumuskannya dalam Kode Etik
mengenai kewajiban umum.
Setiap dokter atau tenaga medis lainnya harus
senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada
pelaksanaannya, apabila ada dokter atau tenaga medis lainnya yang melakukan
pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang.
Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa “pengucilan” anggota dari
profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah
pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.
Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:pasal
15:1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat dilakukan: a.
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b.
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya; d. Pada sarana kesehatan tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15
dinyatakan sebagai berikut: Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma
hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan
darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya
dapat diambil tindakan medis tertentu Ayat (2) Butir a : Indikasi medis
adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis
tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan
ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak
dapat memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga
dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh
pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal
ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa
ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. 2. Abortus Provocatus Criminalis (
Abortus buatan illegal ) Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain
untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus
provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Beberapa pasal yang mengatur abortus
provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja
mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan
atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat demikian
untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian
atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan,perawat atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan pencaharian.
PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu
menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika
perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan,perawat
atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.
PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan
mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara
terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn
atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama
tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan
pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
a. Seorang wanita hamil yang sengaja
melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun.
b. Seseorang yang sengaja melakukan
abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam
hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun.
c. Jika dengan persetujuan ibu hamil,
maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam
hukuman 7 tahun penjara.
d. Jika yang melakukan dan atau membantu
melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga
kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat
dicabut. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan
seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum
bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh
hakim (Pasal 48).
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga
diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan:PASAL 80 Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Aborsi sangat ditentang oleh agama. Tetapi
dalam bidang medis hal itu dapat dilakukan apabila menyangkut jiwa dan
kesehatan sang bayi.
2. Abortus hanya dipraktikkan dalam
klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah dan
organisasi-organisasi profesi medis.
3. Aborsi hanya dilakukan oleh tenaga
profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu, yaitu dokter
spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang mempunyai kualifikasi
untuk itu.
4. Aborsi hanya boleh dilakukan pada
usia kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia diatas 12 minggu bila terdapat
indikasi medis).
5. Harus disediakan konseling bagi
perempuan sebelum dan sesudah abortus.
6. Harus ditetapkan tarif baku yang
terjangkau oleh segala lapisan masyarakat.
B.Saran
Abortus hendaknya dilakukan jika benar-benar
terpaksa karena bagaimanapun didalam kehamilan berlaku kewajiban untuk
menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya dilakukan oleh tenaga
profesional yang terdaftar.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Manjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi
Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan,Kapita Selekta Kedokteran,
Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2002
Majalah Bahana PT. Gramedia,
Jakarta :April 2004
Sarwono, Pengantar Ilmu Kandungan, 1991,
Yayasan Pustaka.
Internet, Catatan Kuliah Obstetri dan
Ginekologi + Contoh Makalah Abortus
Internet, Pandangan agama terhadap kasus
aborsi
Internet, Hukum dan Aborsi
Sugandi S.H, R.., 1984, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Usaha Nasional :
Surabaya, Indonesia.
Hanafiah, M. Yusuf., Prof.Dr.SPOG & Amri
Amir, Dr.SpF., 1999, Etika Kedokteran &
Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA