A.
Latar Belakang
Meluasnya praktek korupsi di negara-negara yang sedang berkembang menimbulkan
kesan bahwa kata korupsi barangkali merupakan kata yang paling dikutuk orang.
Bahkan sampai timbul ungkapan bahwa kebanyakan negara berkembang korupsi
merupakan suatu ciri khas yang sukar diberantas. Fakta sejarah memang
membuktikan tidak sedikit negara runtuh karena salah satu penyebab utamanya
adalah korupsi, akan tetapi banyak pula negara yang berhasil keluar dari
kemelut korupsi, baik negara yang sekarang maju, Inggris, Perancis dan Belanda
maupun yang masih dalam setengah maju atau meningkat maju (Korea Selatan dan
Singapura) (Junaidi Soewartojo, 1998: 25).
Setiap kegiatan, termasuk pembangunan nasional, lazim untuk selalu
dapat mengusahakan nilai tambah dengan memperhitungkan hasil-hasil yang harus
lebih besar dari sumber-sumber yang digunakan. Usaha yang memberikan hasil
lebih kecil dari sumber yang dipakai menunjukkan terjadinya nilai kurang. Salah
satu yang mendorong besarnya nilai kurang dimaksud sudah dapat dipastikan
adalah korupsi, apalagi hasilnya dilarikan ke luar negeri. Setiap usaha yang
memerangi korupsi dalam bentuk apapun berarti telah mendukung keberhasilan
pembangunan nasional melalui membesarkan atau meningkatkan nilai tambah dan
mengecilkan atau menekan atau menghambat nilai kurangnya. Dengan demikian,
dapatlah dipahami bahwa besar kecilnya angka tingkatan korupsi akan
mempengaruhi pula tingkat pertumbuhan atau pembangunan perekonomian nasional.
1.
Bagaimanakah pembuktian perkara tindak pidana korupsi oleh Jaksa
Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Karanganyar.
2.
Apakah Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Karanganyar menerapkan
sistem pembuktian terbalik dalam membuktikan tindak pidana korupsi.
C.
Tinjauan Pustaka
Pengertian
Pembuktian
Menurut Darwan Prints, yang dimaksud pembuktian adalah bahwa benar
suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang salah melakukannya,
sehingga harus mempertanggungjawabkannya (Darwan Prints, 2002:133). Pembuktian
tidak lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim untuk memeriksa
perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang perkara yang diajukan.
Pengertian
Tindak Pidana
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian tindak pidana adalah
“Pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum
Ketatanegaraan dan Hukum Tata Usaha Pemerintahan, yang oleh pembentuk
undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana” ( Wirjono Prodjodikoro,
2002 : 1).
Pengertian
Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin Corruptie (Foklema Andreaea:1951
dalam Lilik Mulyadi, 2000 :16) atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa
corruptio itu berasal dari kata corrumpore, suatu kata latin yang tua. Dari
bahasa Latin inilah turun kebanyak bahasa Eropa, seperti Inggris: Corruption,
corrupt; Prancis: Corruption; dan Belanda Corruptie (korruptie) (Andi Hamzah
dalam Lilik Mulyadi, 2000:16), sedang dalam Ensiklopedia Indonesia: Korupsi
adalah gejala di mana para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan
terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.
D.
Metode Penelitian
Sebagai penelitian hukum, maka penelitian ini termasuk jenis
penelitian hukum normatif atau doctrinal.
Dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif.
Jenis Data pada penelitian ini yaitu bahan hokum primer, bahan
hokum sekunder dan Hukum Tersier.
Sebagai penelitian hukum normatif, maka teknik pengumpulan data
yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan.
E.
Kesimpulan
1.
Pembuktian Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa Penuntut Umum
Kejaksaan Negeri Karanganyar berikut :
Perkara dengan nomor register : 02/Dik-Sus/Korupsi/FD.I/03 dengan
terdakwa BAMBANG HERMAWAN yakni pertama mendengarkan keterangan para saksi,
kemudian mendengarkan keterangan terdakwa sendiri. Kemudian keterangan saksi
dan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti yang ada berupa 2 lembar
kwintansi, 2 lembar proposal, dan 2 lembar berita acara. Setelah adanya
persesuaian antara keterangan saksi dan terdakwa dengan didukung barang bukti
maka Jaksa Penuntut Umum menuangkan hal tersebut dalam surat tuntutan sesuai
dengan fakta-fakta di persidangan. Setelah itu Jaksa Penuntut Umum berkeyakinan
untuk membuktikan kesalahan terdakwa dalam dakwaan Primair : Pasal 2 ayat
1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 64
ayat (1) KUHP dengan segala unsur-unsurnya. Setelah unsur-unsur tersebut
terpenuhi Jaksa Penuntut Umum berkeyakinan terdakwa telah terbukti bersalah
melanggar dakwaan primair. Setelah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan
dan memberatkan maka Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan hukumnya.
2. Sistem Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang disempurnakan
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 sebagai sistem khusus yang diharapkan
dapat menyelesaikan permasalahan korupsi sebagai kejahatan extra ordinary belum
dilaksanakan. Dalam kasus perkara dengan nomor register :
02/Dik-Sus/Korupsi/FD.I/03 dengan terdakwa BAMBANG HERMAWAN Bambang Hermawan,
sistem pembuktian yang digunakan adalah sistem pembagian beban pembuktian yang
dalam pelaksanaannya sendiri tidak berbeda dengan sistem pembuktian biasa,
dimana Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Hal ini merupakan jelmaan
asas praduga tak bersalah (Pasal 66 KUHAP). Jadi pada prinsipnya yang
membuktikan kesalahan Terdakwa adalah penuntut umum.
Contoh
Skripsi Hukum Pidana
1.
Tinjauan Yuridis Pembuktian Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa
Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
2.
Implementasi Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/Pbi/2003 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta
3.
Pelaksanaan Penanggulangan Kasus Illegal Logging dalam Rangka
Melestarikan
4.
Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Bagi Terdakwa dalam
Pemeriksaan Perkara Pidana
5.
Proses Penyidikan terhadap Kejahatan Kartu Kredit oleh Polres
Sleman Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA