KONSEP
PENGEMBANGAN PARIWISATA
Oleh
Isa Wahyudi
PENGERTIAN
PARIWISATA
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,
dan pemerintah daerah. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia
usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan.
(Karyono, 1997:15). Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain.
Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang
diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan
wisatawan.
Menurut
Ensiklopede Nasional Indonesia Jilid 12 bahwa pariwisata adalah kegiatan
perjalanan seseorang atau seerombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke
suatu tempat di kota lain atau di negara lain dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, bagian
kegiatan agama, muhibah atau juga silahturahim. Pariwisata adalah suatu
fenomena kebudayaan global yang dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam
model yang dikemukakan oleh Leiper, pariwisata terdiri atas tiga komponen yaitu
wisatawan (tourist), elemen geografi (geographical
elements) dan industri pariwisata (tourism
industry).
Defenisi pariwisata
menurut Yoeti (1996:108) adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud
bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi
semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau
memenuhi keinginan yang beranekaragam. Robert Mc.Intosh bersama Shashiakant
Gupta mengungkapkan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang
timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat
tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para
pengunjung lainnya (Pendit, 1999:31).
The
Ecotourism Society (1990) mendefinisikan
pariwisata sebagai berikut: “Pariwisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata
ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat”.
Pariwisata merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut
kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati
oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah
menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di negara
maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai negara
yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri
pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar
negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat
bertambah (Pendit, 2002).
Sebagaimana
diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki peranan yang
sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan salah
satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan
devisa negara Pariwisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan
terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu
turisme, Terjemahan yang seharusnya dari tourism adalah
wisata. Yayasan Alam Initra Indonesia (1995) membuat terjemahan tourism dengan
turisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah pariwisata yang banyak
digunakan oleh para rimbawan, mempergunakan istilah pariwisata untuk
menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan
puluhan.
Pengertian
tentang pariwisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada
hakekatnya, pengertian pariwisata adalah suatu bentuk wisata yang
bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural
area), memberi
manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat
setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk pariwisata pada dasarnya merupakan
bentuk gerakan konservasi yang dilakukan o!eh penduduk dunia. Eco-traveler ini
pada hakekatnya konservasionis.
Semula
pariwisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah
tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk
pariwisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Pada tahun 1995 The
Tourism Society kemudian mendefinisikan
pariwisata sebagai bentuk baru dari kegiatan perjalanan wisata bertanggungjawab
di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam
dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya juga melibatkan unsur
pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan
peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan pariwisata.
Di
beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian
pariwisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini
seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of
Tourism yang mendefinisikan pariwisata adalah wisata berbasis pada alam
dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami
dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini
memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya
bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternatife
tourism atau special interest tourism dengan
obyek dan daya tarik wisata alam.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, maka terdapat lima hal penting yang mendasari
kegiatan pariwisata :
1.
Perjalanan wisata yang
bertanggung jawab, artinya bahwa semua pelaku kegiatan pariwisata harus
bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata
terhadap lingkungan alam dan budaya
2.
Kegiatan pariwisata
dilakukan ke/di daerah-daerah yang masih alami (nature made) atau
di/ke daerah-daerah yang dikelola berdasarkan kaidah alam.
3.
Tujuannya selain untuk
menikmati pesona alam, juga untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan
pemahaman mengenai berbagai fenomena alam dan budaya.
4.
Memberikan dukungan
terhadap usaha-usaha konservasi alam.
5.
Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurut Pendit (1994),
ada beberapa jenis pariwisata yang sudah dikenal, antara lain:
1.
Wisata budaya, yaitu
perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup
seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri,
mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup
mereka, kebudayaan dan seni meraka.
2.
Wisata kesehatan, yaitu
perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan
lingkungan tempat sehari-hari di mana ia tinggal demi kepentingan beristirahat
baginya dalam arti jasmani dan rohani.
3.
Wisata olahraga, yaitu
wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau
memang sengaja bermakasud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu
tempat atau Negara.
4.
Wisata komersial, yaitu
termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameranpameran dan pecan raya yang
bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.
5.
Wisata industri, yaitu
perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa, atau
orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian, dengan maksud dan
tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian.
6.
Wisata Bahari, yaitu
wisata yang banyak dikaitkan dengan danau, pantai atau laut.
7.
Wisata Cagar Alam, yaitu
jenis wisata yang biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang
mengkhususkan usaha-usaha dengan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar
alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya
dilindungi oleh undang-undang.
8.
Wisata bulan madu, yaitu
suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasanganpasangan pengantin baru yang
sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi
kenikmatan perjalan.
Definisi wisatawan
menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah setiap orang yang datang dari suatu Negara
yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan
yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membalanjakan uang yang
didapatkannya di lain tempat, sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan
adalah pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak-tidaknya tinggal 24 jam
dan yang datang berdasarkan motivasi:
1.
Mengisi waktu senggang
atau untuk bersenang-senang, berlibur, untuk alasan kesehatan, studi, keluarga,
dan sebagainya.
2.
Melakukan perjalanan
untuk keperluan bisnis.
3.
Melakukan perjalanan
untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan atau sebagai utusan (ilmiah,
administratif, diplomatik, keagamaan, olahraga dan sebagainya).
4.
Dalam rangka pelayaran
pesiar, jika kalau tinggal kurang dari 24 jam.
Berdasarkan sifat
perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan wisatawan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Karyono, 1997).
1.
Foreign Tourist (Wisatawan
asing)
Orang asing yang
melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan
merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga
wisatawan mancanegara atau disingkat wisman.
1.
Domestic Foreign Tourist
Orang asing yang berdiam
atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negara di mana ia tinggal. Misalnya, staf kedutaan Belanda
yang mendapat cuti tahunan, tetapi ia tidak pulang ke Belanda, tetapi melakukan
perjalanan wisata di Indonesia (tempat ia bertugas).
1.
Domestic Tourist (Wisatawan
Nusantara)
Seorang warga negara
suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya
sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Misalnya warga negara Indonesia
yang melakukan perjalanan ke Bali atau ke Danau Toba. Wisatawan ini disingkat
wisnus.
1.
Indigenous Foreign Tourist
Warga
negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya berada di
luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah
negaranya sendiri. Misalnya, warga negara Perancis yang bertugas sebagai
konsultan di perusahaan asing di Indonesia, ketika liburan ia kembali ke
Perancis dan melakukan perjalanan wisata di sana. Jenis wisatawan ini merupakan
kebalikan dari Domestic Foreign Tourist.
1.
Transit Tourist
Wisatawan yang sedang
melakukan perjalanan ke suatu Negara tertentu yang terpaksa singgah pada suatu
pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
1.
Business Tourist
Orang yang melakukan
perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan
dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi perjalanan wisata
merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis selesai
dilakukan.
DAERAH TUJUAN WISATA
Sesuai dengan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan,
menjelaskan beberapa pengertian istilah kepariwisataan, antara lain.
1.
Wisata adalah suatu
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh individu atau kelompok mengunjungi
suatu tempat dan bertujuan untuk rekreasi, pengembangan pribadi, atau untuk
mempelajari keunikan daya tarik suatu tempat wisata yang dikunjungi dalam waktu
sementara.
2.
Pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai layanan fasilitas
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
3.
Daerah tujuan wisata
dapat disebut juga dengan destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang
berada dalam satu atau lebih wilayah administrasi yang di dalamnya terdapat
daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesbilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Leiper (dalam Gde Pitana,
2005: 99) mengemukakan bahwa suatu daerah tujuan wisata (destinasi wisata)
adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan kebutuhan
wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu
tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi).
Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
menjadi daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh
dan menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya
tarik yang besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai
destinasi wisata.
Menurut Jackson (dalam
Gde Pitana, 2005: 101) suatu daerah yang berkembang menjadi sebuah destinasi
wisata dipengaruhi oleh beberapa hal yang penting, seperti.
1.
Menarik untuk klien.
2.
Fasilitas-fasilitas dan
atraksi.
3.
Lokasi geografis.
4.
Jalur transportasi.
5.
Stabilitas politik.
6.
Lingkungan yang sehat.
7.
Tidak ada
larangan/batasan pemerintah.
Suatu destinasi harus
memiliki berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan agar
kunjungan seorang wisatawan dapat terpenuhi dan merasa nyaman. Berbagai kebutuhan
wisatawan tersebut antara lain, fasilitas transportasi, akomodasi, biro
perjalanan, atraksi (kebudayaan, rekreasi, dan hiburan), pelayanan makanan, dan
barang-barang cinderamata (Gde Pitana, 2005: 101). Tersedianya berbagai
fasilitas kebutuhan yang diperlukan akan membuat wisatawan merasa nyaman,
sehingga semakin banyak wisatawan yang berkunjung.
Salah
satu yang menjadi suatu daya tarik terbesar pada suatu destinasi wisata adalah
sebuah atraksi, baik itu berupa pertunjukan kesenian, rekreasi, atau penyajian
suatu paket kebudayaan lokal yang khas dan dilestarikan. Atraksi dapat berupa
keseluruhan aktifitas keseharian penduduk setempat beserta setting fisik
lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi
aktif seperti belajar tari, bahasa, membatik seperti yang ada di Desa Wisata
Krebet, memainkan alat musik tradisional, membajak sawah, menanam padi, melihat
kegiatan budaya masyarakat setempat, dan lain-lain (Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata, 2011: 13).
Atraksi merupakan
komponen yang sangat vital, oleh karena itu suatu tempat wisata tersebut harus
memiliki keunikan yang bisa menarik wisatawan. Fasilitas-fasilitas pendukungnya
juga harus lengkap agar kebutuhan wisatawan terpenuhi, serta keramahan
masyarakat tempat wisata juga sangat berperan dalam menarik minat wisatawan.
Faktor-faktor tersebut harus dikelola dengan baik, sehingga menjadikan tempat
tersebut sebagai destinasi wisata dan wisatawan rela melakukan perjalanan ke
tempat tersebut.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata merupakan interaksi antar
berbagai elemen. Ada komponen yang harus dikelola dengan baik oleh suatu
destinasi wisata adalah wisatawan, wilayah, dan informasi mengenai wilayah.
Atraksi juga merupakan komponen vital yang dapat menarik minat wisatawan begitu
juga dengan fasilitas-fasiltas yang mendukung.
Unsur pokok yang harus
mendapat perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan
wisata yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya
meliputi lima unsur:
DAYA TARIK WISATA
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa daya
tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang
menjadi sarana atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya
tarik wisata juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong
kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Menurut Suwantoro dalam
bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997:19)
mengatakan bahwa objek dan daya tarik wisata dikelompokkan atas :
1.
Pengusahaan objek dan
daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam pengusahaan objek dan daya tarik
wisata alam, pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya, pengusahaan objek
dan daya tarik wisata minat khusus.
2.
Umumnya daya tarik suatu
objek wisata berdasar pada:
3.
Adanya sumberdaya yang
dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih.
4.
Adanya aksesbilitas yang
tinggi untuk dapat mengunjunginya.
5.
Adanya ciri
khusus/spesifikasi yang bersifat langka.
6.
Adanya sarana dan
prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir.
7.
Objek wisata alam
mempunyai daya tarik karena keindahan alam, pegunungan, sungai, pantai, pasir,
hutan dan sebagainya.
8.
Objek wisata budaya
mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi
kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu objek
buah karya manusia pada masa lampau.
1.
Pembangunan suatu objek
wisata harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang memiliki
objek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan pengembangan yang
meliputi berbagai kelayakan.
9.
Kelayakan Finansial
Studi kelayakan ini
menyangkut perhitungan secara komersial dari pembangunan objek wisata tersebut.
1.
Kelayakan Sosial Ekonomi
Regional
Studi kelayakan ini
dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu
objek wisata juga akan memilki dampak sosial ekonomi secara regional, dapat
menciptakan lapangan pekerjaan, dapat meningkatkan devisa dan sebagainya.
1.
Layak Teknis
Pembangunan objek wisata
harus dapat dipertanggung-jawabkan secara teknis dengan melihat daya dukung
yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk membangun suatu objek wisata
apabila daya dukung oleh wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata
akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata tersebut membahayakan
keselamatan para wisatawan.
1.
Layak Lingkungan
Analisis dampak
lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan pembangunan suatu objek
wisata. Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya lingkungan harus
dihentikan pembangunannya. Pembangunan objek wisata buaknlah untuk merusak
lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia
dan untukmeningkatkan kulitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan,
keselarasan dan keserasian (Suwantoro, 1997:20).
PRASARANA PARIWISATA
Prasarana wisata adalah
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh
wisatawan perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air,
telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya. Untuk kesiapan
objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata,
prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan lokasi dan kondisi
objek wisata yang bersangkutan (Suwantoro, 1997: 21).
Pembangunan prasarana
wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesbilitas
suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya tarik objek
wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di
atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan
wisata seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat pembelanjaan
dan sebagainya.
Dalam melaksanakan
pembangunan prasarana wisata diperlakukan koordinasi yang mantang antara
instansi terkait bersama dengan instalasi pariwisata di berbagai tingkatan.
Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan
bagi pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat perencanaan yang
dilanjutkan dengan koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama
suksesnya pembangunan periwisata.
Dalam pembangunan
prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil
manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan arus
informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia antara daerah dan
sebagainya yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja.
Yang dimaksud dengan
prasarana adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian, dalam
hal ini adalah sektor pariwisata dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa,
sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi fungsinya
adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan
sebagaimana mestinya.
Prasarana pariwisata
adalah semua fasilitas utama atau dasar yang memungkinkan sarana kepariwisataan
dapat hidup dan berkembang dalam rangka memberikan pelayanan kepada para
wisatawan.
Prasarana wisata adalah
sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan
dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air,
telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Suwantoro (2004:21)
Prasarana khusus bagi
pariwisata dapat dikatakan tidak ada. Pembagunan prasarana wisata yang
mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan daya tarik obyek wisata
itu sendiri. Disamping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan
wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti
bank, apotik. Untuk lebih jelasnya Prasarana dibagi atas tiga komponen :
1.
Prasarana Umum
Yaitu prasarana yang
menyangkut kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian. Adapun yang termasuk
dalam kelompok ini diantaranya ialah :
§ Jaringan
Air bersih,
§ Jaringan
Listrik,
§ Jaringan
Jalan,
§ Dainase
: Sanitasi dan Penyaluran Limbah
§ Sistem
Persampahan dan
§ Jaringan
Telekomunikasi dan Internet
1.
Prasarana Penunjang
(RS,Apotek, Pusat Perdagangan, Kantor Pemerintah, Perbankan)
2.
Prasarana Wisata (Kantor
Informasi, Tempat Promosi dan Tempat Rekreasi , pengawas pantai)
Ada
lima kategori yang termasuk dalam prasarana (infrastructures), masing-masing
adalah:
1.
Prasarana Umum (General Infrastructures) meliputi prasarana umum,
mencakup hal-hal sebagai berikut sistem penyedian air bersih, tenaga listrik,
jalan dan jembatan, pelabuhan, airport, terminal atau stasiun kereta api.
2.
Kebutuhan Masyarakat
Banyak (Basic Needs of Civilized Life) Kebutuhan
pokok manusia modern, seperti: kantor pusat dan telepon, rumah sakit, apotik
bank, pusat-pusat perbelanjaan, bar dan restoran, salon kecantikan.,
barbershop, kantor polisi, toko obat, penjualan rokok, toko kacamata, took-toko
penjual Koran dan majalah, pompa bensin bengkel mobil, wartel, warnet dan
lainnya.
3.
Prasarana Kepariwisataan
1.
Residential tourist plants.
2.
Semua fasilitas yang
dapat menampung kedatangan para wisatawan untuk menginap dan tinggal untuk
sementara waktu di daerah tujuan wisata. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah
semua bentuk akomodasi yang diperuntukan bagi wisatawan dan juga segala bentuk
rumah makan dan restoran yang ada. Misalnya hotel, motor hotel (motel),
wisma, homestay, cottages, camping, youth hostel, serta
rumah makan, restoran, self-services, cafetaria,
coffee shop, grill room, bar, tavern, dan lain-lain
3.
Receptive tourist plants
Segala bentuk badan usaha
atau organisasi yang kegiatannya khusus untuk mempersiapkan kedatangan
wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata, yaitu :
§
1.
Perusahaan yang
kegiatannya adalah merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan bagi orang yang
akan melakukan perjalanan wisata (tour operator and travel agent).
2.
Badan atau organisasi
yang memberikan penerangan, penjelasan, promosi dan propagansa tentang suatu
daerah tujuan wisata (Tourist Information Center yang
terdapat di airport, terminal, pelabuhan, atau
suatu resort).
3.
Recreative and sportive plants
Termasuk
dalam kelompok ini adalah semua Fasilitas yang dapat digunakan untuk tujuan
rekreasi dan olah raga. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah fasilitas untuk
bermain golf, kolam renang, boating, surfing, fishing,
tennis court, dan fasilitas lainnya
SARANA PARIWISATA
Sarana wisata merupakan
kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan
wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata di
daerah tujuan wisata maupun objek wisata tertentu harus disesuaikan dengan
kebutuhan wisatawan baik seecara kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu
selera pasar pun dapat menentukan tuntutan sarana yang dimaksud. Berbagai
sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro
perjalanan, alat transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung
lainnya. Tidak semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap.
Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan.
Sarana wisata secara
kuntitatif menunjukan pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan
secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang
tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya
dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah
disusun suatu standar wisata yang baku, baik secara nasional dan secara
internasional, sehingga penyedia sarana wisata tinggal memilih atau menentukan
jenis dan kualitas yang akan diisediakannya (Suwantoro, 1997: 23).
Sarana pariwisata adalah
hal-hal yang keberadaannya adalah berhubungan dengan usaha untuk membuat
wisatawan lebih banyak datang, lebih banyak mengeluarkan uang di tempat yang
dikunjunginya. Dalam kepariwisataan dikenal ada tiga macam sarana, yakni:
§
1.
Sarana Pokok Kepariwisata (main
tourism superstructure)
Yakni
perusahaan-perusahaan yang fungsinya adalah menyediakan fasilitas pokok
kepariwisataan. Sarana ini juga dibagi ke dalam tiga bagian, antara lain:
§
§
§
§
1.
Receptive Tourist Plan
Adalah
perusahaan yang mempersiapkan perjalanan dan penyelenggaraan tour, sightseeing bagi
wisatawan.
Contoh
: travel agent, tour operator, tourist transportation, dan
lain-lain.
§
§
§
§
1.
Residential Tourist Plan
Adalah perusahaan yang
memberikan pelayanan untuk menginap, Contoh : hotel, motel, dan jenis akomodasi
lainnya.
§
§
§
§
1.
Perusahaan angkutan
(transportasi wisata baik darat, laut mupun udara)
2.
Restoran/Tempat makan
1.
Sarana Pelengkap Kepariwisataan
(supplementing tourism superstructure)
Sarana pelengkap
kepariwisataan adalah perusahaan atau tempat yg menyediakan fasilitas yang
fungsinya melengkapi sarana pokok dan membuat wisatawan dapat lebih lama
tinggal di suatu DTW. (Suwantoro, 1997)
1.
Sarana Ketangkasan
2.
Perlengkapan wisata atau
fasilitas rekreasi dan olah raga air.
3.
Sarana Penunjang Kepariwisataan
(supporting tourism superstructure)
Sarana Penunjang
Kepariwisataan adalah perusahaan yg menunjang sarana pelengkap dan sarana
pokok. Berfungsi tidak hanya membuat wisatawan tertahan lebih lama tetapi
berfungsi agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan uang di daerah yang
dikunjunginya seperti :
1.
Karaoke/ Entertaint
2.
Ruang Atraksi Wisata
Pembangunan sarana wisata
di daerah tujuan wisata maupun obyek wisata tertentu harus disesuaikan dengan
kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sarana wisata
secara kuantitatif merujuk pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan
secara kuantitatif yang menunjukan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang
tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan.
Kriteria dan standar
minimal yang harus ada di daerah tujuan wisata terdiri dari:
Tabel 1. 2 Kriteria dan
standar minimal sarana prasarana daerah wisata
No. |
Kriteria |
Standar Minimal |
1. |
Obyek |
Salah satu dari unsur alam, sosial, dan budaya |
2. |
Akses |
Jalan, kemudahan rute, tempat parkir, dan harga parkir yang
terjangkau |
3. |
Akomodasi |
Pelayanan penginapan (hotel, wisma, losmen) |
4. |
fasilitas |
Agen perjalanan, pusat informasi, fasilitas kesehatan, pemadam
kebakaran, hydrant, TIC (Tourism Information Center), guiding (pemandu wisata), plang informasi,
petugas entry dan exit |
5. |
Transportasi |
Adanya moda transportasi yang nyaman sebagai akses masuk |
6. |
Catering Service |
Pelayanan makanan dan minuman (restoran, kantin, rumah makan) |
7. |
Aktifitas rekreasi |
Aktifitas di lokasi wisata seperti berenang, jalan-jalan, dan
lain-lain |
8. |
Pembelanjaan |
Tempat pembelian barang-barang umum |
9. |
Komunikasi |
Adanya TV, sinyal telepon, akses internet, penjual voucher pulsa. |
10. |
Sistem Perbankan |
Adanya bank dan ATM |
11. |
Kesehatan |
Pelayanan kesehatan |
12. |
Keamanan |
Adanya jaminan keamanan |
13. |
Kebersihan |
Adanya tempat sampah dan rambu-rambu peringatan tentang
kebersihan |
14. |
Sarana Ibadah |
Fasilitas sarana ibadah |
15. |
Promosi |
Sumber: Lothar A.Kreck
dalam Yoeti, 1996, Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa
TATA LAKSANA/
INFRASTRUKTUR
Menurut
Suwantoro dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997:
23) Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana
wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas
permukaan tanah dan di bawah tanah seperti:
1.
Sistem pengairan,
distribusi air bersih, sistem pembuangan air limbah yang membantu sarana
perhotelan/restoran.
2.
Sumber listrik dan energi
serta jaringan distribusinya yang merupakan bagian vital bagi terselenggaranya
penyediaan sarana wisata yang memadai.
3.
Sistem jalur angkutan dan
terminal yang memadai dan lancar akan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi
objek-objek wisata.
4.
Sistem komunikasi yang
memudahkan para wisatawan untuk mendapatkan informasi maupun mengirimkan
informasi scara tepat dan tepat.
5.
Sistem keamanan atau
pengawasan yang memberikan kemudahan di berbagai sektor bagi para wisatawan.
Keamanan di terminal, diperjalanan dan di objek-objek wisata, di pusat-pusat
perbelanjaan akan meningkatkan daya tarik suatu objek wisata maupun daerah
tujuan wisata. Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan baik di daerah
tujuan wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana wisata, seekaligus
membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
MASYARAKAT / LINGKUNGAN
Daerah
dan tujuan wisata yang memiliki berbagai Objek dan Daya Tarik Wisata akan
mengundang kehadiran wisatawan yang berkunjung. Adapun yang ikut berperan dalam
pengembangan suatu objek dan daya tarik wisata adalah sebagai berikut menurut
Suwantoro dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997:
23-24) :
1.
Masyarakat
Masyarakat di sekitar
objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus
akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan. Untuk ini
masyarakat di sekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas
layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui
instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada
masyarakat. Salah satunya adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata.
Dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena
mereka akan memperoleh keuntungan dari wisatawan yang membelanjakan uangnya.
Para wisatawan akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga
mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya.
1.
Lingkungan
Di samping masyarakat di
sekitar objek wisata, lingkungan sekitar objek wisatapun perlu diperhatikan
dengan seksama agar tak rusak dan tercemar. Lalu lalang manusia yang terus
meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem dari fauna
dan flora di sekitar objek wisata. Oleh sebab itu perlu ada upaya menjaga
kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam
pengelolaan suatu objek wisata.
1.
Budaya
Lingkungan masyarakat
dalam lingkungan alam di suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang
menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu
lingkungan budaya ini kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi
harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang
mengesankan bagi setiap wisatawan yang berkunjung. Masyarakat yang memahami,
menghayati dan mengamalkan Sapta Pesona Wisata di daerah tujuan wisata menjadi
harapan semua pihak untuk mendorong pengembangan pariwisata yang pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
PENGEMBANGAN PARIWISATA
Perencanaan dan
pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan
menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan penyesuaian dan
koreksi berdasar pada hasil monitoring dan evaluasi serta umpan balik
implementasi rencana sebelumnya yang merupakan dasar kebijaksanaan dan
merupakan misi yang harus dikembangkan. Perencanaan dan pengembangan pariwisata
bukanlah system yang berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan sistem
perencanaan pembangunan yang lain secara inter sektoral dan inter regional.
Perencanaan pariwisata
haruslah di dasarkan pada kondisi dan daya dukung dengan maksud menciptakan
interaksi jangka panjang yang saling menguntungkan diantara pencapaian tujuan
pembangunan pariwisata, peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, dan
berkelanjutan daya dukung lingkungan di masa mendatang (Fandeli,1995).
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya,
berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai
neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Pengembangan kepariwisataan saat
ini tidak hanya untuk menambah devisa negara maupun pendapatan pemerintah
daerah. Akan tetapi juga diharapkan dapat memperluas kesempatan berusaha
disamping memberikan lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi pengangguran.
Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan
wisata tersebut melalui keuntungan secara ekonomi, dengan cara mengembangkan
fasilitas yang mendukung dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan
penduduk setempat saling diuntungkan. Pengembangan daerah wisata hendaknya
memperlihatkan tingkatnya budaya, sejarah dan ekonomi dari tujuan wisata.
Pariwisata bukan saja
sebagai sumber devisa, tetapi juga merupakan faktor dalam menentukan lokasi
industri dalam perkembangan daerah-daerah yang miskin sumber-sumber alam
sehingga perkembangan pariwisata adalah salah satu cara untuk memajukan ekonomi
di daerah-daerah yang kurang berkembang tersebut sebagai akibat kurangnya
sumber-sumber alam (Yoeti, 1997). Gunn (1988), mendefinisikan pariwisata
sebagai aktivitas ekonomi yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi
permintaan (demand side) dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia
mengemukakan bahwa keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah
sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi
tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata.
Menurut Robert (Toety,
1990). Kelincahan dalam berusaha harus dilakukan agar pendapatan selama musim
kedatangan wisatawan bisa menjadi penyeimbang bagi musim sepi wisatawan.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap ekonomi ada dua ciri,
pertama produk pariwisata tidak dapat disimpan, kedua permintaanya sangat
tergantung pada musim, berarti pada bulan tertentu ada aktivitas yang tinggi,
sementara pada bulan-bulan yang lain hanya ada sedikit kegiatan.
Gambar 2. 1 Model
Pengembangan Pariwisata
Isa
Wahyudi
CEO
INSPIRE Group
HP./WA : +62 815-5181-303
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
1999, Ekowisata Harusnya Melestarikan Lingkungan, Intisari
On The Net. www.indomedia.com
Anonim,
1996, Aliansi-Ecotourism : Teman atau Lawan ? Aliansi
Media Bagi Persahabatan Indonesia-Kanada.
Anonim,
2003, Proposal Workshop Wisata Petualangan dan Ekoturisme.
Arendt,
H.1958. The Human Condition.Chicago : The University
Chicogo Press.
Direktorat
Jenderal Pariwisata, Depparsenibud RI, 1998, Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Nasional 1998, Laporan Akhir, No.1,
Djogo,
Toni. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan
Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre.
Fandeli, Chafid (ed),
2001. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Liberty.
Rudana, Nyoman. 2008.
Strategi Pengembangan Pariwisata Bali. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Yoeti, Oka, A,. 1996.
Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
_______. 1996. Pemasaran
Pariwisata Terpadu. Bandung: Angkasa.
_______. 2008. Ekonomi
Pariwisata. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
_______. 2008.
Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA