Subscribe
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................. 1
Daftar isi............................................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
1.
Latar belakang ....................................................................................................... 3
2.
Tujuan .................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 5
1.
Islam Masuk di Kalimantan Barat .............................................................................. 5
2.
Islam Masuk di Kalimantan Selatan............................................................................ 7
3.
Islam Masuk di Kalimantan Timur............................................................................. 10
4.
Islam Masuk di Kalimantan Tengah........................................................................... 12
5.
Pendidikan Islam di Kalimantan................................................................................ 13
6.
Organisasi Perkumpulan Madrasah di
Kalimantan..................................................... 13
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 15
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 15
1.
Kesimpulan ........................................................................................................ 15
2.
Saran dan kritik ................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
16
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir sehingga inilah awal dari masuknya islam di kalimantan. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu melalui dua jalur.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara
Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir sehingga inilah awal dari masuknya islam di kalimantan. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu melalui dua jalur.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara
Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
2. Tujuan
- Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pulau Kalimantan
- Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pulau Kalimantan
- Supaya kita bisa
mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik
- Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu di Pulau Kalimantan
- Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu di Pulau Kalimantan
BAB
II
PEMBAHASAN
Islam pertama kali
masuk di Kalimantan adalah di daerah utara tepatnya di daerah Brunai sekitar
pada tahun 1500 M. Setelah raja Brunai memeluk Islam (sekitar 1520), maka
Brunai menjadi pusat penyiaran agama Islam sehingga Islam sampai ke Pilipina.
Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor.
Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh dari Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam setelah mendapat bantuan dari Sultan Demak.
Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui jalan perkawinan orang-orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.
Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor.
Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh dari Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam setelah mendapat bantuan dari Sultan Demak.
Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui jalan perkawinan orang-orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.
Proses Masuknya Islam
Di Beberapa Daerah di Pulau Kalimantan :
A. Islam Masuk di Kalimantan Barat
Islam masuk ke
Indonesia masih menyisakan perdebatan panjang,ada tiga teori yang
dikembangkan para ahli mengenai masuknya Islam di Indonesia:
1.TeoriGujarat,
2.Teori Persia
dan
3.Teori Arabia.
1. Teori Gujarat banyak dianut oleh ahli dari Belanda
Islam dari anak
BenuaIndia, menurut Pijnappel orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermingrasi
menetap diwilayah
India kemudian membawa Islam ke Indonesia (Azra,1998:24) Teori ini dikembangkan
oleh Snouck Hurgonje.Moquette iaberkesimpulan bentuk nisan di Pasai kawasan
Sumatera 17 Dzulhijjah 1831H/27 September 1428, batu nisan mirip di
Cambay,Gujarat.W.F. Stuterheimmenyatakan masuknya agama Islam ke Nusantara pada
abad ke-13 Masehi,yakniMalik Al-Saleh pada tahun 1297. masuknya Islam ke
Indonesia adalah Gujarat. Relief batu nisan Sultan Malik Al-Saleh bersifat
Hinduistikj mempunyai kesamaan batu nisan di
Gujarat.(Suryanegara,1998:76). J.C.Van Leur pada th 674 M pantai barat Sumatera
telah terdapat perkampungan Islam, Islam tidak terjadi pada abad ke- 13
akan tetapi abad ke-7
2.Teori Persia dikembangkan oleh: Hoesin Djajadiningrat,
titik berat pada
kesamaan kebudayaan masyarakat Indonesia dengan Persia.Kesamaan budaya
seperti peringatan 10 muharram atau Asyura sebagai hari peringatanSyi’ah
terhadap syahidnya Husain. Kedua adanya ajaran wahdatul Wujud Hamzah
Fansuri dan Syekh Siti Jenar dengan ajaran sufi Persia, Al-Hallaj.Persia,
dibantah K.H. Saifuddin Zuhri , apabila berpedoman Islam
masuk abad ke -7 pada
masa Bani Umayyah, Kekuasaan politik dipegangoleh bangsa Arab, tidak mungkin
Islam berasal dari Persia.
(1
)M.Natsir,S.Sos.M.Si Peneliti pada Balai Pelestarian Sejarah Pontianak. Dosen
pada Isipol UNTAN(2) Bahan tulisan Seminar Serantau Perkembangan Islam Borneo,
27-28 Peb 2008 di UiTM Malaysia
3. Teori Arabia,
penganut teori
ini adalah :T.W.Arnold,Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander,
Naquib Al-Attas ,A. Hasyimi, dan Hamka.
Teori Arabiah yang
dipertegas Hamka ia menolak keras terhadap teori Gujarat, teori ini
dikemukan Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20
Maret 1963 ia menolak bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 jauh
sebelumnya abad ke-7 Masehi. Adapun keberadaan Islam di Kalimantan Barat
tidak diketahui secara pasti,namun dari beberapa literatur dan pendapat yang
ada masih merupakan sebuah prediksi yang dikemukakan oleh para
peneliti maupun dari bekas-bekas peninggalanyang ada, baik yang terekam di
masyarakat melalui ajaran atau kepercayaan, dapat juga dilihat dari
situs-situs yang masih ada dan sejarah keberadan keraton yang banyak didominasi
oleh kesultanan Islam.(Doc.Natsir)
B.Islam Masuk di Kalimantan Selatan
Barangkali sumber
yang cukup tua menyebutkan bahwa Kalimantan pada periode menjelang masuknya
Islam di Kalimantan ialah Negara Kartagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca
tahun 1365 ini telah menyebut daerah Kalimantan Selatan yang diketahui ialah
daerah sepanjang sungai Negara, sungai Barito dan sekitarnya.
Situasi politik di
daerah Kalimantan Selatan menjelang Islam banyak diketahui dari sumber
historiografi tradisional yakni Hikayat Lambung Mangkurat atau Hikayat Banjar.
Sumber tersebut memberitahukan bahwa di daerah Kalimantan Selatan telah berdiri
kerajaan yang bercorak Hindu Negara Dipa yang berlokasi sekitar Amuntai dan
kemudian dilanjutkan dengan Negara Daha sekitar Negara sekarang.
Menjelang datangnya
Islam ke daerah Kalimantan Selatan kerajaan yang bercorak Hindu telah berpindah
dari Negara Dipa ke Negara Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama, mertua Ratu
Lemak. Setelah dia meninggal dia digantikan oleh Pangeran Tumenggung yang
menimbulkan sengketa dengan Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama, yang
dilihat dari segi institusi kerajaan mempunyai hak mewarisi tahta kerajaan.
Dengan demikian Negara Daha adalah benteng terakhir dari institusi kerajaan
bercorak Hindu dan setelah itu digantikan dengan institusi bercorak Islam.
Sunan Giri sangat
besar terhadap perkembangan kerajaan Islam Demak. Sunan Girilah yang memberikan
gelar Sultan kepada raja Demak. Dalam hal ini sangat menarik perhatian hubungan
antara Sunan Giri dengan daerah Kalimantan Selatan. Dalam Hikayat Lambung
Mangkurat diceritakan tentang Raden Sekar Sungsang dari Negara Dipa yang lari
ke Jawa. Ketika dia masih kecil kelakuannya menjengkelkan ibunya Puteri
Kaburangan, yang juga dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena
sering mengganggu ibunya, dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah.
Sejak itu dia lari dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba yang
berasal dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya sendiri dan
setelah dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri. Dia
mempunyai dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar. Keduanya
berguru pada Sunan Giri, Raden Sekar kemudian diambil menjadi menantu Sunan
Giri dan kemudian bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian kembali
menjalankan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan penampilan yang tampan
Raden Sekar Sungsang adalah seorang pedagang dari Jawa, yang banyak mengadakan
hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan Negara Dipa. Akhirnya dia kawin
dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang sebetulnya adalah ibunya
sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap bahwa suaminya adalah
anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang memindahkan
pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara sekarang,
sedangkan Ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden Sekar
Sungsang yang menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah raja
pertama dari Kerajaan Banjar.
Raden Sekar Sungsang
Menjadi raja pertama dari Negara Daha dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan.
Selama dia berkuasa hubungan dengan Giri tetap terjalin dengan pembayaran upeti
tiap tahun.Yang menjadi masalah adalah, kalau Raden Sekar Sungsang selama di
Jawa kawin dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar selanjutnya menjadi
menantu Sunan Giri, adalah hal mungkin sekali bahwa Raden Sekar Sungsang juga
telah memeluk agama Islam. Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama yang
bergelar Sunan Serabut, adalah hal yang wajar kalau ayahnya sendiri Raden Sekar
Sungsang telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum kuat. Kalau
anggapan ini benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara Daha dari
Kerajaan Hindu yang telah beragama Islam pertama sebelum Sultan Suriansyah.
Kalau benar bahwa
Raden Sekar Sungsang yang bergelar Sari Kaburangan telah beragama Islam,
mengapa dia tidak menyebarkan Islam itu pada rakyatnya. Hal ini terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinannya antara lain bahwa agama Hindu masih
terlalu kuat, sehingga lebih baik menyembunyikan ke Islamannya, atau memang
keimanannya belum kuat. Tetapi yang dapat disimpulkan bahwa Islam telah
menyelusup di daerah Negara Daha Kalimantan Selatan, sekitar abad ke 13-14
Masehi.
A.A. Cense dalam
bukunya “De Kroniek van Banjarmasin”, menjelaskan bahwa ketika Pangeran
Samudera berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung raja Negara Daha.
Pangeran Samudera menghadapi bahaya yang berat yaitu kelaparan di kalangan
pengikutnya. Atas usul Patih Masih Pangeran Samudera meminta bantuan pada
Kerajaan Islam Demak yang saat itu kerajaan terkuat setelah Majapahit. Patih
Balit diutus menghadap Sultan Demak dengan 400 pengiring dan 10 buah kapal.
Patih Balit menghadap Sultan Tranggana dengan membawa sepucuk surat dari
Pangeran Samudera. F.S.A. De Clereq dalam bukunya. De Vroegste Geschiedenis van
Banjarmasin (1877) halaman 264 memuat isi surat Pangeran Samudera itu. Surat
itu tertulis dalam bahasa Banjar dalam huruf Arab-Melayu. Isi surat itu adalah
: “Salam sembah putera andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan
Demak. Putera andika menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan
sampean kerana putera andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu
namanya Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula
pada andika maka persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung,
tudung 1.000 buah, damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”.
Yang menarik dari surat ini adalah bahwa surat itu tertulis dalam huruf Arab.
Kalau huruf Arab sudah dikenal oleh Pangeran Samudera, adalah jelas menunjukkan
bukti bahwa masyarakat Islam sudah lama terbentuk di Banjarmasin. Terbentuknya
masyarakat Islam dan lahirnya kepandaian membaca dan menulis huruf Arab
memerlukan waktu yang cukup lama. Kalau Kerajaan Islam Banjar terbentuknya pada
permulaan abad ke- 16, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa masyarakat Islam
di Banjarmasin sudah terbentuk pada abad ke- 15. Karena itulah masuknya agama
Islam ke Kalimantan Selatan setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke-
15.
Perdagangan sangat
ramai setelah bandar pindah ke Banjarmasin. Disini dapat pula kita lihat
perbedaan perekonomian antara Negara Daha dan Banjarmasin. Negara Daha menitik
beratkan pada ekonomi pertanian sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada
perekonomian perdagangan. Hubungan itu terutama adalah hubungan ekonomi
perdagangan dan akhirnya meningkat menjadi hubungan bantuan militer ketika
Pangeran Samudera berhadapan dengan Raja Daha Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera
adalah cikal bakal raja-raja Banjarmasin. Dia adalah cucu Maharaja Sukarama
dari Negara Daha. Pangeran Samudera terpaksa melarikan diri demi keselamatan
dirinya dari ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja terakhir dari
Negara Daha. Patih Masih adalah Kepala dari orang-orang Melayu atau Oloh Masih
dalam Bahasa Ngaju. Sebagai seorang Patih atau kepala suku, tidaklah berlebihan
kalau dia sangat memahami situasi politik Negara Daha, apalagi juga dia
mengetahui tentang kewajiban sebagai daerah takluk dari Negara Daha, dengan
berbagai upeti dan pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha. Patih Masih
mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih
Kuwin untuk mencari jalan agar jangan terus-menerus desa mereka menjadi desa.
Mereka sepakat mencari Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut
sumber berita sedang bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena Pangeran
Tumenggung yang sekarang Menjadi raja di Negara Daha pamannya sendiri ingin
membunuh Pangeran Samudera.
Pangeran Samudera
dirajakan di kerajaan baru Banjar setelah berhasil merebut bandar Muara Bahan,
bandar dari Negara Daha dan memindahkan bandar tersebut ke Banjar dengan para
pedagang dan penduduknya. Bagi Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha,
hal ini berarti suatu pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan harus
dihancurkan, perang tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran Tumenggung kalah,
mundur dan bertahan di muara sungai Amandit.
Dalam perjalanan
sejarah raja-raja di Kalimantan Selatan, bila diteliti dengan seksama nampak
bahwa pergantian raja-raja dari Negara Daha sampai Banjarmasin dari :
1. Maharaja Sari
Kaburangan/Raden Sekar Sungsang
2. Maharaja Sukarama
3. Pangeran
Mangkubumi/Raden Manteri
4. Pangeran
Tumenggung
5. Pangeran Samudera
Bukan pergantian yang
lumrah dari ayah kepada anak tapi dari tangan musuh yang satu ketangan musuh
yang lain, melalui revolusi istana. Raden Sekar Sungsang usurpator pertama
adalah pembangunan dinasti Hindu Negara Daha, dan Pangeran Samudera usurpator
kedua adalah pembangun dinasti Islam Banjarmasin.
C.Islam Masuk di Kalimantan Timur
Pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota
(1525-600) kerajaan Kutai Kartanegara kedatangan dua orang ulama dari Makassar,
yaitu Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri Bandang dan Datok
Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tunggang Parangan. Seperti yang di kisahkan
dalam Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua ulama tersebut adalah untuk
menyebarkan agama islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota Untuk memeluk
agama Islam, pada awalnya ajakan ulama ini di tolak oleh Aji Raja Mahkota dengan
alasan bahwa agama di kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.
Langkah dakwah kedua
ulama ini untuk mengajak Aji Raja Mahkota di tolak oleh sang Raja. Bahkan
karena langkah dakwah ini buntu, Tuan ri Bandang akhirnya memutuskan kembali ke
Makassar dan meninggalkan tunggang parangan di kerajaan Kutai Kartanegara.
Sebagai jalan akhir, Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada Aji Raja
Mahkota untuk mengadu kesaktian dengan taruhan apabila Aji Raja Mahkota kalah,
maka sang raja bersedia untuk memeluk islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota
yang akan menang maka Tunggang Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk
kerajaan Kutai Kartanegara.
Solusi Tunggang
Parangan di setujui oleh Raja Mahkota. Adu kesaktian akhirnya di gelar dan
berujung dengan kekalahan Aji Raja Mahkota. Sebagai konskuensi kekalahan, maka
Aji Raja Mahkota Akhirnya masuk Islam. Sejak Aji Raja Masuk Islam maka pengaruh
Hindu yang telah tertular lewat interaksi dengan kerajaan majapahit
lambat laun luntur dan berganti dengan pengaruh Islam dan sebagian rakyat yang
masih memilih untuk memeluk agama hindu kemudia tersisih dan berangsur-angsur
pindah ke daerah pinggiran kerajaan.
Perkembangan kerajaan
Kutai Kartanegara yang mempunyai lokasi berdekatan dengan kerajaan kutai yang
lebih dulu ada di Muara Kaman pada awalnya tidak menimbulkan friksi yang
berarti. Hanya saja ketika Kerajaan Kutai Kartanegara di perintah oleh Aji
Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605-1635 M) terjadi perang
antara dua kerajaan besar ini. Di akhir perang Kerajaan Kutai dan Kerajaan
Kutai Kartanegara di lebur menjadi satu dengan nama Kerajaan Kutai Kartanegara
ing Martadipura. Raja pertama dari penggabungan dua kerajaan ini adalah Aji
Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605-1635 M).
Pada masa pemerintahan
Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura, pengaruh Islam yang telah
masuk sejak pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-1600 M) telah mengakar kuat.
Islam sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Karta Negara
ing Martadipura. Indikator dari pengaruh islam terlihat pada pemakaian
Undang-Undang Dasar Kerajaan yang di kenal dengan nama “Panji Salaten” yang
terdiri dari 39 Pasal dan memuat sebuah kitab peraturan yang bernama
“Undang-Undang Beraja Nanti” yang memuat 164 Pasal peraturan. Kedua
Undang-Undang tersebut berisi peraturan tentang yang di sandarkan pada Hukum
Islam.
Pemimpin pertama yang
memakai gelar “Sultan” adalah Aji Su;tan Muhammad Idris. Beliau merupakan
menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng, seorang bangsawan Bugis di Sulawesi
Selatan. Pada saat rakyat Bugis di Sulawesi Selatan sedang berperang melawan
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), Sultan Wajo meminta bantuan Aji
Sultan Muhammad Idris. Permintaan bantuan pun di penuhi oleh Aji Sultan
Muhammad Idris. Kemudian berangkatlah rombongan Aji Sultan Muhammad Idris ke
Sulawesi Selatan untuk membantu Sultan Wajo La Madukelleng. Dalam upaya
memberikan bantuan tersebut Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dunia.
Selama kepergian Aji
Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi, kursi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadi
pura di pegang oleh dewan perwakilan. Tetapi ketika Aji Sultan Muhammad Idris
Meninggal dalam pertempuran di Sulawesi, timbul perebutan tahta tentang
pengganti sultan. Perebutan tahta terjadi antara kedua anak Aji Sultan Muhammad
Idris, yaitu putra Mahkota Aji Imbut dan Aji Kado.
Pada awal awal
perebutan tahtta, Aji Imbut terdesak oleh Aji Kado dan lari ke Sulawesi, ke
tanah kakeknya, yaitu Sultan Wajo La MAdukelleng. Aji Imbut menggalang kekuatan
untuk kembali menyerang Aji Kado yang telah menduduki ibukota kesultanan Kutai
Kartanegara ing Martadipura yang terletak di pemarangan, karena ibukota
Kesultanan Kutai Kartanegara telah berpindah dari Kutai lama ke Pemarangan
sejak tahun 1732.
Aji Imbut Akhirnya
menyerang Aji Kado di Pemarangan. Di dukung oleh orang-orang Wajo dan Bugis dan
Aji Imbut berhasil mengalahkan Aji Kado dan memduduki singgasana Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan Gelar Aji Marhum Muslihuddin
(1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut dihukum mati dan dimakamkan di pulau
jembayan.
Di Kalimantan Timur
inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang
Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh
para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan
Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara
Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
D.Islam Masuk di Kalimantan Tengah
seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini.
Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya. Kiai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama Masjid Kiai Gede, Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kotawaringin. Masjid Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan Banjarmasin.
seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini.
Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya. Kiai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama Masjid Kiai Gede, Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kotawaringin. Masjid Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan Banjarmasin.
Pendidikan Islam di Kalimantan
Pendidikan Islam di Kalimantan dipelopori oleh Madrasatun Najah wal Falah yang didirikan pada tahun 1918 M, hal ini menjadi inspirasi bagi berdirinya madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang lain. Diantara madrasah-madrasah tersebut adalah :
Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah)
Di antara madrasah yang masyhur adalah Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah) di Sambas yang berdiri pada tahun 1922 M. Proses pembelajaran di madrasah ini selama 5 tahun ditambah 1 tahun kursus vak agama. Materi yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama ditambah pengetahuan umum.
Al-Raudlatul Islamiyyah
Madrasah Al-Raudlatul Islamiyyah berlokasi di Pontianak, didirikan pada tahun 1936 M. Madrasah ini menyelenggarakan dua tingkat pendidikan yaitu Ibtidaiyah selama 6 tahun dan Tsanawiyah selama 3 tahun. Materi yang diajarkan sama dengan madrasah lain yaitu ilmu agama ditambah ilmu umum.
Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP)
SMIP didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946 M di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Lama pelajarannya selama 5 tahun terdiri dari 6 kelas. Pelajaran Agama di kelas 1, 2 dan 3 sederajat dengan Tsanawiyah dan pelajaran umum sedapat-dapatnya sederajat dengan SMP Negeri.
Normal Islam Amuntai
Madrasah ini didirikan pada tahun 1928 oleh H. Abdur Rasyid, seorang lulusan Al-Azhar Mesir dengan nama Arabische School. Pada akhir 1941 tampuk kepemimpinan dipegang oleh Ustadz M. Arif Lubis, salah satu guru di Pondok Modern Gontor Ponorogo (Madiun) dan berubah namanya menjadi Ma’had Rasyidah Amuntai. Pada tahun 1945, nama madarasah berubah menjadi sekolah guru dengan nama Normal Islam IMI Amuntai, dengan lama pelajaran selama 6 tahun dan rencana pelajarannya disesuaikan dengan hajat masyarakat.
Selain madrasah-madrasah tersebut banyak madrasah-madrasah lainnya, diantaranya Madrasah Imad Darussalam di Martapura, Madrasah Sekolah Menengah Islam di Kandangan, Madrasah Al-Ashriah di Banjarmasin dan lain-lain.
Pendidikan Islam di Kalimantan dipelopori oleh Madrasatun Najah wal Falah yang didirikan pada tahun 1918 M, hal ini menjadi inspirasi bagi berdirinya madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah yang lain. Diantara madrasah-madrasah tersebut adalah :
Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah)
Di antara madrasah yang masyhur adalah Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah) di Sambas yang berdiri pada tahun 1922 M. Proses pembelajaran di madrasah ini selama 5 tahun ditambah 1 tahun kursus vak agama. Materi yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama ditambah pengetahuan umum.
Al-Raudlatul Islamiyyah
Madrasah Al-Raudlatul Islamiyyah berlokasi di Pontianak, didirikan pada tahun 1936 M. Madrasah ini menyelenggarakan dua tingkat pendidikan yaitu Ibtidaiyah selama 6 tahun dan Tsanawiyah selama 3 tahun. Materi yang diajarkan sama dengan madrasah lain yaitu ilmu agama ditambah ilmu umum.
Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP)
SMIP didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946 M di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Lama pelajarannya selama 5 tahun terdiri dari 6 kelas. Pelajaran Agama di kelas 1, 2 dan 3 sederajat dengan Tsanawiyah dan pelajaran umum sedapat-dapatnya sederajat dengan SMP Negeri.
Normal Islam Amuntai
Madrasah ini didirikan pada tahun 1928 oleh H. Abdur Rasyid, seorang lulusan Al-Azhar Mesir dengan nama Arabische School. Pada akhir 1941 tampuk kepemimpinan dipegang oleh Ustadz M. Arif Lubis, salah satu guru di Pondok Modern Gontor Ponorogo (Madiun) dan berubah namanya menjadi Ma’had Rasyidah Amuntai. Pada tahun 1945, nama madarasah berubah menjadi sekolah guru dengan nama Normal Islam IMI Amuntai, dengan lama pelajaran selama 6 tahun dan rencana pelajarannya disesuaikan dengan hajat masyarakat.
Selain madrasah-madrasah tersebut banyak madrasah-madrasah lainnya, diantaranya Madrasah Imad Darussalam di Martapura, Madrasah Sekolah Menengah Islam di Kandangan, Madrasah Al-Ashriah di Banjarmasin dan lain-lain.
Organisasi
Perkumpulan Madrasah di Kalimantan
Di kalimantan ada beberapa organisasi perkumpulan madrasah, diantaranya :
a. Persatuan Madrasah Islam Indonesia (PERMI)
Permi didirikan di Pontianak pada tahun 1954 dengan tujuan untuk menyatukan nama madrasah dengan nama yang sederhana yaitu Madrasatul Islam Al Ibtidaiyah dan Madrasatul Islam Tsanawiyah. Tujuan lainnya adalah menyatukan bahan dan sumber pelajaran, yakni menggunakan kitab-kitab keluaran Sumatera. Permi memberi ketentuan bahwa pelajaran pada madrasah-madrasah itu terdiri dari ilmu agama, bahasa Arab dan pengetahuan umum dengan porsi pengetahuan umum sekurang-kurangnya 30%. Permi juga mempunyai tujuan untuk menyatukan madrasah-madrasah dalam organisasi ini.
b. Ikatan Madrasah Islam (IMI) Amuntai
IMI didirikan pada tanggal 15 Maret 1945 dengan tujuan menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam, memperluas berdirinya perguruan tinggi Islam dan memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat hidup orang banyak.
Untuk mencapai tujuan tersebut IMI melakukan rapat-rapat dengan guru-guru dan pendidik-pendidik Islam, mendirikan perguruan-perguruan Islam jika memungkinkan, menggabungkan perguruan-perguruan Islam menjadi satu serta memberikan arahan-arahan kepada perguruan-perguruan Islam tentang pendidikan, pengajaran dan organisasi.
Di kalimantan ada beberapa organisasi perkumpulan madrasah, diantaranya :
a. Persatuan Madrasah Islam Indonesia (PERMI)
Permi didirikan di Pontianak pada tahun 1954 dengan tujuan untuk menyatukan nama madrasah dengan nama yang sederhana yaitu Madrasatul Islam Al Ibtidaiyah dan Madrasatul Islam Tsanawiyah. Tujuan lainnya adalah menyatukan bahan dan sumber pelajaran, yakni menggunakan kitab-kitab keluaran Sumatera. Permi memberi ketentuan bahwa pelajaran pada madrasah-madrasah itu terdiri dari ilmu agama, bahasa Arab dan pengetahuan umum dengan porsi pengetahuan umum sekurang-kurangnya 30%. Permi juga mempunyai tujuan untuk menyatukan madrasah-madrasah dalam organisasi ini.
b. Ikatan Madrasah Islam (IMI) Amuntai
IMI didirikan pada tanggal 15 Maret 1945 dengan tujuan menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam, memperluas berdirinya perguruan tinggi Islam dan memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat hidup orang banyak.
Untuk mencapai tujuan tersebut IMI melakukan rapat-rapat dengan guru-guru dan pendidik-pendidik Islam, mendirikan perguruan-perguruan Islam jika memungkinkan, menggabungkan perguruan-perguruan Islam menjadi satu serta memberikan arahan-arahan kepada perguruan-perguruan Islam tentang pendidikan, pengajaran dan organisasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah Islam datang ke Indonesia
terutama di Pulau Kalimantan banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama
bagi rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas
lagi karena Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki
derajat yang sama. Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di bidang
politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat
Indonesia untuk melawan dan memgusir para penjajah.
B. SARAN
Kami yakin dalam penulisan makalah ini
banyak sekali kekurangannya. Untuk itu kami mohon kepada para pembaca agar
dapat memberikan saran, kritikan, atau mungkin komentarnya demi kelancaran
tugas kelompok kami ini
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Masykuri,
"Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam
Seminar Nasional tentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di
Indonesia", Jakarta:
International Institute of Islamic Thought,
Lembaga Studi Agama dan Filsafat UIN
Jakarta, 10 Juni 2003
Ali Daud, Muhammad,
Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2
Antonio, Muhammad
Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Anwar, M. Syafi'i,
Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan
Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995
Azra, Azyumardi,
Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999
http://ldiisampit.blogspot.com/2011/11/perkembangan-islam-di-kalimantan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA