Subscribe
PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Akhirnya melalui putusan Hoge Raad
(Mahkamah Agung-nya Belanda) tanggal 31 Januari 1919, Lindenbaum lah yang
dinyatakan sebagai pemenang. Hoge Raad menyatakan bahwa pengertian perbuatan
melawan hukum di pasal 1401 BW, termasuk pula suatu perbuatan yang melanggar
hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
bertentangan dengan kesusilaan.
Sebelum adanya Arrest tersebut,
pengertian perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata
(pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan
perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak
orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).
Orang tidak bisa mengajukan
perbuatan melawan hukum dan meminta ganti kerugian apabila tidak disebutkan
secara jelas pasal berapa dan undang-undang mana yang telah dilanggar.
Sebagai contoh, di kota Zutphen,
Belanda, seorang pemilik rumah yang tinggal di bagian bawah rumah bertingkat
pernah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap pemilik rumah yang
tinggal di bagian atas. Penyebabnya, barang-barang yang berada ruangan di
bagian bawah menjadi rusak karena pemilik rumah di bagian atas menolak untuk
menutup kerannya.
Akibat musim dingin, pipa saluran
air di bagian bawah pecah, sehingga ketika pemilik rumah yang di atas
menyalakan keran, justru yang dibagian bawah menjadi kebanjiran. Ketika itu,
gugatan perbuatan melawan hukum tersebut ditolak karena tiada pasal dari suatu
Undang-Undang yang mengharuskan pemilik rumah bagian atas untuk mematikan
kerannya.
Yang pasti, KUHPerdata memang tidak
mendefinisikan dan merumuskan perbuatan melawan hukum. Perumusannya, diserahkan
kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur barang
siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian yang
ditimbulkannya.
Belanda yang telah memasukkan Arrest
Hoge Raad 31 Januari 1919 menjadi salah satu pasal dalam BW-nya. Perumusan dan
batasan perbuatan melawan hukum sudah sedemikian luas di 'negeri kincir angin'
ini.
WANPRESTASI
Istilah wanprestasi berasal dari
bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi dapat berupa tidak
melaksanakan apa yang diperjanjikan, melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak
sebagaimana mestinya, melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat,
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pakar hukum pidana Yahya Harahap mengartikan
wanprestasi dengan pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya
wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan
perjanjian, atau meminta ganti kerugian pada debitur.
Ganti kerugiannya bisa meliputi
biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul akibat
wanprestasi tersebut, serta bunga. Pengertian bunga di sini adalah hilangnya
keuntungan yang sudah diperkirakan atau dibayangkan oleh kreditur seandainya
tidak terjadi wanprestasi.
Kewajiban debitur untuk membayar
ganti rugi tidak serta merta timbul pada saat dirinya lalai. Karena itu, harus
ada pernyataan lalai terlebih dahulu yang disampaikan oleh kreditur ke debitur
(pasal 1238 jo Pasal 1243 KUHPerdata).
Untuk menghindari celah yang mungkin
bisa dimanfaatkan debitur, ada baiknya kreditur membuat secara tertulis
pernyataan lalai tersebut atau bila perlu melalui suatu peringatan resmi yang
dibuat oleh juru sita pengadilan.
PERBEDAAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI
Orang sering mencampuradukkan antara
gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum. Adakalanya, orang
mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Namun dari dalil-dalil yang
dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi. Ini
akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam tangkisannya.
Membedakan antara perbuatan melawan
hukum dan wanprestasi sebenarnya gampang-gampang susah. Sepintas lalu, kita
bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan melawan
hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi.
Sementara perbedaannya, seseorang
dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian yang telah
disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian
sebelumnya.
Sedangkan seseorang dikatakan
melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak
orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau
bertentangan dengan kesusilaan.
Beberapa sarjana hukum bahkan berani
menyamakan perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi dengan batasan-batasan
tertentu. Asser Ruten, sarjana hukum Belanda, berpendapat bahwa tidak ada
perbedaan yang hakiki antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.
Menurutnya, wanprestasi bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain, melainkan
juga merupakan gangguan terhadap hak kebendaan.
Senada dengan Rutten, Yahya Harahap
berpandapat bahwa dengan tindakan debitur dalam melaksanakan kewajibannya yang
tidak tepat waktu atau tak layak, jelas itu merupakan pelanggaran hak kreditur.
Setiap pelanggaran hak orang lain berarti merupakan perbuatan melawan hukum.
Dikatakan pula, wanprestasi adalah species, sedangkan genusnya adalah perbuatan
melawan hukum.
Selain itu, bisa saja perbuatan
seseorang dikatakan wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum. Misalnya A
yang sedang mengontrak rumah B, tidak membayar uang sewa yang telah disepakati.
Selain belum membayar uang sewa, ternyata A juga merusak pintu rumah B
Namun apabila kita cermati lagi, ada
suatu perbedaan hakiki antara sifat perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.
Bahkan, Pitlo menegaskan bahwa baik dilihat dari sejarahnya maupun dari
sistematik undang-undang, wanprestasi tidak dapat digolongkan pada pengertian
perbuatan melawan hukum.
M.A. Moegni Djojodirdjo dalam
bukunya yang berjudul "Perbuatan Melawan Hukum", berpendapat bahwa
amat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan
ganti rugi karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum.
Menurut Moegni, akan ada perbedaan dalam pembebanan
pembuktian, perhitungan kerugian, dan bentuk ganti ruginya antara tuntutan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.
Dalam suatu gugatan perbuatan
melawan hukum, penggugat harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan
hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur.
Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya
wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.
Kemudian dalam suatu gugatan
perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan
semula (restitutio in integrum). Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan
apabila gugatan yang diajukan dasarnya adalah wanprestasi.
Pengertian
PMH
Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu
bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan –
ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan – aturan hukum tidak tertulis, yang
harus ditaati dalam hidup bermasyarakat.
Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena
perbuatan yang melawan hukum itu; antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan
itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena
kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau
kealpaan (kelalaian).
Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu
perbuatan, tetapi juga dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam KUH Perdata
ditentukan pula bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap
kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau
karena barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.
Wanprestasi
Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek
hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah
pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata :
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu
perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang.”
Wanprestasi terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian
yang disepakati, seperti :
a.
tidak dipenuhinya prestasi sama
sekali,
b.
tidak tepat waktu dipenuhinya
prestasi,
c.
tidak layak memenuhi prestasi yang
dijanjikan,
Jadi
Perbedaan PMH dan Wanprestasi
- PMH lahir dari perikatan karena
undang-undang, sedangkan wanprestasi lahir dari perikatan karena
perjanjian.
- Akibat akhir dari PMH adalah
pemulihan keadaan seperti semula dan ganti rugi, sedangkan akibat akhir
dari wan-prestasi adalah pelaksanaan prestasi dan ganti rugi.
- Bentuk PMH adalah perbuatan
melawan kewajiban hukumnya, atau melanggar hak subjektif orang lain, atau
melanggar kesusilaan atau melanggar kepatutan, ketelitian, dan
kehati-hatian. Sedangkan bentuk wanprestasi adalah keterlambatan, tidak
sesuai dengan isi perjanjian atau tidak melaksanakan perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA