CLICK FOR CLAIM PROMO !

Kamis, 04 Mei 2017

LAPORAN HASIL PENELITIAN PROSES PERNIKAHAN DAN TATA CARA PERNIKAHAN HINDU DI DESA MLANCU, KECAMATAN KANDANGAN, KABUPATEN KEDIRI, PROVINSI JAWA TIMUR

Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Agama Hindu merupakan agama yang tertua di dunia, ajaran-ajaranya bersumber  pada kitab suci Veda  yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Bila seseorang secara mantap mengikuti semua ajaran agama yang bersumber pada sabda suci Tuhan Yang Maha Esa itu, maka akan diperoleh ketentraman dan kebahagiaan hidup yang sejati yang disebut “Moksatam jagadhita ya ca iti dharma”(Titib, 2003 :2).
Upacara manusa Yadnya merupakan  suatu persembahan yang tulus iklas atau suci, untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir batin manusia, mulai dari dalam kandungan sampai akhir hidup manusia. Dengan perkataan lain bahwa upacara Manusa Yadnya adalah korban suci yang tulus iklas untuk keselamatan keturunan serta serta unutk kesejahtraan manusia lainnya, dengan dana puna serta usaha kesejahtraan lainnya yang ditunjukkan untuk kesempurnaan hidup manusia. (Girinata.2009:130)
Tujuan upacara Manusa Yadnya untuk kesucian diri manusai.  Serta diharapakan melalui pelaksanaan upacara Manusa Yadnya dapat mencapai kesucian lahir dan batin. Serta apabila kesucian diri dapat dicapai maka ketenangan dan kenyaman hidup yang berupa kesejahtraan dan kebahagiaan dapat diwujudkan. Jadi pemaknaan dari suatu tujuan pelaksaan upacara dan upakara agar tidak terlewatkan secara sia-sia, maka harus dimaknai dan di jaga kesucian diri lahir maupun batin, yang akan memberikan dampak pada kehidupan.
Terdapat bermacam-macam jenis upacara Manusa Yadnya. Karena upacara Manusa Yadnya yang paling banyak dilakukan dalam Panca Yadnya, yang menyangkut upacara dari manusia dalam kandungan hingga tua ada upacaranya. Dan upacaranya tidak sama satu dengan yang lainnya, begitu pula dengan desa kala patra maasing-masing Daerah, yang berbeda-beda upakaranya namun memiliki tujuan yang sama, hanya saja prosesi dan upakara yang digunakan berbeda-beda.
 Upacara Manusa Yadnya menyangkut  mulai dari upacara magedong-gedongan (bayi dalam kandungan), upacara bayi lahir, upacara kepus pengsed,  upacara nelepas Hawon/ upacara 12 hari, upacara tutug kekambuhan, upacara tiga bulanan atau nyambutin, upacara satu oton, upacara tumbuh gigi, upacara munggah deha, upacara mapandes (upacara ptong gigi), upacara wiwaha (upacara perkawinan). (PHDI, 2001:53).
Upacara perkawinan merupakan upacara yang paling akhir urutanya dari upacara dalam kandungan, manusia lahir, hingga dewasa. Dalam upacara perkawinan tidak hanya ada satu jenis perkawinan, namun ada banyak jenis  perkawinan. Begitupula dengan sistem perkawinannya. Di Bali saja tiadak semua setiap Daerah, masing-masing tidak sama prosesi dan upakara yang digunakan  sesuai dengan tradisi dari masing-masing Daerah.
Perkawinan merupakan memepersatukan dua insan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami istri, yang diatur dalam hukum adat/agama dan UUD.  Dengan tujuan membentuk rumah tangga atau keluarga yang kekal dan bahagia. Perkwinan bukan semata-mata hanya sebagai melampiaskan nafsu birahi, namun bertanggung jawab atas anak-anak, memberikan nafkah, pendidikan dan yang lainnya agar mampu membangun rumah tangga yang kekal dan bahagia. Dalam Manawa Dharmasastra tentang perkawinan diatur dalam sloka
Brahmo daiwastathaiwarsah
Prajapatyastathasurah
Gandharwo raksasaccaiwa
Paicacacca astamo’dhama
                                                (MDS.III.21)
Terjemahan
Macam-macam cara itu ialah: Brahmana Daiwa, Rsi (Arsa), Prajapati, Asura,Gandharwa, Raksasa, dan Paisaca (Pisaca).

Kutipan sloka diatas menguraikan tentang macam-macam perkawinan yang tercantum dalam Manawadharmasastra, mulai dari Brahmana, Daiwa, Rsi, Prajapati, Asura, Gandara, Raksasa  dan Paisaca. Dari perkawinan  yang terpuji seperti brahmana, daiwa, rsi, dan prajapati. Yang terlarang yaitu raksasa dan paisaca. Seyogyanya dapat menjalankan perkawinan yang terpuji.
Terjemhan sloka Manawa Dharmasastra, menguraikan tentang macam-macam perkawinan yang ada. Kutipan sloka Manawa Dhrmasastra sebagi cerminan dalam nantinya akan melakukan perkawinan agar menghindari beberapa jenis perkawinan yang tercela dan merusak moral. Hendaknya dapat memilih dan mampu menjalankan jenis perkwinan dari kutipan sloka Manawa Dharmasastra yang terpuji serta terhormat. Dan menghindari perkawinan seperti, Raksasa Wiwaha.
Jenis atau macam perkawinan yang digunakan akan memberikan dampak kepada keluarga. Jika dalam perkawinan itu tidak didasrkan atas cinta yang tulus dan restu dari kedua belah pihak maka niscaya perkawinan itu tidak akan langgeng dan tidak bahagia. Agar perkawinan itu langgeng dan bahagia haruslah berdasrkan ajaran Agama, mendapatkan restu dari kedua belah pihak, saling menciatai. Serta sesui dengan peraturan UU. Karena ada beberapa larangan perkawinan dalam UU.
Larangan perkawinan diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 8 dimuat : pertama , berhubungan darah daalm garis keturunan lurus keatas ke bawah (vertikal), seperti kawin dengan ayah/ibu, kakek/nenek, anak, dan sebagainya. Kedua: hubungan darah dalam garis keturunan yang menyamping (horizontal), seperti kawin dengan saudara ayah/ibu, saudara kakek/nenek, saudara kandung dan lain-lain. Ketiga: berhubungan samenda, umpama dengan mertua, menantu, anak tiri, ibu/ayah tiri. Keempat: berhubungan susuan, kelima:  saudara dengan istri atau yang lainnya. serta yang terahir diatur tentang bagi mereka yang memiliki istri lebih dari satu.  (Girinata.2009:144)  
Tujuan perkawinan untuk memproleh keturunan yang suputra yaitu anak hormat pada orangtua, cinta kasih terhdap sesame dan berbhakti kepada Tuhan, perkawinan sebagai yadnya. (Anom.2010:5). Tidak hanya untuk memproleh keturunan melainkan membangun rumah tangga dan membentuk keluarga agar mendaptkan pendamping hidup yang nantinyaa diajak berbagi suka maupun duka serta mempererat tali persaudaraan.
Perkawinan banyak sistem, macam, upacara, upakara serta prosesinya yang bereda-beda. Yang mengundang rasa ingin tahu penulis untuk meneliti tentang perkawinan. Maka dari itu dalam proposal ini penulis meneliti tentang perkawinana. Karena perkawinan , tidak sekedar mempersatukan laki-laki dan perempuan dalam pelaminan, namun dalam perkawinan ada unsur sakral yang berkaitan dengan tradisi dan kepercayaan turun temurun serta berpedoman pada agama dan UU yang mengatur tentang perkawinan
     Seiring perkembangan agama Hindu di bali, ajaran agama Hindu tersebut dituntut untuk selalu fleksibel mengikuti kehidupan masyarakat di bali, begitu juga untuk cara pernikahannya.
Manusia yang dilahirkan ke dunia, sebagai makhluk yang memiliki akal, budhi, dan manah agar dapat menolong dirinya sendiri dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Dari sisi lain dinyatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah, karena memiliki kemampuan yang terbatas, oleh sebab itu maka manusia itu sendiri akan selalu memohon perlindungan kehadapan Sang Pencipta.
Demikian juga manusia adalah makhluk sosial arena itu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan makhluk atau manusia yang lain. Dengan adanya kenyataan inilah manusia tersebut membentuk suatu masyarakat, agar mempunyai tempat untuk dapat melaksanakan pergaulan mencari pengalaman dan pendidikan untuk meningkatkan dirinya dari kebodohan menuju tingkat intelektualitas yang lebih tinggi.
Pada desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur terdapat sebuah kampung Hindu. Desa Mlancu terbagi menjadi 5 dusun yaitu Dusun Kwaringan, Slumbung, Mlancu, Celeb dan Mloyo. Desa Mlancu memiliki luas 769,710 ha yang terbagi antara lahan milik masyarakat desa dan pemerintah, meliputi sawah 175,780 ha, tegal 377,555 ha, pekarangan 203,185 ha, dan bengkok 13,19 ha.
Masyarakat Desa Mlancu berjumlah 4896 jiwa pada tahun 2010 yang terbagi menjadi 1531 kepala keluarga. Masyarakat Desa Mlancu menganut tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Antara umat beragama menjalin kerukunan dan hidup berdampingan dengan baik. Hal ini terbukti dengan terdapatnya tempat peribadatan yang berhadapan antara Masjid, Pura dan Gereja akan tetapi tidak terdapat perselisihan antar umat beragama dan 177 dari jumlah KK tersebut menganut Agama Hindu.

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dicari adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sistem pernikahan, pewarisan dan perceraian dalam tradisi upacara pernikahan di Desa Mlacu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang di cari adalah sebagai berikut :
1.      Agar penulis mengetahui bagaimana pernikahan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur dilaksanakannya seperti apa.
2.      Agar penulis mengetahui pandangan masyarakat hindu di bali tentang makna dari tradisi pernikahan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur dilakukan.
3.      Agar penulis mengetahui bagaimana sistem perkawinan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur dilakukan.

1.4. Manfaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang di peroleh oleh penulis antara lain :
1.      Manfaat Teoritis
Penulis berharap melalui penelitian ini dapat memberi sumbangsih pengetahun baru tentang sistem pernikahan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur

2.      Manfaat Praktis
1)      Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai sistem dan tata cara /adat pernikahan di Menambah wawasan penulis mengenai wacana nilai pendidikan khususnya pendidikan Islam, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku. 
2)      Bagi Kampus
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan Kampus, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya, dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikannya,
3)      Bagi Ilmu Pengetahuan
Berguna untuk menambah informasi serta pengetahuan yang mengkhusus tentang sistem pernikahan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur












BAB II
METODE PENELITIAN

2.1.  Subjek Penelitian
2.1.1.      Tempat Penelitian
Pada desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur terdapat sebuah kampung Hindu. Desa Mlancu terbagi menjadi 5 dusun yaitu Dusun Kwaringan, Slumbung, Mlancu, Celeb dan Mloyo. Desa Mlancu memiliki luas 769,710 ha yang terbagi antara lahan milik masyarakat desa dan pemerintah, meliputi sawah 175,780 ha, tegal 377,555 ha, pekarangan 203,185 ha, dan bengkok 13,19 ha.
Masyarakat Desa Mlancu berjumlah 4896 jiwa pada tahun 2010 yang terbagi menjadi 1531 kepala keluarga. Masyarakat Desa Mlancu menganut tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Antara umat beragama menjalin kerukunan dan hidup berdampingan dengan baik. Hal ini terbukti dengan terdapatnya tempat peribadatan yang berhadapan antara Masjid, Pura dan Gereja akan tetapi tidak terdapat perselisihan antar umat beragama dan 177 dari jumlah KK tersebut menganut Agama Hindu. Dari jumlah 177 KK tersebut terdapa 777 jiwa di dalamnya.

2.1.2.      Sumber Data
Berdarkan data yang telah terkumpul, penulis berterimakasih kepada semua narasumber yang telah memberikan informasinya dengan detai dan lumayan akurat, meskipun di haruskan melakukan peninjauan kembali agar memperoleh informasi yang lebih detail dan sangat akurat
2.1.2.1. Sumber Data Primer
Dalam kasus ini penulis belum dapat mendapatkan informasi langsung mengenai pernikahan di desa Mlancu ini. Keterbatasan waktu dan memang tidak ada kegiatan langsung, menjadi kendala penulis memperoleh informasi lebih tentang Adat Pernikahan di Desa Mlancu ini
2.1.2.2. Sumber Data Sekunder
Melalui proses responden / wawancara tatap muka, Penulis berhasil menggali informasi yang lumayan padat tentang masalah pernikahan di desa Mlancu ini bersama 2 (dua) narasumber yang pernah dan masih bertugas langsung untuk melaksanakan pernikahan di desa Mlancu ini.
1.      Nama               : Pak Yitno
Alamat             : Dusun Bangkalan / Kewaringan, Desa melancu
No Tlp.            : 081 259 044 489
Jabatan            : Pengurus Pernikahan

2.      Nama               : Pak Rusdi
Alamat             : Dusun Melancu Desa Mlancu
Jabatan            : Kelihan Desa (Penasihat Desa)

2.2. Alasan Penelitian
Alasan penulis mengambil subjek dan tema tersebut adalah karena penulis menyadari pentingnya pernikahan apalagi di satu sisi berbicara dalam konteks pernikahan hindu di luar bali.

2.3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data, adalah dengan cara wawancara tatap muka dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dibuat dan di dekam / di dokumentasikan menggunakan Recorder dan Camera






BAB III
PEMBAHASAN

3.1.  Deskripsi Hasil Penelitian Tentang Sistem Pernikahan Desa Mlancu
Berdasarkan data yang di temukan di lapangan sistem pernikahan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur masih terbilang cukup sederhana dan jauh dari cara pernikahan yang dilakukan di Bali. Pengetahuan serta informasi yang kurang serta kurangnya sosialisai tentang makna dari sarana prasarana yang dibutuhkan menjadi penyebab berbedanya adat pernikahan desa Mlancu ini jauh dari apa yang diajarkan di dalam kitab-kitab dan sastra agama hindu. Pernikahan di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur masih bercampur dengan pernikahan agama Islam yang cendrung tidak terlalu memerlukan sarana dan prasarana yang terlalu banyak. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa tata cara pernikahan di desa Mlancu
Desa Mlancu terletak di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Masyarakat Desa Mlancu berjumlah 4896 jiwa pada tahun 2010 yang terbagi menjadi 1531 kepala keluarga. Masyarakat Desa Mlancu menganut tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Antara umat beragama menjalin kerukunan dan hidup berdampingan dengan baik. Hal ini terbukti dengan terdapatnya tempat peribadatan yang berhadapan antara Masjid, Pura dan Gereja akan tetapi tidak terdapat perselisihan antar umat beragama dan 177 dari jumlah KK tersebut menganut Agama Hindu dan terdapat 777 jiwa di dalamnya
Perbedaan mayoritas inilah penyebab percampuran budaya yang salah satunya adalah budaya pernikahan ini .

3.2.  Syarat-Syarat Penikahan Di Desa Mlancu
·         KTP/Surat keterangan masing-masing mempelai
·         KK/Surat Keterangan masing-masing mempelai
·         Akta Kelahiran/Surat Keterangan masing-masing mempelai
·         Surat Keterangan Pawidi Widana (dari catatan sipil harus ada Upacara dulu baru di keluarkannya belangko yang bernama Pawidi Widana)
·         Untuk pihak laki-laki maupun perempuan ada keluarganya yang meninggal, diwajibkan mencari Surat Keterangan Kematian  (menggunakan Wali dari pihak keluarga)
·         Mengajak saksi 2 orang (pihak laki-laki 1 dan perempuan 1)
·         Untuk mencari akta pernikahan di perlukan persyaratan KTP Saksi saat pernikahan

3.3.  Upacara Pernikahan dan Sarana Pernikahan Hindu Di Desa Mlancu
Adapun informasi yang di dapatkan di desa Mlancu ini tentang adat pernikahan di desa Mlancu adalah :
1.      Proses Lamaran
Hal pertama yang dilakukan dalam proses pernikahan di desa Mlancu tidak jauh beda dengan proses pernikahan pada umumnya. Pihak laki-laki dating ke tempat pihak perempuan untuk melamar pihak perempuan. Proses lamaran bertujuan untuk mempertemukan kedua keluarga untuk saling membicarakan tentang anaknya masing-masing dan selanjutnya menunggu keputusan dari pihak perempuan.
2.      Pihak Perempuan Datang ke Pihak Laki-laki
Tujuan pihak perempuan datang ke pihak laki-laki untuk membicarakan sistematika pernikahannya dan dengan membawa hari penentuan pernikahan. Jadi adat desa mlancu ini pihak perempuanlah yang menentukan hari baik untuk pelaksanaan pernikahan.
3.      Pemberitahuan Kepada Ketua RT dan Adat Desa Mlancu
Dalam pelaksanaan pernikahan harus ada saksi dari dinas terkait di dalamnya yang berperan sebagai saksi dan mencatat di Catatan Sipil bahwasannya telah terjadi pernikahan di daerah tersebut.
4.      Pemberitahuan Kepada Pemangku Adat Yang Bertugas Di Kecamatan Kandangan.
Perlu di ketahui di kecamatan Kandangan terdapat 12 Desa dan ada 4 pemangku yang bertugas untuk melaksanakan pernikahan. Masing-masing pemangku bertugas/memegang 3 desa. Tetapi menurut narasumber di desa Mlancu hanya ada 2 pemangku saja yang masih aktif untuk melangsungkan pernikahan karena itulah PHDI daerah Mlancu menerbitkan aturan baru, yakni setiap pemangku yang bertugas di desa masing-masing dapat memimpin / melaksanakan upacara pernikahan, karena melihat sangat luasnya daerah kecamatan kandangan.
5.      Upacara Pernikahan
Dalam upacara pernikahan ini bisa dilaksanakan di tempat wanita, dalam pelaksanaan nya di dahului dengan upacara penatapan bebantenan atau sarana banten yang di siapkan untuk upacara pernikahan. Walaupun terjadinya pernikahan di pihak perempuan, tetapi saat pembuatan Kartu Keluarga tetap berada di keluarga laki-laki.
6.      Resepsi
Setelah dilaksanakan pernikahan, selanjutnya tidak jauh beda dengan yang ada di Bali, yakni dilangsungkannya pesta penyambutan pernikahan / Resepsi pernikahan sebagai sambutan untuk mengawali hidup baru

Pada dasarnya di desa Mlancu tidak terlalu mempermasalahkan tentang permasalahan Purusa dan Pradana seperti di Bali. Menurut narasumber yang di temui “permasalahan Purusa dan Pradana seperti yang sodara-sodara kita di bali jalankan, agak sulit diterapkan karena agama Hindu di Mlancu ini termasuk baru, dan kebanyakan bercampur dengan budaya muslim, kurangnya sosialisasi dan keadaan keluarga di desa Mlancu ini menjadi salah satu faktor penyebab lambatnya kemajuan dan berkembangnya Agama Hindu di Desa Mlancu ini”



Menurut informasi yang di peroleh, di Desa Mlancu terdapat 9 Pemangku adat yang dapat menihkahkan pasangan, antara lain :
·         Pak Bakalan
·         Pak rudi
·         Pak woko
·         Pak eko
·         Pak Sudiri
·         Pak Sudik
·         Pak Is
·         Pak Sutris
·         Pak Parman
Dalam kasus pernikahan, di Kecamatan Kandangan telah beberapa kali di laksanakan pernikahan masal. Peserta pernikahan masal ini biasanya terdiri dari para lansia yang terganjal pernikahannya karena alasan-alasan tertentu, seperti : kekurangan dana, tidak ada restu, serta kekurangan surat-surat untuk melaksanakan pernikahan. Kebanyakan dari peserta tersebut telah tinggal bersama bertahun-tahun (Kumpul Kebo) dan mempunyai anak bahkan cucu, ada juga yang sampai wafat/meninggal dunia belum melaksanakan pernikahan. Pemerintah Kab. Kediri sangat mendukung acara pernikahan masal tersebut, dikarenakan banyak sekali kepentingan-kepentingan yang harus menyertakan KK serta Akta dan lain-lainnya untuk memperoleh tunjangan sosial dari Negara. Pemerintah juga menyayangkan kepada masyarakat yang masih kurang peduli tentang mengurus pernikahan, karena akan berdampak pada keturunannya.




3.4.  Sistem Pewarisan Hindu Di Desa Mlancu
Seperti yang kita ketahui, di Indonesia ada terdapat beberapa sistem pewarisan, yakni ;
1.      Sistem Keturunan
Secara teoritis sistem keturunan ini dapat dibedakan dalam tiga corak:
a)      Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan.
b)      Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria didalam pewarisan.
c)      Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan.
2.      Sistem Pewarisan Individual
Sistem pewarisan individual atau perseorangan adalah sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagain untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta warisannya untuk diusahakan, dinikmati ataupun dialihkan (dijual) kepada sesama waris, anggota kerabat, tetangga ataupun orang lain. Sistem pewarisan individual ini banyak berlaku di kalangan masyarakat adat Jawa dan Batak.
3.      Sistem Pewarisan Kolektip
Sistem pewarisan dimana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan pemilikannya dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasi dari harta peninggalan itu. Bagaimana cara pemakaian untuk kepentingan dan kebutuhan masing-masing waris diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta peninggalan di bawah bimbingan kerabat. Sistem kolektif ini terdapat misalnya di daerah Minangkabau, kadang-kadang juga di tanah Batak atau di Minahasa dalam sifatnya yang terbatas.
4.      Sistem Pewarisan Mayorat
Sistem pewarisan mayorat sesunggunhnya adalah juga merupakan sistem pewarisan kolektif, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta  yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga.
Sistem mayorat ini ada 2 (dua) macam dikarenakan perbedaan sistem keturunan yang dianut, yaitu:
a.       Mayorat laki-laki, seperti berlaku di lingkungan masyarakat Lampung, terutama yang beradat pepadun, atau juga berlaku sebagaimana di Teluk Yos Soedarso Kabupaten Jayapura Papua.
b.      Mayorat perempuan, seperti berlaku di lingkungan masyarakat ada semendo di Sumater Selatan.

Berbicara tentang sistem perkawinan tidak lepas dengan adanya sistem pewarisan berbicara tentang pewarisan Hindu yang kita kenal di Bali yang Patrilinial yakni mengikuti keturunan Ayah, di desa Mlancu ini menggunakan sistem Matrilinial yakni mengikuti keturunan Ayah maupun Ibu yang berarti Laki-laki maupun Perempuan dapat mewaris, seperti yang di kemukakan sebelumnya akibat masyarakat yang heterogen mengakibatkan percampuran budaya yang membangun antar masyarakat di desa Mlancu, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, harta yang di wariskanpun hanya harta yang di peroleh saat melangsungkan pernikahan saja (harta gonogini). Mengingat laki-laki maupun dapat mewaris di desa Mlancu ini, tidak heran jika saat melangsungkan pernikahan masing-masing pihak telah di berikan bekal / harta bawaan untuk melangsungkan pernikahannya. Harta bawaan ini dapat di jadikan harta warisan / harta gonogini jika telah terjadi kesepakatan sebelum pernikahannya dahulu.

3.5.  Sistem Perceraian Hindu Di Desa Mlancu
Dalam pernikahan, perceraian merupakan suatu peristiwa yang kadang tidak dapat dihindarkan oleh pasangan menikah, baik mereka yang baru saja menikah atau mereka yang sudah lama menikah. Perceraian merupakan salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan di luar sebab lain yaitu kematian dan atau atas putusan pengadilan seperti yang terdapat di dalam Pasal 38 UU Perkawinan. Dalam hal perceraian dapat dilakukan dan diputuskan apabila memiliki alasan-alasan, baik dari pihak suami maupun istri.
Saat berproses atau berperkara di pengadilan, baik itu di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, sangat disarankan pihak penggugat dan pihak tergugat dapat didampingi oleh advokat (pengacara). Advokat selain dapat mendampingi para pihak yang beracara, ia juga dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai terkait dengan kesepakatan-kesepakatan, seperti harta gono gini, tunjangan hidup, hak asuh anak, dan hal-hal penting lainnya.
Dasar hukum proses perceraian di Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Berdasarkan UU tersebut, dimungkinkan salah satu pihak, yaitu suami atau istri melakukan gugatan perceraian.
Berbeda halnya dengan perceraian secara Adat/Agama. Di Desa Mlancu ini jika sudah tidak merasa cocok dengan pasangannya. Salah satu pihak langsung kembali ke keluarga asalnya. Tanpa melakukan upacara seperti halnya saat melangsungkan pernikahan. Mungkin inilah juga salah satu penyebab dimana kurangnya pengetahuan tentang pemahaman Purusan dan Pradana. Biasanya jika salah satu keluarga ingin melakukan perceraian hal pertama yang dilakukan adalah melapor kepada Catatan sipil Dan Ketua RT/ yang berwajib setempat untuk perceraian secara resmi/nasional. Sedangkan untuk secara agama tidak ada melaksanakan upacara apapun. Dengan kata lain jika sudah mendapatkan akta cerai maka di anggap sudah tidak ada hubungan apapun lagi.





























BAB IV
PENUTUP

4.1.  Kesimpulan
Perkawinan merupakan memepersatukan dua insan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami istri, yang diatur dalam hukum adat/agama dan UUD.  Dengan tujuan membentuk rumah tangga atau keluarga yang kekal dan bahagia. Perkwinan bukan semata-mata hanya sebagai melampiaskan nafsu birahi, namun bertanggung jawab atas anak-anak, memberikan nafkah, pendidikan dan yang lainnya agar mampu membangun rumah tangga yang kekal dan bahagia. Di samping itu menurut Agama Hindu, dengan kita mengikuti anjuran-anjuran yang ada di kitab-kitab dan sastra-sastra dapat mewujudkan keturunan yang suputra.
Berbeda halnya dengan umat Hindu di Desa Mlancu, disana masyarakat Hindunya dengan melangsungkan pernikahan yang lumayan jauh berbeda dari apa yang ada dan diperlukan pada sastra-satsra dan Kitab-kitab suci yang menerangkan tentang tata cara pernikahan menurut Hindu, tetapi kebanyakan masyarakat disana hidup dalam kebahagian dalam keluarganya masing-masing dan mempunyai anak yang suputra walaupun saat menikah tidak mengikuti semua anjuran yang ada dalam sastra-sastra maupun kitab suci. Itu membuktikan bahwa segala sesuatu yang di awali dengan niat baik akan menghasilkan hal yang baik pula.

4.2.  Saran
Adapun saran yang bisa penulis berikan, antara lain :
1)      Kurangnya sosialisasi tentang tata cara pernikahan hindu yang benar di desa melacu merupakan factor yang berpengaruh dalam perkembangan agama Hindu di desa Mlancu, diharapkan adanya pembahasan yang menyeluruh dari PHDI di bali dengan PHDI di Jawa Timur untuk membahas tentang sosialisasi tentang system pernikahan Hindu yang benar. Agar terciptanya ajaran yang sama menurut Kitab suci.
2)      Diperlukannya studi lebih lanjut untuk mensosialisasikan tata cara perkawinan sampai dengan pewarisan serta perceraian agar tidak terjadi paham sama agama beda panutana.




























DAFTAR PUSTAKA


Anom, Ida Bagus. 2010. Perkawinan Menurut Adat Agama Hindu. Denpasara: CV Kayu Mas Agung. 
Artadi, I Ketut. 2011. Kebudayaan Spritual Nilai Makna dan Martabat Kebudayaan Dimensi Tubuh Akal Roh dan Jiwa. Denpaasar: Pusat Bali Posto
Astuti Artawi.2008. Upacara Sadampati dalam Sistem Perkawinan Hindu. Skripsi IHDN: Denpasar
Bangli, I B. 2005.  Mutira Dalam Budaya Hindu. Surabaya: Paramitha.
Girinata, I Made. 2009. Acara Agama Hindu 1Denpasar : IHDN
Gunawan, Pasek I Ketut. 2012.  Bahan Ajar Siva Siddhanta II. Denpasar: IHDN
Ida Pandita, Mpu Wijaya Nanda. 2005. Tatanan Upakaran Lan Upacara Manusa Yadnya. Surabaya: Paramitha
Karni, 2004, Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Skripsi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta
Kusuma, Sri Ananda. 2009.  Aum Upacara Yadnya. Denpasar: CV Kayu Mas
PHDI. 1996. “Panca Yadnya”. Denpasar: Proyek peningkatan sarana dan prasarana kehidupan beragama.
Jones Pip. 2010. Pengantar Teori-teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Pudja G, Rai Sudharta Tjokorda. 2003. Manawa Dharmasastra. Jakarta: Pustaka Mitra Jaya.
Ramiati, 2006. Tradisi Naur Kelaci dalam Upacara Perkawinan di Desa Adat Munduk Lumnang Baturiti Tabanan.
Satori,  Djam’an.  Komariah, Aan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta
Sujaelanti Arthayasa I Ketut, Suneli Yeti Ketut.1998. Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu. Surabaya: Paramitha.
Sukajaya. 2008. Kala Badeg Dalam Upacara Perkawinan di Desa Pakraman Karang Suung Kelod Peninjauan Tembuku Bangli. Skripsi. IHDN: Denpasar







































DAFTAR LAMPIRAN








































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA

SIMAK JUGA ARTIKEL DAN MAKALAH LAINNYA

Soal UAS PKN TAHUN 2017