Subscribe
Masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada
tahun 1612. Ada juga yang mengatakan bahwa masjid ini dibangun di tahun 1292
oleh Sultain Alaidin Mahmudsyah. Pada zaman penjajahan Belanda, masjid ini
sempat dihancurkan di tahun 1873. Namun Belanda memutuskan untuk membangun
kembali masjid ini di tahun 1877, sebagai permintaan maaf atas dirusaknya
bangunan masjid yang lama. Pembangunan kembali masjid baru mulai dilaksanakan
pada tahun 1879. Masjid ini selesai dibangun pada tahun 1883 dan tetap berdiri
hingga sekarang. Pada saat bencana Tsunami di tahun 2004, Masjid Raya
Baiturrahman tidak mengalami kerusakan sedikitpun dan jadi tempat mengungsi
para korban gelombang Tsunami terbesar di dunia itu.
Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Al-Mashun
ini dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909 oleh Sultan Ma’mum Al
Rasyid Perkasa Alam. Kemegahan masjid ini memang disengajakan oleh Sultan, yang
menganggap masjid ini harus lebih megah dari istananya, Istana Maimun. Sebagian
bahan bangunan untuk masjid ini diimpor dari luar negeri, seperti marmer untuk
dekorasi diimpor dari Italia dan Jerman, dan kaca patri dari Cina, dan lampu
gantung dari Prancis. Arsitek Belanda yang merancang masjid ini, JA Tingdeman
merancang bangunan ini dengan corak bangunan Maroko, Eropa, Melayu, dan Timur
Tengah.
3. Masjid Raya Ganting
Menurut sejarah, masjid ini awalnya dibangun pada tahun
1700. Namun bangunannya beberapa kali dipindah sampa pada akhirnya berada di
daerah Ganting, kota Padang, Sumatra Barat mulai tahun 1805. Atapnya yang
berbentuk persegi delapan itu dibuat oleh para pekerja etnis Cina yang membantu
mengembangkan bangunan ini, setelah Belanda menambahkan bangunan masjid ini
sebagai kompensasi digunakannya tanah wakaf untuk jalur transportasi pabrik
semen Indarung ke Pelabuhan Teluk Bayur. Masjid ini juga tetap kokoh dan tidak
mengalami kerusakan pada saat dilanda gempa dan Tsunami di tahun 1833. Presiden
Pertama Indonesia, Bung Karno, juga pernah mengungsi ke masjid ini sebelum
diasingkan ke Bengkulu di tahun 1942.
4. Masjid Istiqlal
Masjid terbesar di Asia Tenggara ini diprakarsai oleh
Bung Karno pada tahun 1951. Diarsiteki Frederich Silaban, masjid ini baru mulai
dibangun pada tahun 1961 dan merampungkan pembangunannya pada tahun 1978. Nama
masjid ini diambil dari bahasa Arab yang berarti “Kemerdekaan.” Bangunan yang
ditetapkan sebagai masjid negara Indonesia ini menjadi pusat perayaan berbagai
acara agama umat Muslim seperti Iedul Fitri, Iedul Adha, Maulid Nabi Muhammad,
dan Isra’ Mi’raj. Masjid ini mampu menampung hingga 200 ribu jamaah yang bisa
memenuhi satu lantai dasar dan lima lantai di atasnya. Masjid Istiqlal
dibangun di atas reruntuhan bekas benteng Belanda, benteng Prins Frederik –
yang didirikan pada tahun 1873.
5. Masjid Agung Banten
Masjid dengan atap bangunan yang menyerupai pagoda ini
dibangun oleh arsitek Cina bernama Tjek Ban Tjut pada masa pemerintahan sultan
pertama dari Kesultanan Banten, Sultan Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan
Gunung Jati di tahun 1560. Di sisi utara dan selatan masjid ini terdapat makam
kuno para sultan Banten dan keluarganya. Sementara, menara masjid yang tingginya
24 meter, terdapat di sisi timur dan menjadi atraksi bagi para wisatawan karena
keunikan bentuk bangunannya. Menara itu dibangun oleh arsitek Belanda, Hendrik
Lucasz Cardeel. Cardeel juga membangun bangunan khusus di sisi selatan masjid
yang dulu digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan berdiskusi.
Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung
Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini diprakarsai pembangunannya oleh
Sunan Gunung Jati dan diarsiteki oleh Sunan Kalijaga. Masjid ini selesai
dibangun pada tahun 1480, di masa penyebaran agama Islam oleh Wali Songo. Berlokasi
di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, masjid ini mempunyai
keunikan berupa sembilan pintu untuk masuk ke ruangan utama, yang melambangkan
Wali Songo. Di bulan Ramadhan, sumur air Banyu Cis Sang Cipta Rasa selalu ramai
dikunjungi oleh peziarah yang meyakini air dari sumur itu mampu mengobati
berbagai penyakit. Masjid Agung Cirebon juga dikenal dengan nama Masjid Sunan
Gunung Jati.
7. Masjid Menara Kudus
Sunan Kudus mendirikan masjid di kota Kudus pada tahun
1549 dengan menggunakan batu pertama dari Baitul Maqdis, dari Palestina. Bentuk
menara yang mirip dengan bentuk candi menunjukkan percampuran pengaruh agama
Hindu dan Budha, seperti cara Sunan Kudus menyampaikan ajaran agama Islam agar
lebih mudah dimengerti oleh penganut agama Hindu dan Budha pada masa itu.
Menara masjid ini dibangun tanpa menggunakan semen sebagai perekatnya dan
dihiasi oleh 32 piring biru yang berhiaskan lukisan.
Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak,
beserta para Wali Songo mendirikan masjid ini di tahun 1466. Masjid Agung Demak
diselesaikan pembangunannya pada tahun 1479. Bangunan induk masjid ini ditopang
oleh empat tiang utama yang bernama saka guru. Uniknya, salah satu dari tiang
utama tersebut terbuat dari serpihan kayu, dan dinamakan saka latal. Di samping
masjid ini terdapat Museum Masjid Agung Demak yang menampilkan berbagai koleksi
unik masjid, seperti beduk dan kentongan yang dibuat oleh Wali Songo, kitab
tafsir Al-Qur’an Jus 15-30 tulisan tangan Sunan Bonang, sepotong kayu dari saka
latal yang diambil oleh Sunan Kalijaga, dan lain-lain.
9. Masjid Sunan Ampel
Di tahun 1421, Sunan Ampel bersama dua sahabatnya, yang
dikenal dengan Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, mendirikan Masjid Ampel. Bangunan
seluas kurang lebih 2 km persegi itu memiliki keunikan berupa 16 tiang kayu
setinggi 17 meter dengan diameter 60 cm. Tiang-tiang dari kayu jati itu tidak
terbuat dari sambungan kayu dan sampai sekarang tidak diketahui bagaimana cara
mendirikan tiang tersebut. Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, lokasi Masjid
Sunan Ampel, tiap harinya dipenuhi oleh wisatawan yang berziarah ke makam Sunan
Ampel di sekitar halaman masjid. Di kompleks pemakaman masjid itu juga terdapat
makam salah satu pahlawan nasional, KH Mas Mansyur.
10. Masjid Kotagede
Di Yogyakarta, selain Masjid Agung Kauman, juga
terkenal Masjid Kotagede. Masjid Kotagede adalah masjid tertua di Yogyakarta,
yang didirikan oleh Sultan Agung, pemimpin kerajaan Mataram, pada tahun 1640.
Bangunan ini dikerjakan dengan bergotong-royong melibatkan pekerja beragama
Hindu dan Budha, sehingga terlihat pengaruh bangunan Hindu dan Budha pada
masjid ini. Awalnya, Masjid Kotagede hanya seluas 100 meter persegi, namun Paku
Buwono X memperluas bangunan masjid ini hinga mencapai 1.000 meter persegi. Di
bulan Ramadhan, Masjid Kotagede punya keunikan berupa sholat tarawih yang
dilakukan pada saat jam 24.00.
Gereja-gereja di Bali memang unik. Betapa tidak. Jika gereja-gereja lain di Indonesia mengambil bentuk arsitektur bergaya Barat, justru gereja-gereja di Bali mengambil gaya arsitektur khas Pulau Dewata itu sendiri. Sekilas dilihat, gereja-gereja di Bali memang mirip pura. Salah satu contohnya adalah Gereja Katolik Palasari ini yang berdiri sejak 1955. Tak hanya bangunannya yang mirip pura, bahkan gereja ini juga memiliki gapura bergaya Bali.
Selain Gereja Katolik Palasari, gereja lainnya yang memeluk gaya arsitektur Bali antara lain Gereja Protestan Blimbingsari yang dibangun pada 1939.
Ada pula gereja Yesus Gembala Baik di Ubung Kaja (Denpasar) yang didirikan pada 2003. Perpaduan ini menunjukkan tingginya rasa toleransi umat beragama di Bali.
2. Gereja Santo Fransiskus Asisi (Brastagi)
Di tengah sejuknya udara Brastagi, Sumatra Utara terdapat gereja unik ini. Gereja ini sering disebut gereja inkulturatif sebab menggabungkan budaya Kristen dengan budaya tradisional khas Sumatra Utara. Gaya bangunannya sendiri terinspirasi dengan rumah adat Batak Karo. Gereja ini terletak di desa Sempa Jaya dan diresmikan pada 2005. Bahkan, gereja ini pernah mendapatkan penghargaan dari Vatikan lho.
Gereja Katolik St. Mikael (Pangururan, Sumatra Utara)
Gereja ini juga dijuluki gereja Katolik inkulturasi karena gaya bangunannya yang mengadaptasi rumah tradisional khas batak. Hanya sedikit informasi yang bisa kuperoleh dari gereja ini. Gereja ini terletak di Pulau Samosir.
Sekilas, bangunan ini mirip kelenteng. Namun sebenarnya ini adalah gereja yang dibangun oleh penduduk Tionghoa beragama Katolik. Gereja di Jakarta Barat ini berdiri pada tahun 1954 dan hingga kini masih menyelenggarakan misa dalam bahasa Mandarin.
4. Gereja Poh Sarang (Kediri)
Gereja unik ini terletak di kaki Gunung Wilis, Kediri. Bangunan yang diarsiteki Henri Maclaine Pont dan Pastur Jan Waolters ini terinspirasi dengan gaya tradisional Jawa. Namun tetap, gereja ini memiliki keunikan tiada duanya bila dilihat dari bentuk bangunannya. Di gereja ini juga terdapat Gua Maria yang dibuat menyerupai Gua Maria yang ada di Lourdes, Prancis.
5. GKJ Karangjoso (Purworejo)
Wah, nggak nyangka ya ternyata Purworejo menyimpan warisan sejarah berupa bangunan Gereja Kristen Jawa (GKJ) tertua di Jawa. Gereja ini didirikan oleh Kyai Sadrach dengan ajaran campuran antara Kristen – Kejawen (kepercayaan tradisional Jawa). Uniknya, gereja ini sepintas memang menyerupai masjid. Namun jika pada masjid terdapat mustaka di puncaknya, di bangunan gereja ini mustaka digantikan dengan salib. Salibnya pun unik, yaitu persilangan antara senjata cakra milik Prabu Kresna dan panah Pasopati milik Arjuna. Berkat akulturasi ini, ajaran GKJ berkembang dengan pesat, walaupun menurut sejarah, cara ini tak disetujui oleh para zending (para misionaris asal Belanda).
6. Gereja Hati Kudus Yesus (Ganjuran)
Gereja superunik ini terletak di Ganjuran, sekitar 20 km dar Yogyakarta. Gereja dan Gua Maria yang dibangun pada tahun 1924 atas prakarsa Joseph dan Julius Smutzer (pengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro) ini diarsiteki J. Yh. van Oyen. Keunikannya tentu bangunan candi dengan patung Yesus yang menyerupai dewa Hindu serta bangunan gerejanya yang bergaya Joglo.
7. Gereja Maranatha (Banjarmasin)
Gereja ini merupakan gereja Protestan yang kebanyakan jemaatnya adalah pendatang dari Maluku. Namun gereja ini sengaja dibangun dengan gaya arsitektur rumah tradisional suku Banjar yang merupakan penduduk asli Banjarmasin yang seluruhnya menganut Islam.
Masih di Kalimantan, terdapat pula gereja-gereja Dayak yang menggunakan rumah Lamin (rumah adat Dayak) dan hiasan khas Dayak pada altarnya seperti ini.
7. Gereja-gereja tua Belanda
Gereja Sion (Jakarta)
Dijuluki sebagai “the oldest operating church in Jakarta” atau gereja tertua di Jakarta yang masih digunakan, gereja ini dibangun pada 1695 dan sering dijuluki sebagai Gereja Portugis.
Gereja St. Yusuf (Cirebon)
Gereja ini adalah gereja tertua di Jawa Barat. Gereja ini dibangun pada 1878 atas perintah Lousi Theodoor Gonsalves, pemilik pabrik gula di Jawa dengan arsitek Gaunt Slotez. Kini, gereja ini telah menjadi cagar budaya di Cirebon.
Gereja GPIB Magelang
Sekilas dilihat, gereja GPIB Magelang memang tampak seperti puri Eropa. Untunglah gereja ini masih lestari dengan bentuk aslinya seperti ketika dibangun 1817.
Gereja GPIB Purworejo
Gereja GPIB Purwokerto yang bergaya arsitektur neo-gothic ini dibangun pada 1897 dan memiliki menara lonceng kecil yang berkubah.
Gereja St. Antonius (Solo)
Sekilas melihatnya, mungkin kita akan sulit percaya bahwa gereja ini terletak di Indonesia, bukan di luar negeri. Gereja paroki St. Laurensius ini tergolong baru, sebab baru diresmikan 21 Mei 2009 dan baru resmi menjadi paroki pada 2012. Gereja megah ini terletak di kawasan perumahan Alam Sutera, Tangerang dan merupakan satu-satunya gereja Katolik berkubah di wilayah Keuskupan Agung Jakarta.
9. Gereja Regina Caeli (Jakarta)
Gereja yang terletak di wilayah Pantai Indah Kapuk ini dibangun selama dua tahun dan diresmikan pada 11 Juni 2006. Keunikan gereja ini tentunya adalah gaya arsitekturnya yang modern membuatnya layak menyandang sebagai salah satu gereja terindah di Indonesia.
10. Gereja Setan???? Inilah alasan mengapa sebaiknya kita tidak menaruh gurita di atas atap rumah.
Entah kerasukan apa aku sampai memasukkan bangunan ini ke list gereja2 yang ada di Indonesia hahaha. Tapi karena ceritanya yang kocak, makanya aku iseng2 memasukkannya ke sini. Bangunan ini terletak di kawasan Pasteur, Bandung dan sempat membuat heboh karena ada gurita di atas atapnya. Sampai-sampai muncul gosip bahwa bangunan ini adalah gereja para pemuja setan hingga pernah hampir digrebek polisi segala. Namun sebenarnya rumah ini hanya rumah biasa milik seorang pecinta seni kontemporer, bahkan konon katanya gurita di atas atap rumah ini dipasang oleh para mahasiswa ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA