Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan mempunyai system dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan Negara itu.
Namun di beberapa Negara sering terjadi tindakan separatism karena system pemerintahan
yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bias diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai system pemerintahan yang statis, absolute maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti system pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi system pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bias ikut turut dan adil dalam pembangunan system pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bias mempraktikkan system pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahanhanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan Negara dalam waktu relatif
lama dan mencegah adanya perilaku reaksi oner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis memberi judul“ SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA‘’.
1.2 Perumusan Masalah
Agar perumusan masalah ini tidak meluas maka penulis perlu membatasi ruang lingkup masalah Sistem Pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Sistem Pemerintahan.
2. Organisasi Sistem Pemerintahan Negara.
3. Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
4. Ciri-ciri Pemerintahan Parlementer dan Presidensial.
5. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial.
6. Kekurangan Sistem Parlementer dan Presidensial.
7. Sistem Pemerintahan Indonesia.
8. Kelebihan dan kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
9. Lembaga-lembaga Negara
10. Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia
11. Sistem Pemilihan Umum Indonesia
2. Organisasi Sistem Pemerintahan Negara.
3. Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
4. Ciri-ciri Pemerintahan Parlementer dan Presidensial.
5. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial.
6. Kekurangan Sistem Parlementer dan Presidensial.
7. Sistem Pemerintahan Indonesia.
8. Kelebihan dan kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
9. Lembaga-lembaga Negara
10. Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia
11. Sistem Pemilihan Umum Indonesia
BAB II
1. Pengertian Sistem Pemerintahan
Pada prinsipnya sistem pemerintahan itu mengacu pada bentuk
hubungan antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif (Sri Soemantri,
1981:76). Sir Walter Bagehot (1955) kemudian membedakan antara sistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Meskipun
sebenarnya Bagehot hanya sekedar mencoba untuk memperbandingkan antara sistem
yang berlaku di Inggris dan di Amerika Serikat, namun pembedaan ini lalu
menjadi klasifikasi pokok bagi sistem pemerintahan itu sendiri.
Namun demikian uraian tentang sistem pemerintah Indonesia di
sini akan sedikit diperluas. Tidak hanya meliputi hubungan antara Presiden yang
merupakan lembaga eksekutif dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
lembaga legislatif semata. Uraian di sini juga akan meliputi penjelasan
sekedarnya tentang lembaga-lembaga ketatanegaraan Indonesia yang lain.
SISTEM
PEMERINTAHAN INDONESIA
Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.
Kekuasaan pemerintahan Negara Indonesia menurut
undang–undang dasar 1 sampai dengan pasal 16. pasal 19 sampai dengan pasal 23
ayat (1) dan ayat (5), serta pasal 24 adalah:
1. Kekuasaan menjalan perundang – undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif yang dilakukan oleh DPA.
3. Kekuasaan membentuk perundang – undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh DPR.
4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif yang dilakukan oleh BPK.
5. Kekuasaan mempertahankan perundang – undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA.
Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga tertinggi Negara dengan atau antara Lembaga – lembaga Tinggi Negara ialah sebagai berikut:
1. Kekuasaan menjalan perundang – undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif yang dilakukan oleh DPA.
3. Kekuasaan membentuk perundang – undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh DPR.
4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif yang dilakukan oleh BPK.
5. Kekuasaan mempertahankan perundang – undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA.
Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga tertinggi Negara dengan atau antara Lembaga – lembaga Tinggi Negara ialah sebagai berikut:
1. Lembaga tertinggi Negara adalah majelis permusyawaratan rakyat. MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Negara dengan pelaksana kedaulatan rakyat memilih dan mengangkat presiden atau mandataris dan wakil presiden untuk melaksanakan garis – garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan putusan – putusan MPR lainnya. MPR dapat pula diberhentikan presiden sebelum masa jabatan berakhir atas permintaan sendiri, berhalangan tetap sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, atau sungguh – sungguh melanggar haluan Negara yang ditetapkan oleh MPR.
2. Lembaga – lembaga tinggi Negara sesuai dengan urutan yang terdapat dalam UUD 1945 ialah presiden (pasal 4 – 15), DPA (pasal 16), DPR (pasal 19-22), BPK (pasal 23), dan MA (pasal 24).
a. Presiden adalah penyelenggara kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR. Dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh seorang wakil presiden. Presiden atas nama pemerintah (eksekutif) bersama – sama dengan DPR membentuk UU termasuk menetapkan APBN. Dengan persetujuan DPR, presiden dapat menyatakan perang.
b. Dewan pertimbangan Agung (DPA)
adalah sebuah bahan penasehat pemerintah yang berkewajiban memberi jawaban atas
pertanyaan presien. Selain itu DPA berhak mengajukan pertimbangan kepada
presiden.
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebauh badan legislative yang dipilih oleh masyarakat berkewajiban selain bersama – sama dengan presiden membuat UU juga wajib mengawasi tindakkan – tindakan presiden dalam pelaksanaan haluan Negara.
d. Badan pemeriksa keuangan (BPK) ialah Badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. BPK memriksa semua pelaksanaan APBN. Hasil pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.
e. Mehkamah Agung (MA) adalah Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya. MA dapat mempertimbangkan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada kepada lembaga – lembaga tinggi Negara.
Untuk memperjelas bagaimana hubungan antara lembaga tertinggi Negara dengan lembaga tinggi Negara dan lembaga tinggi Negara dengan lembaga tinggi Negara lainnya menurut UUD 1945, perhatikan dengan seksama bagan – bagan dibawah ini yang di elaborasi oleh kansil.:
EKSEKUTIF
Kekuasaan pemerintah (eksekutif) diatur dalam UUD 1945 pada BAB II pasal 4 sampai dengan pasal 15. Pemerintahan republic Indonesia terdiri dari Aparatur pemerintah republic Indonesia terdiri dari Aparatur Pemerintah Pusat, Aperatur Pemrintah daerah dan usaha – usaha Negara. Aperatur pemrintah pusat terdiri dari :
a. Kepresidenan beserta Aparatur utamanya meliputi :
1) Presiden sebagai kepala Negara merangkap kepala pemerintahan (eksekutif).
2) Wakil presiden
3) Menteri – menteri Negara / lembaga non departemen. Menurut keputusan prsiden Republik Indonesia nomor 102 Tahun 2001 tanggal 13 september 2001 bahwa departemen merupakan unsure pelaksana pemerintah yang di pimpin oleh seorang menteri Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Departemen luar negeri, departemen pertahanan dan dewpartemen lainnya.
4) Kejaksaan agung
5) Sekretariat Negara
6) Dewan – dewan nasional
7) Lembaga – lembaga non departemen menurut keputusan presiden RI nomor 166 tahun 2000, seperti publik Indonesia (ANRI), LAN, BKN, dan perpunas, dan lain – lain.
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebauh badan legislative yang dipilih oleh masyarakat berkewajiban selain bersama – sama dengan presiden membuat UU juga wajib mengawasi tindakkan – tindakan presiden dalam pelaksanaan haluan Negara.
d. Badan pemeriksa keuangan (BPK) ialah Badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. BPK memriksa semua pelaksanaan APBN. Hasil pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.
e. Mehkamah Agung (MA) adalah Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya. MA dapat mempertimbangkan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada kepada lembaga – lembaga tinggi Negara.
Untuk memperjelas bagaimana hubungan antara lembaga tertinggi Negara dengan lembaga tinggi Negara dan lembaga tinggi Negara dengan lembaga tinggi Negara lainnya menurut UUD 1945, perhatikan dengan seksama bagan – bagan dibawah ini yang di elaborasi oleh kansil.:
EKSEKUTIF
Kekuasaan pemerintah (eksekutif) diatur dalam UUD 1945 pada BAB II pasal 4 sampai dengan pasal 15. Pemerintahan republic Indonesia terdiri dari Aparatur pemerintah republic Indonesia terdiri dari Aparatur Pemerintah Pusat, Aperatur Pemrintah daerah dan usaha – usaha Negara. Aperatur pemrintah pusat terdiri dari :
a. Kepresidenan beserta Aparatur utamanya meliputi :
1) Presiden sebagai kepala Negara merangkap kepala pemerintahan (eksekutif).
2) Wakil presiden
3) Menteri – menteri Negara / lembaga non departemen. Menurut keputusan prsiden Republik Indonesia nomor 102 Tahun 2001 tanggal 13 september 2001 bahwa departemen merupakan unsure pelaksana pemerintah yang di pimpin oleh seorang menteri Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Departemen luar negeri, departemen pertahanan dan dewpartemen lainnya.
4) Kejaksaan agung
5) Sekretariat Negara
6) Dewan – dewan nasional
7) Lembaga – lembaga non departemen menurut keputusan presiden RI nomor 166 tahun 2000, seperti publik Indonesia (ANRI), LAN, BKN, dan perpunas, dan lain – lain.
1. Perbandingan
antara Indische Staatsregeling dengan UUD 1945
Rupanya
secara umum telah diyakini bahwa sistem pemerintahan Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) itu adalah sistem presidensial. Keyakinan
ini secara yuridis samasekali tidak berdasar. Tidak ada dasar argumentasi yang
jelas atas keyakinan ini.
Apabila
diteliti kembali struktur dan sejarah penyusunan UUD 1945 maka tampaklah bahwa sebenarnya
sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 itu adalah sistem campuran. Namun
sistem campuran ini bukan campuran antara sistem presidensial model Amerika
Serikat dan sistem parlementer model Inggris. Sistem campuran yang dianut oleh
UUD 1945 adalah sistem pemerintahan campuran model Indische Staatsregeling
(‘konstitusi’ kolonial Hindia Belanda) dengan sistem pemerintahan sosialis
model Uni Sovyet.
Semua
lembaga negara kecuali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), merupakan turunan
langsung dari lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda dahulu, yang
berkembang melalui pengalaman sejarahnya sendiri sejak zaman VOC. Sementara
itu, sesuai dengan keterangan Muhammad Yamin (1971) yang tidak lain adalah
pengusulnya, MPR itu dibentuk dengan mengikuti lembaga negara Uni Sovyet yang
disebut Sovyet Tertinggi. Secara ringkas, maka apabila lembaga-lembaga
pemerintahan Hindia Belanda menurut Indische Staatsregeling dan
lembaga-lembaga negara Indonesia menurut UUD 1945 tersebut disejajarkan, maka
akan tampak sebagai berikut:
Majelis Permusyawaratan Rakyat
|
Sovyet Tertinggi
|
Presiden/Wakil Presiden
|
Gouverneur Generaal/
Luitenant Gouverneur Generaal
|
Dewan Pertimbangan Agung
|
Raad van Nederlandsch-Indie
|
Dewan Perwakilan Rakyat
|
Volksraad
|
2. Hubungan
antara Presiden dengan DPR
Alur
berpikir seperti terurai di atas dapatlah membantu kita untuk memahami mengapa
Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu memiliki kekuasaan yang luar
biasa besar. Hal ini dapat dimengerti, sebab Gouverneur Generaal, yang
kekuasaannya ditiru oleh UUD 1945 dalam bentuk kekuasaan Presiden itu, adalah viceroy
Belanda. Di tangan Gouvernuer Generaal-lah, kekuasaan tertinggi atas
Hindia Belanda itu terletak. Atas dasar itulah maka dapat dimengerti bahwa
Presiden menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) itu relatif omnipotent.
Di
lain pihak, DPR yang merupakan turunan Volksraad-pun tidak dapat
melepaskan diri dari sifat-sifat Volksraad itu sendiri. Volksraad
pada masa penjajahan Belanda itu dibentuk sebagai ‘wakil’ rakyat Hindia
Belanda, yang berhadapan dengan Gouverneur Generaal yang mewakili
Mahkota Belanda itu. Fungsi Volksraad dengan demikian pertama-tama
adalah sebagai lembaga pengawas pemerintahan kolonial Hindia Belanda, bukan
sebagai lembaga legislatif. Lembaga legislatif Hindia Belanda tetaplah Gouverneur
Generaal itu sendiri. Pola hubungan ini diikuti oleh UUD 1945 (sebelum
amandemen). DPR pertama-tama adalah lembaga pengawas Presiden, dan bukan
lembaga legislatif. Lembaga legislatif menurut UUD 1945 adalah Presiden
(bersama dengan DPR).
Namun
dalam Sidangnya pada tanggal 19 Oktober 1999 MPR membatasi kekuasaan Presiden,
dan mengalihkan kekuasaan legislatif dari Presiden bersama DPR tersebut kepada
DPR (bersama Presiden). Konstruksi konstitusional ini lebih mirip dengan
konstruksi model Inggris. Kekuasaan legislatif di Inggris sepenuhnya ada di
tangan Parliament, meskipun pengesahan secara nominal tetap ada di
tangan Raja. Presiden dengan demikian bertindak sebagai the ‘royal’
gouvernment, dan DPR bertindak sebagai the loyal opposition.
3. Kedudukan
MPR
Pada
awalnya MPR mempunyai fungsi yang presis sama dengan fungsi Sovyet Tertinggi di
Uni Sovyet atau Majelis Nasional di Republik Tiongkok (yang masih lestari
berlaku di Taiwan dan Republik Rakyat Cina itu). MPR seperti halnya Sovyet
Tertinggi maupun Majelis Nasional merupakan pelaksana Kedaulatan Rakyat. Dalam
rangka itu MPR membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang akan menjadi
pedoman kerja pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Akan
tetapi MPR pada prinsipnya tidak dapat menyelenggarakan pemerintahan yang
sebenarnya merupakan kewenangannya itu. Untuk itu maka MPR memberikan mandat
pemerintahan itu kepada Kepala Negara (yang bergelar Presiden itu). Itu
sebabnya maka maka Kepala Negara merupakan Mandataris MPR, yang tunduk dan
bertanggung jawab kepada MPR. Hal inilah yang mendasari kewenangan Presiden
untuk melaksanakan tugas pemerintahan di Indonesia itu. Hal ini mirip dengan
sistem di Uni Sovyet pula. Sovyet Tertinggi menyerahkan mandat pemerintahan
kepada Presidium Sovyet Tertinggi, yang bersifat kolektif itu (Denisov, A. dan
M. Kirichenko, 1960).
Lebih
jauh, dengan demikian tidaklah tepat apabila dikatakan bahwa Presiden itu
berfungsi sebagai Kepala Negara seperti halnya sistem presidensial model
Amerika Serikat (Thomas James Norton, 1945). Berdasarkan Penjelasan Umum UUD
1945, MPR memegang kekuasaan negara yang tertinggi. Untuk kemudian MPR
mengangkat Kepala Negara yang bergelar Presiden itu. Dengan demikian jabatan
yang menjalankan pemerintahan itu adalah Kepala Negara, sedangkan Presiden itu
hanyalah gelar dari Kepala Negara Indonesia semata. Sebaliknya tidak tepat pula
apabila dikatakan bahwa Presiden Indonesia itu juga merangkap sebagai Kepala
Pemerintahan seperti Perdana Menteri Inggris (William A. Robson, 1948 dan Wade,
E.C.S & Godfrey Phillips, 1970). Hal ini mengingat bahwa Presiden Indonesia
itu mendapat mandat pemerintahan dari Pemegang Kedaulatan Rakyat, dan bukan
dari Parlemen.
Namun
politik hukum Indonesia sejak Masa Reformasi telah mengubah sistem
ketatanegaraan Indonesia secara signifikan. Ada upaya untuk melakukan
amerikanisasi sistem pemerintahan Indonesia. Sejak awal masa Reformasi, ada
upaya nyata untuk menghapus eksistensi MPR ini, dan diubah menjadi sistem
pemerintahan model Amerika Serikat. Pada ini muncul lembaga negara yang
samasekali baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah. Secara politis, lembaga ini
merupakan akomodasi dari hilangnya Fraksi Daerah dalam susunan MPR. Akan tetapi
dari sudut kelembagaan itu sendiri, lembaga baru ini menjadi semacam lembaga Senate
dalam susunan Congress di Amerika Serikat. Dengan demikian susunan MPR
itu sendiri terdiri atas DPR dan DPD, mirip dengan susunan Congress,
yang terdiri atas Senate dan House of Representatives itu.
Bedanya, DPD di Indonesia itu tidak diberi kewenangan apapun, kecuali hanya
memberi usulan dan pertimbangan. Sesuatu yang sangat tidak efisien dan efektif.
Masalahnya mengapa Indonesia harus mengacu pada sistem Amerika Serikat?
Entahlah. Seringkali muncul pertanyaan ironik: mengapa sistem pemerintahan
Indonesia tersebut tidak mengacu saja pada Uganda atau Nepal misalnya, sebagai
sesama negara yang berdaulat?
4. Eksistensi
Penasehat Presiden
Reformasi
sistem pemerintahan Indonesia di Masa Refomasi seperti terurai di atas ditandai
pula dengan sebuah dagelan konstitutif. Melalui Amandemen Keempat pada tanggal
10 Agustus 2002 Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai lembaga pemasehat
Presiden dihapus. Namun pada saat yang sama dibentuklah Dewan Pertimbangan
Presiden (DPP). Masalahnya, perbedaan antara kedua lembaga ini hanya pada
istilah ‘Agung’ dan istilah ‘Presiden’ semata. Tidak lebih, tidak kurang. Hal
ini menunjukkan bahwa perancang perubahan ini samasekali tidak mengacu pada
sejarah lembaga prestisius ini, dan rupanya juga tidak pernah mempelajari
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967, tentang Dewan Pertimbangan Agung itu sendiri.
Perlu
diketahui bahwa lembaga pemasehat Kepala Negara semacam ini merupakan suatu
lembaga kenegaraan purba yang telah ada sejak masa Romawi dahulu. Para kaisar
Romawi itu senantiasa didampingi oleh sekelompok penasehat yang tergabung dalam
Curia Regis. Lembaga pendamping Kepala Negara ini tetap bertahan hingga
dewasa ini di pelbagai negara. Di Inggris terdapat Privy Council yang
merupakan pendamping Kepala Negara Inggris (King/Queen). Pada masa
sebelum Revolusi Perancis dikenal lembaga conseil du roy, yang pada masa
Napoleon diganti menjadi conseil d’etat. Di Belanda terdapat Raad van
State, dan di Malaysia serta di Brunai dikenal lembaga Dewan Raja.
Pada
hakekatnya bersama dengan kepala negara, lembaga penasehat ini merupakan sistem
pemerintahan purba. Sistem pemerintahan ini baru memiliki sistem pemerintahan
pembanding sejak munculnya teori Trias Politika, yang diterapkan di Amerika
Serikat atas dasar Konstitusi Amerika Serikat itu sendiri. Pada saat membentuk
sistem organisasi dagangnya VOC-pun juga mengikuti pola ini. Gouverneur
Generaal mengendalikan reksa dagangnya di seberang lautan (overzee)
bersama dengan Raad van Indie (Kleintjes, Ph., 1932 & Schrieke,
J.J., 1938-1939). Pada masa pemerintahan jajahan Hindia Belanda lembaga ini
berubah nama menjadi Raad van Nederlandsch-Indie. Sedemikian prestisius
dan terhormatnya kedudukan lembaga pendamping Gubernur Jenderal ini, sehingga
Kleintjes (1932) menempatkan Raad van Nederlandsch-Indie ini sejajar
dengan jabatan Gubernur Jenderal itu sendiri.
Inilah rupanya yang mendasari
Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966, tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia, menempatkan DPA sejajar dengan Presiden sebagai sesama lembaga
tinggi negara. Akan tetapi apapun posisinya, baik DPA maupun DPP merupakan
lembaga pendamping Presiden. Tidak ada perubahan fungsi sedikitpun antara
keduanya. Hal ini tampak jelas dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1963 tersebut di atas. Jadi, tidak ada dasar akademik yang signifikan
sedikitpun untuk menghapus DPA dan mengubahnya menjadi DPP itu. Tidak lebih
daripada sekedar dagelan konstitusional itu tadi.
5. Sistem
Keuangan Negara
Adapun
mengenai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jelas lembaga kenegaraan ini mengambil
alih fungsi Algemeene Rekenkamer. Bahkan Indische Comptabilietswet
(ICW) dan Indische Bedrijvenswet (IBW) tetap lestari menjadi acuan
kerja BPK sampai munculnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan
Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara.
Bahkan Soepomo sendiri secara eksplisit mengatakan bahwa badan ini '... dulu
dinamakan Rekenkamer, ...' (Muhammad Yamin, 1971:311).
Selanjutnya,
kedudukan BPK ini terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Akan tetapi
tidak berdiri di atas Pemerintah. Lebih jauh hasil pemeriksaan BPK itu
diberitahukan kepada DPR (Bonar Sidjabat, 1968:9-10; Muhammad Yamin,
1971:308-311). Artinya, BPK hanya wajib melaporkan hasil pemeriksaannya kepada
DPR. Dengan demikian BPK merupakan badan yang mandiri, serta bukan bawahan DPR.
Hal yang sama dijumpai pula pada hubungan kerja antara Algemeene Rekenkamer
dengan Volksraad.
6. Kekuasaan Kehakiman
Sama halnya dengan BPK, Mahkamah
Agung juga mengambil alih fungsi Hooggerechtshof van Nederlandsch-Indie.
Ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan kehakiman warisan Hindia Belanda diambil
alih pula ke dalam sistem hukum tentang kekuasaan kehakiman Indonesia beberapa
waktu lamanya sampai terbentuk ketentuan yang baru. Bedanya, pada masa
penjajahan Belanda dahulu, terdapat dualisme susunan kekuasaan kehakiman ini.
Ada Europeesche Rechtsspraak yang menangani pelbagai perkara golongan
Eropa, dan ada pula Indische Rechtssspraak yang menangani
perkara-perkara golongan inlanders (pribumi). Kelak pada masa penjajahan
Jepang, dualisme ini dihapus.
Selain
itu, pada masa penjajahan Belanda, badan peradilan agama merupakan badan
peradilan khusus yang tidak berdiri sendiri. Artinya, pada Pengadilan Landraad
ada jabatan Penghoeloe yang menangani perkara-perkara agama Islam, atas
nama Ketua Landraad setempat. Hal ini tetap berlangsung di Pengadilan
Negeri di masa Kemerdekaan. Perkara-perkara agama itu masih memerlukan fiat
eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri manakala hendak dilakukan eksekusi.
Hal ini baru berakhir tahun 1989 dengan munculnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989, tentang Peradilan Agama. Sejak itu Badan Peradilan Agama menjadi badan
peradilan khusus yang berdiri sendiri, sejajar dengan badan peradilan Umum.
Pada
masa Reformasi, muncul dua lembaga kehakiman yang baru. Kedua lembaga kehakiman
tersebut adalah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, yang muncul pada
Amandemen Ketiga pada tanggal 9 November 2001. Komisi Yudisial tersebut
diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang menyangkut mafia peradilan,
sesuatu yang keberadaannya antara ada dan tiada itu. Sementara itu Mahkamah
Konstitusi merupakan suatu lembaga antitesa atas buruknya kinerja lembaga
peradilan itu sendiri yang berpuncak pada Mahkamah Agung itu.
Kategori:
|
Lainnya
|
Menurut UUD 1945, bahwa sistem
pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan
kekuasaan atau separation of power (Trias Politica) murni sebagaimana yang
diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan
(distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi tersebut, karena
Undang-Undang Dasar 1945 :
a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
a. Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b. Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
c. Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
a. Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
2) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.
3) Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 – 2009.
4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden.
5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
7) Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer & melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalm sistem presidensial.
1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
2) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.
3) Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 – 2009.
4) Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden.
5) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
7) Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer & melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalm sistem presidensial.
b. Beberapa variasi dari Sistem Pemerintahan Presidensial RI
1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.
3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.
4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran).
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat difahami bahwa dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika politik bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan setelah dilaksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :
1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.
3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.
4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran).
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat difahami bahwa dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika politik bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan setelah dilaksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :
Masa Orde Baru (Sebelum amandemen UUD 1945)
Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagai berikut :
a. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
e. Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat.
Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-mentri itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
Masa Reformasi (Setelah Amandemen UUD 1945)
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagai berikut :
a. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
e. Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat.
Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-mentri itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
Masa Reformasi (Setelah Amandemen UUD 1945)
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
a. Negara Indonesia adalah negara
Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3), tanpa ada penjelasan.
b. Sistem Konstitusional
Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut :
- Pasal 2 ayat (1)
- Pasal 3 ayat (3)
- Pasal 4 ayat (1)
- Pasal 5 ayat (1) dan (2)
- Dan lain-lain
c. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :
- Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- Dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
f. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan,
pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang Pasal 17).
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pemerintahan Negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga
yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama
lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga Negara dalam suatu system politik meliputi empati stitusi pokok, yaitu eksekutif,
birokratif, legislatif, dan yudikatif.
Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen,
pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian system pemerintahan Negara secara
modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian system pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam system parlementer,
badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari legislatif.
Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislative maka system pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam system pemerintahan Negara republik,
lembaga-lembaga Negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam system pemerintahan Negara monarki,
lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip
yang berbeda.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan,
oleh Karena itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan terutama dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_pemerintahan
http://www.triwahyu.web.id/2012/sistem-pemerintahan-indonesia.html
http://41707011.blog.unikom.ac.id/sistem-pemerintahan.1ay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA