Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negeri seribu pulau, dan sebagai Negara yang baik adalah Negara yang
tidak pernah melupakan sejarahnya. Sebelum menjadi Negara yang besar sekarang
Indonesia dulunya disusun dengan kerajaan – kerajaan yang memimpinnya. Tersebar
banyak kerajaan di seluruh nusantara yang membentang dari sabang sampai
merauke.
Selain
kerajaan-kerajaan besar yang mendukung berdirinya Negara Indonesia seperti
Majapait, Mataram, Sriwijaya, Kutai, masih ada kerajaan-kerajaan yang tidak
sebersar kerajaan-kerajaan tersebut tetapi ikut turut serta membangun Negara
Indonesia. Yakni kerajaan di Papua dan di Nusa Tenggara, sebagian dari kerajaan
tersebut masih ada dan juga ada yang sudah hilang.
1.2.
Rumusan
Masalah
-
Apa saja kerajaan-kerajaan di papua?
-
Apa saja kerajaan-kerajaan di Nusa
Tenggara?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kerajaan Nusa Tenggara
Provinsi NTB (Nusa Tenggara Barat)
sebelumnya telah dihuni oleh orang-orang yang berasal dari kawasan Asia
Tenggara.
Penduduk asli di wilayah ini
dinamakan orang Sasak, yang sebagian besar tinggal di pulau Lombok. Sementara
itu, di pulau Sumbawa terdapat juga penduduk asli yang terdiri atas dua
kelompok, yaitu suku bangsa Sumbawa (Samawa) dan Bima. Namun, dengan terjadinya
gelombang pendatang dari Bali, Makassar, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara,
Maluku dan Nusa Tenggara Timur, penduduk asli tersebut memasuki wilayah
pertanian dan kemudian tinggal di pedalaman.
Keberadaan wilayah ini tidak dapat
dilepaskan dari masa kejayaan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 yang menguasai
semua kerajaan baik yang berada di pulau Lombok maupun Sumbawa. Dalam kitab
Negarakertagama karangan empu Prapanca tahun 1365, tertulis Lombok Barat
bernama Lombok Mirah dan
Lombok Timur bernama Sasak Adi,
Taliwang, Dompo (Dompu), Sape, Sanghyang Api, Bhima (Bima), Seram (Seran) dan
Hutan Kedali (Utan).
Kerajaan
tertua di Provinsi Nusa Tenggara Barat bernama Kerajaan Desa Lae yang terletak di desa Lae. Dalam perjalanan sejarah, kerajaan tersebut pada akhirnya terpecah-pecah menyusul
dengan meletusnya Gunung Rinjaniyang menyebabkan penduduk di
kerajaan tersebut menyebar ke seluruh Pulau Lombok.
Setelah
peristiwa tersebut muncullah kerajaan-kerajaan baru yaitu kerajaan
Suwung, yang dibangun oleh Betara Indra, Kerajaan Lombok dengan rajanya Raden Majapahit dan
Kerajaan Perigi dengan rajanya Prabu Inopati. Sementara itu di pulau
Sumbawa juga berdiri Kerajaan Dompu yang diperintah Prabu
Dadelata di samping kerajaan-kerajaan Utan, Seran, Bima,
Tambora, Sanggar dan Papekat.
Runtuhnya
kerajaan Majapahit pada abad ke 15, memberikan kesempatan bagi
kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Nusa Tenggara Barat untuk berdiri
sendiri. Kerajaan Bima dengan rajanya bernama Ruma Mawaa (Sang
Aji Bima) dan Kerajaan Sumba yang bergelar Hanggula Ratu Jawa merupakan
dua kerajaan besar di wilayah Nusa Tenggara Barat diantara 7 (tujuh) kerajaan
yang ada yang kemudian mandiri dari Majapahit
2.2. Kerajaan-Kerajaan Di Nusa Tenggara
Kehadiran Islam ke daerah Nusa Tenggara antara lain ke
Lombok diperkirakan terjadi sejak abad ke-16 yang diperkenalkan Sunan Perapen,
putra Sunan Giri. Islam masuk ke Sumbawa kemungkinan datang lewat Sulawesi,
melalui dakwah para mubalig dari Makassar antara 1540-1550. Kemudian berkembang
pula kerajaan Islam salah satunya adalah Kerajaan Selaparang di Lombok.
a. Kerajaan Lombok dan
Sumbawa
Salah satu kerajaan besar yang pernah ada di lombok adalah
kerajaan Lombok. Dibawah kepemimpinan Prabu Rangkesari, sang prabu
memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang. Pemindahan pusat kerajaan ini
diambil karena Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang
musuh, Pada masa itulah Selaparang mengalami zaman keemasan dan memegang
hegemoni di seluruh Lombok. Dari Lombok, Islam disebarkan ke Pejanggik, Parwa,
Sokong, Bayan, dan tempat-tempat lainnya. Konon Sunan Perapen meneruskan
dakwahnya dari Lombok menuju Sumbawa. Hubungan dengan beberapa negeri
dikembangkan terutama dengan Demak.
Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di
darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang
hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Penyebab
kehancuran Selaparang adalah ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem tahun 1672
M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah dan sejak saat itu, Kerajaan
Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.
Kerajaan-kerajaan di Sumbawa Barat dapat dimasukkan kepada
kekuasaan Kerajaan Gowa pada 1618. Bima ditaklukkan pada 1633 dan kemudian
Selaparang pada 1640. Pada abad ke- 17 seluruh Kerajaan Islam Lombok berada di
bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Gowa. Hubungan antara Kerajaan Gowa dan
Lombok dipererat dengan cara perkawinan seperti Pemban Selaparang, Pemban
Pejanggik, dan Pemban Parwa.
Kerajaan-kerajaan di Nusa Tenggara mengalami tekanan dari
VOC setelah terjadinya perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Pusat Kerajaan
Lombok dipindahkan ke Sumbawa pada 1673 dengan tujuan untuk dapat
mempertahankan kedaulatan kerajaan-kerajaan Islam di pulau tersebut dengan
dukungan pengaruh kekuasaan Gowa. Sumbawa dipandang lebih strategis daripada
pusat pemerintahan di Selaparang mengingat ancaman dan serangan dari VOC
terus-menerus terjadi.
b. Kerajaan Bima
Kerajaan Bima merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan
Islam yang menonjol di Nusa Tenggara dengan nama rajanya yang pertama masuk
Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul
Kahir. Sejak itu pula terjalin hubungan erat antara Kerajaan Bima dengan Kerajaan
Gowa, lebih-lebih sejak perjuangan Sultan Hasanuddin kandas akibat perjanjian
Bongaya. Setelah Kerajaan Bima terus-menerus melakukan perlawanan terhadap
masuknya politik dan monopoli perdagangan VOC akhirnya juga tunduk di bawah
kekuasaannya.
Ketika VOC mau memperbaharui perjanjiannya dengan Bima pada
1668 ditolak oleh Raja Bima, Tureli Nggampo; ketika Tambora merampas kapal VOC
pada 1675 maka Raja Tambora, Kalongkong dan para pembesarnya diharuskan
menyerahkan keris-keris pusakanya kepada Holsteijn. Pada 1691, ketika
permaisuri Kerajaan Dompu terbunuh, Raja Kerajaan Bima ditangkap dan diasingkan
ke Makassar sampai meninggal dunia di dalam penjara. Di antara
kerajaan-kerajaan di Lombok, Sumbawa, Bima, dan kerajaan-kerajaan lainnya
sepanjang abad ke-18 masih menunjukkan pemberontakan dan peperangan, karena
pihak VOC senantiasa memaksakan kehendaknya dan mencampuri pemerintahan
kerajaan-kerajaan, bahkan menangkapi dan mengasingkan raja-raja yang melawan.
Berikut
ini daftar nama Sultan Bima
1.
1640:
Sultan Abdul Kahir I (Ma bata wadu).
2.
1640-1682:
Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Mantau Uma Jati)
3.
1682-1687:
Sultan Nuruddin, kuburannya di Tolobali.
4.
1687-1696:
Sultan Jamaluddin (Sangaji Bolo). Tewas di penjara Batavia.
5.
1696-1731:
Sultan Hasanuddin. Tewas di Tallo diberi gelar Mambora di Tallo.
6.
1731-1742:
Sultan Alauddin, Manuru Daha.
7.
1742-1773:
Sultan Abdul Qadim, Ma Waa Taho.
8.
1773-1795:Sultanah
Kumalasyah (Kumala Bumi Partiga).
9.
1795-1819:
Sultan Abdul Hamid, Mantau Asi Saninu.
10.
1819-1854:
Sultan Ismail, Ma waa Alu.
11.
1854-1868:
Sultan Abdullah, Ma waa Adil.
12.
1868-1881:
Sultan Abdul Azis, Ma Waa Sampela, meninggal diusia muda.
13.
1881-1915:
Sultan Ibrahim, Ma Taho Parange.
14.
1915-1951:Sultan
Muhammad Salahuddin, Ma Kakidi Agama.
15.
1945-2001:
Sultan Abdul Kahir II, Ma Busi Ro Mawo, Jena Teke.
2.3.
Kerajaan
Papua
sejarah menunjukkan bahwa penyebaran
Islam di Papua sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, berdasarkan bukti sejarah
terdapat sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Papua, yakni:
(1) Kerajaan Waigeo
(2) Kerajaan Misool
(3) Kerajaan Salawati
(4) Kerajaan Sailolof
(5) Kerajaan Fatagar
(6) Kerajaan Rumbati (terdiri dari
Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar)
(7) Kerajaan Kowiai (Namatota)
(8) Kerajaan Aiduma
(9) Kerajaan Kaimana.
Berdasarkan
sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak,
Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah lebih awal datang ke daerah
ini. Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan Islam di Papua. Pertama, Islam
datang di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh mubaligh asal Aceh, Abdul
Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang disampaikan oleh putra
bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H.
Ismail Samali Bauw).
Abdul
Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di Rumbati dan sekitarnya. Ia
kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampung Rumbati tahun 1374.
Kedua, pendapat yang menjelaskan bahwa agama Islam pertama kali mulai
diperkenalkan di tanah Papua di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang
sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri
Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada abad pertengahan abad ke-16,
dengan bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitar 400 tahun atau di
bangun sekitar tahun 1587.
Ketiga,
pendapat yang mengatakan bahwa Islamisasi di Papua, khususnya di Fakfak
dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur oleh
seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di
Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah ancaman
penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan dibunuh,
namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk
setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
Keempat,
pendapat yang mengatakan Islam di Papua berasal dari Bacan. Pada masa
pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan syiar
Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan, Nusa
Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali
masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521. Pada masa ini
Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat
lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian
meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua
tahun 1606. Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka
masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir
menganut agama Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap
menganut animisme.
Kelima,
pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Papua berasal dari Maluku Utara
(Ternate-Tidore). Sumber sejarah Kesultanan Tidore menyebutkan bahwa pada tahun
1443 Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X atau Sultan Papua I) memimpin
ekspedisi ke daratan tanah besar (Papua). Setelah tiba di wilayah Pulau Misool
dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putera
Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi
kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah.
Kemudian
berdiri empat kerajaan di Kepulauan Raja Ampat tersebut, yakni Kerajaan
Salawati, Kerajaan Misool atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan
Waigeo Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses Islamisasi
tanah Papua, terutama di daerah pesisir barat pada pertengahan abad ke-15,
dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam di Maluku (Bacan, Ternate dan Tidore).
Hal ini didukung karena faktor letaknya yang strategis, yang merupakan jalur
perdagangan rempah-rempah (silk road)di dunia.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Islam
masuk sekitar abad ke 16 di nusa tenggara (Lombok). Islam di Lombok di
perkenalkan oleh Sunan Perapen (Putra Sunan Giri) . Kerajaan Selaparang adalah
salah satu kerajaan yang pernah ada di Lombok. Dan selaparang adalah pusat
kerajaan islam di Lombok
Selaparang
dibawah pemerintahan prabu rangkesari. Kerajaan bima merupakan kerajaan islam
yang menonjol di nusa tenggara
3.2.
Saran
Berpikirlah
keritis dan pikirkan apa yang membuar kerajaan-kerajaan di atas runtuh. Jangan
biarkan Negara kita runtuh seperti itu akibat pengaruh orang luar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA