Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam konteks perekonomian
suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan
ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau
kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan
pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam
konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari
pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa
dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat
dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional.
Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade
as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional
adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau
kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005)
menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export
promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai
motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan
internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara
menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung,
diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika
terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih
besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan
lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional
adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah
terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra,
Amber Road), dampaknya
terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi,
globalisasi,
dan kehadiran perusahaan multinasional.
2.1.2 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila
dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan
di dalam negeri, perdagangan internasional
sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena
adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan,
misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya
timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada beberapa model perdagangan
internasional diantaranya:
A.
Model Ricardian
Model Ricardian
memfokuskan pada kelebihan komparatif dan
mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional.
Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang
mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model
ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh
dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak
secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh
dan modal dalam negara.
B.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin
dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif.
Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan
prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis
model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme
harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa
pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini
memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat
penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang
yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris
dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang
dibuka dalam uji empiris oleh Wassily
Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk
mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
C.
Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas
buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak
bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke
pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti
modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan
jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi
spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai
tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan
modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk
pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan
bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam
pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk
memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
Jangan dipercaya,bohong tu.
D.
Model Gravitasi
Model
gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris
dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model
gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar
negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi
Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda.
Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri.
Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan
perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
Menurut Sadono Sukirno,
manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
Ø Memperoleh barang yang tidak dapat
diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan
hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya :
Kondisi geografi,
iklim,
tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan
internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi
sendiri.
Ø Memperoleh keuntungan dari
spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri
adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun
suatu negara
dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh
negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor
barang tersebut dari luar negeri.
Ø Memperluas pasar dan menambah
keuntungan
Terkadang, para pengusaha
tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena
mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan
mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar
negeri.
Ø Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen
yang lebih modern.
2.1.4 Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong
suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai
berikut :
Ø Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa
dalam negeri
Ø Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
Ø Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya
alam, iklim,
tenaga kerja, budaya, dan
jumlah penduduk
yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi
dan adanya keterbatasan produksi.
Ø Adanya kesamaan selera terhadap suatu
barang.
2.1.5 Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan
diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua
negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme
kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan
internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania,
ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan
pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu
sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada
tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral
kontroversial seperti GATT
dab WTO
memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional.
Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan
ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak
menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya
didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun
mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang
penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur
oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda
dan Inggris Raya
keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis
dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris,
Australia
dan Jepang
merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti
India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah
menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan
untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung,
pembelian, dan fasilitasi perdagangan.
Wujud lain dari biaya transaksi
dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur
biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya
didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir,
bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa
dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian
internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur
dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali
tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri
dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar
membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi
tersebut.
Regulasi dari perdagangan
internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global,
dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika
Selatan, NAFTA antara Amerika
Serikat, Kanada
dan Meksiko,
dan Uni Eropa
anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan
pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena
penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti
MAI (Multilateral
Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan
ini.
2.2 Sistem perekonomian
Sistem perekonomian
adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya
yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya
adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki
semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di
pegang oleh pemerintah.
Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem
tersebut.
Selain faktor produksi, sistem
ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan
alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies)
memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan
alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market
economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi
barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan
Ada beberapa macam sisitem
perekonomian yaitu:
Ø Perekonomian terencana
Ada dua bentuk utama perekonomian terencana,
yaitu komunisme
dan sosialisme.
Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang
mengharuskan pemerintah memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi.
Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut
hanyalah sementara; Ketika perekonomian masyarakat dianggap telah matang,
pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada para
buruh. Uni Soviet
dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan sistem ekonomi
ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara,
Vietnam,
dan RRC yang menggunakan sistem ini.
Negara-negara itu pun tidak sepenuhnya mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai
melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor
produksinya sendiri.
Ø Perekonomian pasar
Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme
dan liberalisme
untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual
dan membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai
akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh
mekanisme penawaran-permintaan.
Ø Perekonomian pasar campuran
Perekonomian pasar campuran atau mixed market
economies adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana.
Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar
melaksanakan perekonomian pasar atau pun terencana, bahkan negara seperti Amerika
Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat
tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya
larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur,
pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan
negara-negara perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur
yang telah melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan
pemerintah menjadi perusahaan swasta.
2.3.1 Efek Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konteks perekonomian
suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan
ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau
kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan
pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam
konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari
pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa
dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat
dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional.
Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan (
trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan
internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut
atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan
(2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang
berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor
sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan
internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara
menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung,
diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika
terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang
pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
2.3.4 Efek Terhadap Produksi
Pedagangan luar negeri
mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap sector produksi di dalam negeri.
Secara umum kita bisa menyebutkan empat macam pengaruh yang bekerja melalui
adanya:
1.
Spesialisasi produksi.
2.
Kenaikan “investasi surplus”
3.
“Vent for Surplus”.
4.
Kenaikan produktivitas.
Perdagagangan internasional
mendorong masing-masing Negara kea rah spesialisasi dalam produksi barang di
mana Negara tersebut memiliki keunggulan komperatifnya. Dalam kasus
constant-cost, akan terjadi spesialisasi produksi yang penuh, sedangkan dalam
kasus increasing-cost terjadi spesialisasi yang tidak penuh. Yang perlu diingat
disini adalah spesialisasi itu sendiri tidak membawa manfaat kepada masyarakat
kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksinya dengan
barang-barang lain yang dibutuhkan.
Spesialisasi plus perdagangan
bisa meningkatkan pendapatan riil masyarakat, tetapi spesialisasi tanpa
perdagangan mungkin justru menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Tetapi apakah spesialisasi plus perdagangan selalu menguntungkan suatu negara ? Dalam uraian diatas dapat menyimpulakan, bahwa CPF sesudah perdagangan selalu lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama dengan CPF sebelum perdangangan. Ini berarti bahwa perdagangan tidak akan membuat pendapatan riil masyarakat lebih rendah, dan sangat mungkin membuatnya lebih tinggi. Tetapi perhatikan bahwa analisa semacam ini bersifat “statik”, yaitu tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang timbul apabila situasi berubah atau berkembang, seperti yang kita jumpai dalam kenyataan.
Ada tiga keadaan yang membuat
spesialisasi dan perdagangan tidak selalu bermanfaat bagi suatu negara. Ketiga
keaadan ini berkaitan dengan kemungkinan spesialisasi produksi yang terlalu
jauh, artinya adanya sektor produksi yang terlalu terpusatkan pada satu atau
dua barang saja. Keadaan ini adalah:
a.
Ketidakstabilan pasar luar negeri
Bayangkan suatu negara yang
karena dorongan spesialisasi dari perdagangan, hanya memproduksi karet dan
kayu. Apabila harga karet dan kayu dunia jatuh, maka perekonomian dalam negeri
otomatis akan jatuh. Lain halnya apabila negara tersebut tidak hanya
berspesialsasi pada kedua barang tesebut, tetapi juga memproduksi barang-barang
lain baik untuk ekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Turunnya
harga dari satu atau dua barang mungkin bisa diimbangi oleh naiknnya haga
barang-barang lain. Inilah pertentangan atau konfik antara spesialisasi dengan
diversifikasi. Spesialisasi biasa meningkatkan pendapatan riil masyarakat
secara maksimal, tetapi dengan resiko ketidakstabilan pendapatan tetapi dengan
konsekuensi harus mengorbankan sebagian dari kenaikan pendapatan dari
spesialisasi. Sekarang hampir semua negara di dunia menyadari bahwa
spesialisasi yang terlalu jauh (meskipun didasarkan atas prinsip keunggulan
komperatif, seperti yang ditunjukan oleh teori ekonomi) bukanlah keadaan yang
baik. Manfaat dari diversifikasi harus pula diperhitungkan.
b.
Keamanan nasional
Bayangkan suatu negara hanya memproduksi satu
barang, misalnya karet, dan harus mengimpor seluruh kebutuhan bahan makanannya.
Meskipun karet adalah cabang produksi dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komperatif yang paling tinggi, sehingga bisa meningkatkan CPFnya
semakin mungkin, tentunya keadaan seperti ini tidak sehat. Seandainya terjadi
perang atau apapun yang menghambat perdagangan luar negeri, dari manakah
diperoleh bahan makanan bagi penduduk negara tersebut? Jelas bahwa pola
produksi seperti yang didiktekan oleh keunggulan komperatif tidak harus selalu
diikuti apabila ternyata kelangsungan hidup negara itu sendiri sama sekali
tidak terjamin.
c.
Dualisme
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”.
Sejarah perdagangan internasional negara-negara sedang berkembang, terutama semasa mereka masih menjadi koloni negara-negara Eropa, ditandai oleh timbulnya sektor ekspor yang berorientasi ke pasar dunia dan yang sedikit sekali berhubungan dengan sektor tradisional dalam negeri. Sektor ekspor seakan-akan bukan merupakan bagian dari negeri itu, tetapi bagian dari pasar dunia. Dalam keadaan seperti ini spesialisasi dan perdagangan internasional tidak memberi manfaat kepada perekonomian dalam negeri. Keadaan ini di negara-negara sedang berkembang setelah mereka merdeka, memang sudah menunjukan perubahan. Tetapi sering belum merupakan perubahan yang fundamental. Sektor ekspor yang “modern” masih nampak belum bisa menunjang sektor dalam negeri yang “tradisional”.
Ketiga keadaan tersebut di atas adalah peringatan
bagi kita untuk tidak begitu saja dan tanpa reserve menerima dalil perdagangan
Neoklasik bahwa spesialisasi dan perdagangan selalu menguntungkan dalam
keaadaan apapun. Tetapi di lain pihak, uraian diatas tidak merupkan bukti bahwa
manfaat dari perdagangan tidaklah bisa dipetik dalam kenyataan. Teori keunggulan
komperatif masih memiliki kebenaran dasarnya, yaitu bahwa suatu negara
seyogyanya memanfaatkan keunggulan komperatifnya dan kesempatan”transformasi
lewat perdagangan”. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam hal-hal tertentu
pertimbangan-pertimbangan lain jangan dilupakan.
Investible Surplus Meningkat
Perdagangan meningkat
pendapatan riil masyarakat. Dengan pendapatan riil yang lebih tinggi berarti
negara tersebut mampu untuk menyisihkan dana sumber-sumber ekonomi yang lebih
besar bagi investasi (inilah yang disebut “investible surplus”). Investasi yang
lebih tinggi berarti laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Jadi
perdagangan bisa memdorong laju pertumbuhan ekonomi.
Inilah inti dari pengaruh perdagangan
internasional terhadap produksi lewat investible surplus. Ada tiga hal mengenai
pengaruh ini perlu dicatat:
a.
Kita harus menanyakan berapa dari manfaat perdagangan (kenaikan
pendapatan riil) yang diterima oleh warga negara tersebut, dan berapa yang
diterima oleh warga negara asing yang memiliki faktor produksi, misalnya modal,
tenaga kerja, yang diperkejakan di negara tersebut. Dengan lain perkataan, yang
lebih penting adalah berapa kenaikan GNP, bukan kenaikan GDP, yang ditimbulkan
oleh adanya perdagangan.
b.
Kita harus menanyakan pula berapa dari kenaikan pendapatan riil karena
perdagangan tersebut akan diterjemahkan menjadi kenaikan investasi dalam
negeri, dan berapa ternyata dibelanjakan untuk konsumsi yang lebih tinggi atau
ditransfer ke luar negeri oleh perusahaan-perusahaan asing sebagai imbalan bagi
modal yang ditanamkannya? Dari segi pertumbuhan ekonomi yang paling penting
adalah kenaikan investasi dalam negeri dan bukan hanya “investible
surplus”-nya.
c.
Kita harus pula membedakaan antara “ pertumbuhan ekonomi” dan
“pertumbuhan ekonomi”. Disebutkan di atas bagaimana dualisme dalam struktur
perekonomian bisa timbul dari adanya perdagangan internasional. Di masa lampau,
dan gejala-gejalanya masih tersisa sampai sekarang, kenaikan ivestible surplus
tersebut cenderung untuk diinvestasikan di sektor “modern” dan hanya sedikit
yang mengalir ke sektor “tradisional”. Pertumbuhan semacam ini justru semakin
mempertajam dualisme dan perbedaan antara kedua sektor tersebut. Dalam hal ini
kita harus berhati-hati untuk tidak mempersamakan pertumbuhan ekonomi dengan
pembagunan ekonomi dalam arti sesungguhnya.
Inti dari uraian diatas adalah
bahwa kenaikan investible surplus karena perdagangan adalah sesuatu yang nyata.
Tetapi kita harus mmpertanyakan lebih lanjut siapa yang memperoleh manfaat,
berapa besar manfaat tersebut yang di realisir sebagai investasi dalam negeri,
dan adakah pengaruh dari manfaat tersebut terhadap pembangunan ekonomi dalam
arti yang sesungguhnya.
Vent For Surplus
Konsep ini aslinya berasal
dari Adam Smith. Menurut Adam Smith, perdagangan luar negeri membuka daerah
pasar baru yang lebih luas bagi hasil-hasil didalam negeri. Produksi dalam
negeri yang semula terbatas karena terbatasnya pasar di dalam negeri, sekarang
bisa diperbesar lagi. Sumber-sumber ekonomi yang semula menggangur (surplus)
sekarang memperoleh saluran (vent) untuk bisa dimanfaatkan, karena adanya
daerah pasar yang baru. Inti dari konsep “vent for surplus” adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi terangsang oleh terbukanya daerah pasar baru. Sebagai contoh,
suatu negara yang kaya akan tanah pertanian tetapi penduduk relatif sedikit.
Sebelum kemungkinan perdagangan dengan luar negeri terbuka, negara tersebut
hanya mnghasilkan bahan makanan yang cukup untuk menghidupi penduduknya dan
tidak lebih dari itu. Banyak tanah yang sebenarnya subur dan cocok bagi
pertanian dibiarkan tak terpakai. Dengan adanya kontak dengan pasar dunia,
negara tersebut mulai menamam barang-barang perdagangan dunia seperti lada,
kopi, teh, karet, gula, dan sebagainya dengan memanfaatkan tanah pertanian yang
menganggur tersebut. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi meningkat.
Yang perlu dicatat disini
adalah bahwa pemanfaatan tanah-tanah pertanian baru tersebut memerluakan modal
dan investasi yang sangat besar, jauh melebihi kemampuan negara itu sendiri
untuk membiayainya. Oleh sebab itu sejarah mencatat bahwa pembukaan
perkebunan-perkebunan hampir selalu berasal dari modal asing. Ini jelas dari
sejarah negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, India, Sri Langka, dan
banyak lagi lainnya. Di masa sekarang sumber-sumber ekonomi yang belum
dimanfaatkan kebanyakan tidak lagi berupa tanah-tanah pertanian (meskipun
kadang-kadang masih demikian), tetapi berupa sumber-sumber alam (khususnya
energi) dan kadang-kadang juga tenaga kerja yang murah dan berlimpah dan murah.
Modal yang besar dan teknologi tinggi diperlukan bagi pemanfaatan sumber-sumber
alam ini, dan semuanya itu seringkali di luar kemampuan negara pemilik
sumber-sumber tersebut untuk membiayai dan melaksanakannya. Jadi tetap
memerlukan modal dan teknologi asing. Perhatikan bahwa inti dari proses “vent
for surplus” ini tetap sama, baik dulu maupun sekarang, yaitu: sumber-sumber
ekonomi yang tidak bisa dimanfaatkan kecuali apabila ada saluran ke pasar dunia
dan apabila modal asing diperkenankan masuk. Perbedaan pokoknya adalah bahwa di
masa lampau negara-negara pemilik sumber-sumber alam tersebut adalah negara
jajahan, sedangkan sekarang adalah negara merdeka dengan pemerintah
nasionalnya. Kunci daripada apakah proses “vent for surplus” ini akan
menghasikan pembangunan ekonomi dalam arti sesungguhnya dalam arti sesungguhnya
ataukah hanya “pertumbuhan ekonomi” seperti yang telah terjadi di zaman lampau,
terletak di tangan pemerintah nasional. Mereka harus bisa meraih sebagian besar
dari “manfaat perdagangan” yang dihasilkan dan menggunakannya bagi kepentingan
pembangunan nasionalnya dalam arti yang sebenarnya.
Produktivitas memiliki
pengaruh yang sangat penting dari perdagangan luar negeri terhadap sektor
produksi berupa peningkatan produktivitas dan efisiensi pada umumnya. Kita bisa
membedakan tiga sumber utama dari peningkatan produktivitas dan efisiensi yang
ditimbulkan oleh adanya perdagangan luar negeri.
a.
Economies of scale berarti makin luasnya pemasaran produksi bisa
diperbesar dan dilakukan dengan cara yang lebih murah dan efisien (Economies of
scale menurunkan Long Run Average Cost dari suatu sector industri).
b.
Teknologi baru berarti perdagangan internasional dan hubungan luar
negeri pada umumnya dikatakan sebagai media yang penting bagi penyebaran
teknologi dari negara – negara maju ke negara yang belum berkembang. Bentuk
yang langsung dari penyebaran teknologi ini adalah apabila dengan dibukanya
hubungan dengan luar negeri suatu negara bisa mengimpor barang misalnya mesin
yang bisa meningkatkan produktivitas didalam negeri. Sebagai contoh, suatu
negara sedang berkembang mengimpor komputer untuk memperbaiki produktivitas
aparat pemerintannya. Sebetulnya disini yang dimpor adalah “teknologi baru”
yang terkandung dalam computer tersebut. Bentuk penyebaran teknologi yang
bersifat tidak langsung tetapi kadang sangat penting. Apabila para produsen
dalam negeri memperoleh pengetahuan mengenai produk baru. Cara – cara yang
dilakukan akan lebih efisien dalam produksi, pemasaran dan manajemen perusahaan
pada umumnya, semangat dan motivasi baru untuk melakukan inovasi. Misalnya
dimasa lalu petani Indonesia memperoleh manfaat dari perkebunan Belanda berupa
pengetahuan mengenai produk baru seperti kopi, teh, tembakau, karet dan gula yang
laku dipasaran dunia dan cara penanamannya yang baik. “belajar” teknologi baru
seperti ini lebih memiliki manfaat yang besar dan berdifat lebih lestari
daripada hanya “membeli” teknologi seperti dalam contoh di atas.
c.
Rangsangan persaingan berarti peningkatan efisiensi tidak hanya terjadi
lewat teknologi baru melainkan juga “lewat pasar”. Dikatakan bahwa dibukanya
perdagangan internasional tidak jarang membuat sektor – sector tertentu didalam
perekonomian yang semula “tertidur” dan tidak efisien menjadi sector yang lebih
dinamis berkat adanya pengaruh persaingan dari luar. Sebagai contoh, jika suatu
pasar domestic yang dikuasai oleh sebuah perusahaan monopoli yang tidak
efisien. Kerugian yang ditanggung masyarakat dengan adanya sector ini akan lebih
tinggi. Namun, karena berbagai hal tidak ada perusahaan dalam negeri yang bisa
masuk ksektor ini dan menggeser posisi perusahaan monopoli tersebut. Apabila
kemudian hubungan kluar negeri dibuka, bisa diharapkan bahwa barang – barang
yang sama atau serupa dengan hasil produksi sector tersebut tetapi dijual
dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik akan mengalir masuk
kedalam negeri. Dalam hal ini dibukanya perdagangan mempunyai pengaruh yang
serupa dengan masuknya perusahaan – perusahaan baru yang lebih efisien ke
sektor tersebut. Jadi perdagangan luar negeri bisa meningkatkan efisiensi suatu
sektor melalui peningkatan persaingan. Dalam prakteknya, Apabila keadaan
seperti ini terjadi maka bisa diharapkan bahwa perusahaan monopoli yang merasa
kelangsungan hidupnya dibahayakan akan berusaha untuk menghalang – halangi
mengalirnya barang – barang ke luar negeri. Misalnya dengan menuntut pengenaan
bea masuk yang tinggi. Dalam hal ini pemerintah harus mempertimbangkan berbagai
kepentingan termasuk kepentingan konsumen, produsen, buruh dan kepentingan
masyarakat pada umumnya. Seringkali masalahnya menjadi sulit dan rumit karena
argumentasi ekonomi sering dikacaukan dengan argumentasi politis dan
kepentingan golongan atau sektoral.
Ada beberapa hal penting untuk
dicatat mengenai kemungkinan peningkatan produktivitas melalui hubungan
internasional ini. Diantara ketiga sumber peningkatan produktivitas yaitu
Economies of scale, teknologi baru dan rangsangan persaingan. Salah satu
mendapatkan penekanan dan perhatian khusus dari Negara sedang berkembang yaitu
teknologi baru. Masalah pemindahan teknologi atau transfer of technologi dari
Negara maju ke negar sedang berkembang merupakan topik yang paling banyak
diperbincangkan baik dikalangan keilmuan maupun perundingan internasional
antara kelompok Negara sedang berkembang dengan kelompok Negara maju.
Pemindahan teknologi dilihat sebagai salah satu kunci dari keberhasilan
pembangunan di negara yang sedang berkembang. Sampai berapa jauhkan Negara
sedang berkembang dapat memperoleh manfaat teknologi baru melalui perdagangan
internasional, modal asing dan bantuan luar negari? Jawaban untuk
a.
Seberapa jauhkah produsen dan pelaku – pleku ekonomi di dalam negeri
siap untuk menerima teknologi baru tersebut ? Hal ini menyangkut bukan hanya
keterampilan dan pengetahuan minimal yang harus lebih dulu dimiliki oleh para
produsen, buruh didalm negeri tetapi juga berkaitan dengan kesiapan mereka dan
dengan ada – tidaknya lingkungan yang menunjang pengalihan teknologi tersebut.
Ketidaksiapan dari pihak penerima merupakan faktor penghambat meskipun
negaraterkadang Negara sedang berkembang tidak selalu mau mengakuinya dengan
jujur.
b.
Sampai berapa jauhkan Negara maju termasuk perusahaan asing yang
beroperasi dinegara tersebut bersedia untuk memberikan dan mengajar teknologi
mereka kepada Negara sedang berkembang? Kemauan dan kejujuran yang sungguh –
sungguh dipihak Negara maju merupakan syarat utama dari berhasilnya program
pengalihan teknologi ini. Itikad dari pihak Negara maju dan perusahaan –
perusahaannya untuk menyebarkan dan mengajarkan teknologinya juga perlu
dipertanyakan, kalau kita lihat betapa lambatnya proses “transfer of technologi
ini berjalan dalam prakteknya.
Ada satu masalah lagi selain
proses pengalihan teknologi itu sendiri yang perlu diperhatikan. Masalai ini
adalah mengenai sesuai tidaknya teknologi yang dialihkan bagi kepentingan
pembangunan Negara sedang berkembang. Teknologi yang dikembangkan dinegara maju
bersumber pada desakan dan keadaan dinegara tersebut. Sedangkan kebutuhan dan
keadaan dinegara sedang berkembang mungkin menuntut teknologi yang berbeda.
Sekarang orang mulai mempertanyakan apakah computer, traktor – traktor besar,
mesin serba otomatis memang teknologi yang diperlukan oleh Negara yang sedang
berkembang pada saat ini. Apakah tidak lebih efektif apabila Negara maju
membantu Negara sedang berkembang dalam pengembangan teknologi terbaru yang
langsung merupakan jawaban bagi kebutuhan Negara sedang berkembang dan tidak
hanya memberikan apa yang telah dikembangkan dinegara maju. Dari sini muncul
ide – ide mengenai pentingnya mengembangkan teknologi madya dan sebagainya.
Tetapi sampai saat ini belum ada jawaban yang tegas bagi pertanyaan seperti ini
dan belum ada kesepakatan diantara para ekonom sendiri.
Bagaimana dengan sumber
peningkatan yang lain? Saying bahwa kedua sumber ini tidak memperoleh perhatian
yang sepadan disbanding dengan sumber teknologi baru tersebut. Kedua sumber ini
pun tidak kalah pentingnya untuk peningkatan prodiktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_perekonomian
http://qyki.blogspot.com/2010/01/peranan-perdagangan-internasional-dalam.html
http://azthreenancy.blogspot.com/2010/01/efek-perdagangan-internasional-terhadap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA