CLICK FOR CLAIM PROMO !

Selasa, 21 April 2015

Makalah Hukum Waris

Subscribe


Kata Pengantar


Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi /Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.






XI

BAB I

HUKUM WARIS.

1.1            Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan, Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris diantaranya, diantaranya waris menurut hukum BW, hukum islam, dan adat. Masing-masing hukum tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan yang lain.Hukum adat waris mempunyai sistem kolektif, mayorat, dan individual. Sistem waris kolektif yaitu, harta warisan dimiliki secarabersam-sama, dan ahli waris tidak diprbolehkan untuk memiliki secara pribadi. Jika ingin memanfaatkan harta waris tersebut, harus ada musyawarah dengan ahli waris yang lain. Sistem waris mayorat yaitu, harta waris dimiliki oleh ahli waris yang tertua, dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan ahli waris yang mudabaik perempuan atau laki-lak sampai merka dewasa dan mampu mengurus dirinya saendiri. Sistem waris individual yaitu, harta warisan bisa dimliki secara pribadi oleh ahli waris, dan kepemilikkan mutlak ditangannya.Harta warisan menurut hukum adat bisa dibagikan secara turun-temurun sebelum pewaris meninggal dunia, tergantung dari musyawarah masing-masing pihak. Hal ini sangat berbeda dengan kewarisan hukum BW dan hukum islam yang mana harta warisan harus dibagikan pada saat
1
ahli waris telah telah meninggal dunia. Apabila harta warisan diberikan pada saat pewaris belum meninggal dunia, maka itu disebut pemberian biasa atau dalam hukum islam biasa disebut sebagai hibah.
Dengan adanya beragam bentuk sistem kewarisan hukum adat, menimbulkan akibat yang berbeda pula, maka pada intinya hukum waris harus disesuaikan dengan adat dan kebudayaan masing-masing daerah dengan kelebihan dan kekurangan yang ada pada sistem kewarisan tersebut.

1.2            Rumusan Masalah

1.     Bagaimana hukum waris adat yang ada di indonesia?










2
Bab II
2.1    Pembahasan    
Pengertian hukum waris adat
Hukum adat waris (hukum waris adat) adalah salah satu aspek hukum dalam lingkup permasalahan hukum adat yang meliputi norma-norma yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil, yang mana dari seorang tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara, dan proses peralihan dari harta yang dimaksud.
hukum waris; hukum waris dalam arti luas, yaitu penyelenggaraan, pemindah tanganan, dan peralihan harta kekayaan kepada generasi berikutnya.
Menurut Ter Haar, digunakannya istilah hukum waris adat adalah aturan – aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad kea bad penerusan dan prihal dari harta kekayaan yang berwujud dan tak berwujud dari generasi ke generasi.
2.2    Sistem Kewarisan Hukum adat waris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan
  1. Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Karena anak perempuan keluar dari family patrilinealnya sesudah mereka kawin.
3
  1. Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan (Minang kabau, Enggano, Timor).
  2. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis duasisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan.
Dilihat dari orang yang mendapatkan warisan (kewarisan) di Indonesia terdapat tiga macam sistem, yaitu sistem kewarisan kolektif, kewarisan mayorat, dan kewarisan individual.

1)      Sistem Kolektif Apabila para waris mendapat harta peninggalan kewarisan di mana harta pusaka dimiliki bersama, yaitu dimiliki oleh keluarga dalam pengertian kerabat. Dalam masyarakat hindu warisan semacam ini dapat berupa pusaka – pusaka leluhur yang diyakini untuk disembah bersama atau pemujaan seperti sanggah – sanggah keluarga ( pemujaan pada para leluhur) 
2)      Sistem MayoratApabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi dan hanya dikuasai anak tertua, mempunyai kewenangan pertama sebagai putra mahkota sebagai pengganti raja. Sedangkan dalam rakyat kebanyakan anak bungsulah sebagai pewaris. Akan tetapi kedua hal di atas tidaklah mutlak di antara anak bungsu-sulung dan anak-anak lain.
4
2.3   Pengibahan, Amanat, Testamen, Harta Kebesaran, Harta Keperluan.
Pelaksanaan hibah ada dua cara :
·           Hibah biasa ialah Hibah yang berlaku segera setelah barang atau harta benda itu dihibahkan atau diserahkan menjadi atas nama ahli waris.
·           Hibah wasiat ialah Hibah yang berlaku setelah orang itu ( ahli waris) meninggal dunia.

Dalam Hukum Perdata Barat dalam hal pembagian waris dengan testamen ( Pasal 875 BW), adapun yang dimaksud dengan testamen adalah : ahli yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang di kehendaki setelah orang itu meninggal dan yang olehnya dapat dicabut kembali setidak-tidaknya pewaris masih hidup.
Kalau dilihat dari bentuknya testamen ada bermacam-macam :
1)      Testamen Terbuka (Open baar) artinya sifatnya terbuka kepeda ahli waris dengan disaksikan oleh dua orang saksi.          
2)      Alografis ialah testamen yang di tulis sendiri diketahui oleh saksi dimasukkan ke dalam amplop disegel dan diberikan kepada notaries.
3)      Rahasia (Geheim) tidak ada orang ia membuat testamen (surat wasiat).
 Harta Kebesaran yaitu perangkat, gelar, tanda-tanda kebesaran, perihasan-perihasan pangkat, dan seterusnya. Kebesaran itu otomatis
5
berpindah kepada waris yang menggantikan kedudukan tersebut.
Harta (barang) Keperluan perempuan, jatuh ke tangan perempuan, dan barang-barang untuk keperluan laki-laki jatuh ke tangan anak laki-laki. Di berbagai pulau di kepulauan Riau, rumah dan alat-alat rumah jatuh ke tangan anak perempuan. Perahu-perahu jatuh ke tangan anak laki-laki.

2.4    Utang-utang
Di Kebanyakan lingkaran hukum yang berlaku peraturan bahwa para ahli waris harus bertanggungjawab terhadap utang-utang (orang tuanya), jika harta pusaka itu cukup besar untuk besar untuk pembayarannya dan setiap ahli waris harus membayarnya sebanding dengan bagian yang diperolehnya dari pusaka itu.
Di Bali dan Toba, ada dan berlaku peraturan, bahwa para ahli waris harus bertanggung jawab seluruhnya. Juga dengan kekayaannya sendiri, terhadap utang-utang. Namun, ada syaratnya, yaitu: mereka harus diberitahukan sebelumnya waktu tertentu (40 hari). Akan tetapi ada juga kebiasaan dimana terjadinya perdamaian. Artinya, penagih utang(kreditor) tidak meminta pembayaran seluruhnya.
2.5   Subyek hukum waris adat Pada hakikatnya subyek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris. Pewaris adalah seseorang yang meninggalkan harta warisan, sedangkan ahli waris adalah seorang atau beberapa orang
6
yang merupakan penerima harta warisan. Yang menjadi ahli waris yang terpenting adalah anak kandung sendiri. Dengan adanya anak kandungini maka anggota keluarga yang lain menjadi tertutup untuk menjadi ahli waris.Mengenai pembagiannya menurut Keputusan MahkamahAgung tanggal 1 Nopember 1961 Reg. No. 179 K/Sip/61 anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal warisan bersamaberhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan. Hukum adat waris ini sangat dipengaruhi oleh hubungan kekeluargaan yang bersifat susunan unilateral yaitu matrilineal dan patrilineal. Di daearah Minangkabau yang menganut system matiarchaat, maka apabila suaminya meninggal, maka anak-anak tidak merupakan ahli waris dari harta pencahariannya, sebab anak-anak itu merupakan warga anggota famili ibunya sedangkan bapaknya tidak, sehingga harta pencahariannya jatuh pada sausarasaudara sekandungnya. Di Bali, hanya anak laki-laki tertua yang menguasai seluruh warisan, dengan suatu kewajiban memeliharaadik-adiknya serta mengawinkan mereka. Di Pulau Savu yang bersifat parental harta peninggalan ibu diwarisi oleh anak-anak perempuan dan harta peninggalan bapak diwarisi anak laki-laki.Beberapa Yurisprudensi tentang adat waris :
a)      Keputusan M..A. tanggal 18 Amret 1959 Reg. No. 391/K/SIP/1958 mengatakan :Hak untuk mengisi/ penggantian kedudukan ahli waris
7
yang telah lebih dahulu meninggal dunia dari pada yang meninggalkan warisan adalah ada pada keturunan dalam garis menurun. Jadi cucu-cucu adalah ahli waris dari bapaknya.
b)      Keputusan M.A. tanggal 10 Nopember 1959 Reg. No. 141/K/SIP/1959 mengatakan
1)      Penggatian waris dalam garis keturunan ke atas juga mungkin ditinjau dari rasa keadilan.
2)      Pada dasarnya penggantian waris harus ditinjau pada rasa keadilan masyarakat dan berhubungan dengankewajiban untuk memelihara orang tua dan sebaliknya.
3)      Obyek Hukum WarisPada prinsipnya yang merupakan obyek hukum waris itu adalah harta keluarga itu, yang berupa:
a.       Harta suami atau istri yang merupakan hibah atau pemberian dari kerabat atu dbawa ke dalam keluarga.
b.      Usaha suami atau istri yang diperoleh sebelum atau sesudah perkawinan.
c.       Harta yang merupakan hadiah kepada suami-istri padawaktu perkawinan.
d.      Harta yang merupakan usaha suami-istri dalam masa perkawinan.


8


Bab III

Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa hukum adat warismeliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi.Sisitem hukum waris adat:
1.      Sistem mayorat
2.      Sistem kolekti.
3.      Sistem individual Sistem keturunan menurut hukum adat:
       1.      Sistem patrilineal
       2.      Sitem matrilineal
       3.      Sistem bilateral/parental






9
DAFTAR PUSTAKA
(1)   Soerjono Soakanto, Hukum Adat Indonesia(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002) hlm 278
(2)   Drs. Nico Ngani, SH, MSSW, MM, CLE, DIPL, PHIL., dll, Perkembangan Hukum Adat Indonesia(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012) hlm 45
(3)   DRS. I NENGAH LESTAWI, Hukum Adat(Surabaya: Paramita 1999)hlm 55















Daftar Isi

Daftar Isi………………………………………………………………………..X
Kata Pengatar…………………………………………………………………..XI

Bab I……………………………………………………………………………..1
1.1 Pendahuluan…………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….. 2

Bab II
Pemabahasan……………………………………………………………………3
2.1 Pengertian hukum waris adat……………………………………………3
2.2 Sistem Kewarisan Hukum adat………………………………………….3
2.3 Pengibahan, Amanat, Testamen, Harta Kebesaran, Harta Keperluan……4
2.4 Utang-utang……………………………………………………………...6
2.5 Subyek hukum waris adat………………………………………………..6
Bab III…………………………………………………………………………...9
Kesimpulan……………………………………………………………………...9




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA

SIMAK JUGA ARTIKEL DAN MAKALAH LAINNYA

Soal UAS PKN TAHUN 2017