Subscribe
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi /Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.Harapan saya semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
XI
BAB I
HUKUM WARIS.
1.1 Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam
hal pewarisan, Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris diantaranya,
diantaranya waris menurut hukum BW, hukum islam, dan adat. Masing-masing hukum
tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan yang lain.Hukum adat waris
mempunyai sistem kolektif, mayorat, dan individual. Sistem waris kolektif
yaitu, harta warisan dimiliki secarabersam-sama, dan ahli waris tidak
diprbolehkan untuk memiliki secara pribadi. Jika ingin memanfaatkan harta waris
tersebut, harus ada musyawarah dengan ahli waris yang lain. Sistem waris
mayorat yaitu, harta waris dimiliki oleh ahli waris yang tertua, dikelola dan
dimanfaatkan untuk kepentingan ahli waris yang mudabaik perempuan atau laki-lak
sampai merka dewasa dan mampu mengurus dirinya saendiri. Sistem waris
individual yaitu, harta warisan bisa dimliki secara pribadi oleh ahli waris,
dan kepemilikkan mutlak ditangannya.Harta warisan menurut hukum adat bisa
dibagikan secara turun-temurun sebelum pewaris meninggal dunia, tergantung dari
musyawarah masing-masing pihak. Hal ini sangat berbeda dengan kewarisan hukum
BW dan hukum islam yang mana harta warisan harus dibagikan pada saat
1
ahli waris telah telah meninggal dunia. Apabila harta warisan diberikan
pada saat pewaris belum meninggal dunia, maka itu disebut pemberian biasa atau
dalam hukum islam biasa disebut sebagai hibah.
Dengan adanya beragam bentuk sistem kewarisan hukum adat, menimbulkan
akibat yang berbeda pula, maka pada intinya hukum waris harus disesuaikan
dengan adat dan kebudayaan masing-masing daerah dengan kelebihan dan kekurangan
yang ada pada sistem kewarisan tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana hukum waris adat
yang ada di indonesia?
2
Bab II
2.1
Pembahasan
Pengertian hukum waris adat
Hukum adat waris (hukum waris adat) adalah salah satu aspek hukum dalam
lingkup permasalahan hukum adat yang meliputi norma-norma yang menetapkan harta
kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil, yang mana dari seorang
tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga
mengatur saat, cara, dan proses peralihan dari harta yang dimaksud.
hukum
waris; hukum waris dalam arti luas, yaitu penyelenggaraan, pemindah tanganan,
dan peralihan harta kekayaan kepada generasi berikutnya.
Menurut Ter Haar, digunakannya istilah hukum waris
adat adalah aturan – aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad kea
bad penerusan dan prihal dari harta kekayaan yang berwujud dan tak berwujud
dari generasi ke generasi.
2.2
Sistem Kewarisan Hukum adat waris di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat
yang bersangkutan
- Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Karena anak perempuan keluar dari family patrilinealnya sesudah mereka kawin.
3
- Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan (Minang kabau, Enggano, Timor).
- Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis duasisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan.
Dilihat dari orang yang mendapatkan warisan
(kewarisan) di Indonesia terdapat tiga macam sistem, yaitu sistem kewarisan
kolektif, kewarisan mayorat, dan kewarisan individual.
1)
Sistem Kolektif
Apabila para waris mendapat harta peninggalan kewarisan di mana harta pusaka
dimiliki bersama, yaitu dimiliki oleh keluarga dalam pengertian kerabat. Dalam
masyarakat hindu warisan semacam ini dapat berupa pusaka – pusaka leluhur yang
diyakini untuk disembah bersama atau pemujaan seperti sanggah – sanggah
keluarga ( pemujaan pada para leluhur)
2)
Sistem
MayoratApabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi dan hanya dikuasai anak
tertua, mempunyai kewenangan pertama sebagai putra mahkota sebagai pengganti
raja. Sedangkan dalam rakyat kebanyakan anak bungsulah sebagai pewaris. Akan
tetapi kedua hal di atas tidaklah mutlak di antara anak bungsu-sulung dan
anak-anak lain.
4
2.3 Pengibahan, Amanat, Testamen, Harta Kebesaran, Harta
Keperluan.
Pelaksanaan hibah ada dua cara :
·
Hibah biasa ialah Hibah yang berlaku segera
setelah barang atau harta benda itu dihibahkan atau diserahkan menjadi atas
nama ahli waris.
·
Hibah wasiat ialah Hibah yang berlaku setelah
orang itu ( ahli waris) meninggal dunia.
Dalam Hukum Perdata Barat dalam hal
pembagian waris dengan testamen ( Pasal 875 BW), adapun yang dimaksud dengan
testamen adalah : ahli yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang di
kehendaki setelah orang itu meninggal dan yang olehnya dapat dicabut kembali
setidak-tidaknya pewaris masih hidup.
Kalau dilihat dari bentuknya testamen ada
bermacam-macam :
1)
Testamen Terbuka
(Open baar) artinya sifatnya terbuka kepeda ahli waris dengan disaksikan oleh
dua orang saksi.
2)
Alografis ialah
testamen yang di tulis sendiri diketahui oleh saksi dimasukkan ke dalam amplop
disegel dan diberikan kepada notaries.
3)
Rahasia (Geheim)
tidak ada orang ia membuat testamen (surat wasiat).
Harta Kebesaran
yaitu perangkat, gelar, tanda-tanda kebesaran, perihasan-perihasan pangkat, dan
seterusnya. Kebesaran itu otomatis
5
berpindah kepada waris yang menggantikan kedudukan
tersebut.
Harta (barang) Keperluan perempuan, jatuh ke tangan
perempuan, dan barang-barang untuk keperluan laki-laki jatuh ke tangan anak
laki-laki. Di berbagai pulau di kepulauan Riau, rumah dan alat-alat rumah jatuh
ke tangan anak perempuan. Perahu-perahu jatuh ke tangan anak laki-laki.
2.4
Utang-utang
Di Kebanyakan lingkaran hukum yang berlaku peraturan
bahwa para ahli waris harus bertanggungjawab terhadap utang-utang (orang
tuanya), jika harta pusaka itu cukup besar untuk besar untuk pembayarannya dan
setiap ahli waris harus membayarnya sebanding dengan bagian yang diperolehnya
dari pusaka itu.
Di Bali dan Toba, ada dan berlaku peraturan, bahwa
para ahli waris harus bertanggung jawab seluruhnya. Juga dengan kekayaannya
sendiri, terhadap utang-utang. Namun, ada syaratnya, yaitu: mereka harus
diberitahukan sebelumnya waktu tertentu (40 hari). Akan tetapi ada juga
kebiasaan dimana terjadinya perdamaian. Artinya, penagih utang(kreditor) tidak
meminta pembayaran seluruhnya.
2.5
Subyek hukum
waris adat Pada hakikatnya subyek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris.
Pewaris adalah seseorang yang meninggalkan harta warisan, sedangkan ahli waris
adalah seorang atau beberapa orang
6
yang merupakan penerima harta warisan. Yang menjadi
ahli waris yang terpenting adalah anak kandung sendiri. Dengan adanya anak
kandungini maka anggota keluarga yang lain menjadi tertutup untuk menjadi ahli
waris.Mengenai pembagiannya menurut Keputusan MahkamahAgung tanggal 1 Nopember
1961 Reg. No. 179 K/Sip/61 anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang
peninggal warisan bersamaberhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak
laki-laki adalah sama dengan anak perempuan. Hukum adat waris ini sangat
dipengaruhi oleh hubungan kekeluargaan yang bersifat susunan unilateral yaitu
matrilineal dan patrilineal. Di daearah Minangkabau yang menganut system
matiarchaat, maka apabila suaminya meninggal, maka anak-anak tidak merupakan
ahli waris dari harta pencahariannya, sebab anak-anak itu merupakan warga
anggota famili ibunya sedangkan bapaknya tidak, sehingga harta pencahariannya
jatuh pada sausarasaudara sekandungnya. Di Bali, hanya anak laki-laki tertua
yang menguasai seluruh warisan, dengan suatu kewajiban memeliharaadik-adiknya
serta mengawinkan mereka. Di Pulau Savu yang bersifat parental harta
peninggalan ibu diwarisi oleh anak-anak perempuan dan harta peninggalan bapak
diwarisi anak laki-laki.Beberapa Yurisprudensi tentang adat waris :
a)
Keputusan M..A.
tanggal 18 Amret 1959 Reg. No. 391/K/SIP/1958 mengatakan :Hak untuk mengisi/
penggantian kedudukan ahli waris
7
yang telah lebih dahulu meninggal dunia dari pada yang
meninggalkan warisan adalah ada pada keturunan dalam garis menurun. Jadi
cucu-cucu adalah ahli waris dari bapaknya.
b)
Keputusan M.A.
tanggal 10 Nopember 1959 Reg. No. 141/K/SIP/1959 mengatakan
1)
Penggatian waris
dalam garis keturunan ke atas juga mungkin ditinjau dari rasa keadilan.
2)
Pada dasarnya
penggantian waris harus ditinjau pada rasa keadilan masyarakat dan berhubungan
dengankewajiban untuk memelihara orang tua dan sebaliknya.
3)
Obyek Hukum
WarisPada prinsipnya yang merupakan obyek hukum waris itu adalah harta keluarga
itu, yang berupa:
a.
Harta suami atau
istri yang merupakan hibah atau pemberian dari kerabat atu dbawa ke dalam
keluarga.
b.
Usaha suami atau
istri yang diperoleh sebelum atau sesudah perkawinan.
c.
Harta yang
merupakan hadiah kepada suami-istri padawaktu perkawinan.
d.
Harta yang
merupakan usaha suami-istri dalam masa perkawinan.
8
Bab III
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa hukum adat
warismeliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan
proses penerusan/pengoperan dan peralihan/perpindahan harta kekayaan materiil
dan non materiil dari generasi ke generasi.Sisitem hukum waris adat:
1. Sistem mayorat
2. Sistem kolekti.
3. Sistem individual Sistem
keturunan menurut hukum adat:
1. Sistem patrilineal
2. Sitem matrilineal
3. Sistem bilateral/parental
9
DAFTAR PUSTAKA
(1)
Soerjono
Soakanto, Hukum Adat Indonesia(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002) hlm 278
(2)
Drs. Nico Ngani,
SH, MSSW, MM, CLE, DIPL, PHIL., dll, Perkembangan Hukum Adat
Indonesia(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012) hlm 45
(3)
DRS. I NENGAH
LESTAWI, Hukum Adat(Surabaya: Paramita 1999)hlm 55
Daftar Isi
Daftar Isi………………………………………………………………………..X
Kata Pengatar…………………………………………………………………..XI
Bab I……………………………………………………………………………..1
1.1 Pendahuluan…………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………..
2
Bab II
Pemabahasan……………………………………………………………………3
2.1 Pengertian hukum waris adat……………………………………………3
2.2
Sistem Kewarisan Hukum adat………………………………………….3
2.3 Pengibahan, Amanat, Testamen, Harta Kebesaran, Harta Keperluan……4
2.4
Utang-utang……………………………………………………………...6
2.5
Subyek hukum waris adat………………………………………………..6
Bab III…………………………………………………………………………...9
Kesimpulan……………………………………………………………………...9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA