SELAMAT DATANG DI BLOG EZ_ELDIFORE. DI BLOG INI MEMBAHAS TENTANG BERBAGAI ARTIKEL ANAK KULIAHAN, SEKOLAHANBAHKAN ADA JUGA SALINAN SKRIPSI YANG ORIGINAL MILIK ADMIN ... DAN UNTUK BEBERAPA SISIPAN ADMIN JUGA MENYERTAKAN BEBERAPA INFORMASI-INFORMASI TERKINI YANG TERJADI DI SEKITAR KITA SEBAGAI SELINGAN INFORMASI...
Pengertian
teks eksplanasi secara umum diartikan sebagai suatu teks yang membahas tentang
“mengapa” dan “bagaimana”. Definisi tersebut kemudian dijelaskan kembali dalam
ebberapa literatur bahasa bahwa teks eksplanasi adalah sebuah teks yang
menjelaskan atau menerangkan mengenai suatu peristiwa terjadi, baik peristiwa
alam maupun social. Dari pengertian tersebut maka bisa dimengerti sebab teks
eksplanasi selalu ditemukan dalam bentuk penjelasan peristiwa alam.
Eksplanasi
merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris “explanation” yang jika
diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna “menjelaskan”. Dari istilah tersebut
maka muncul definisi bahwa teks eksplanasi adalah suatu teks yang berisikan
proses yang berhubungan dengan fenomena alam, social, budaya, dan ilmu
pengetahuan. Jadi, jelaslah sudah bahwa teks eksplanasi memang dikaitkan dengan
berbagai gejala yang terjadi dalam hidup manusia dari segala aspek.
Struktur
Kebahasaan Teks Eksplanasi
Teks
yang merupakan media bagi seseorang untuk mengungkapkan dan menjelaskan segala
sesuatu memang mengandung unsure tertentu. Hal tersebut adalah ciri utama dari
kaidah dalam bahasa Indonesia, dimana setiap teks tertentu pasti memiliki
struktur kebahasaan untuk membedakannya dengan jenis teks yang lain. Berikut
ini adalah struktur kebahasaan dalam teks eskplanasi.
Pernyataan
umum, merupakan suatu paragraf yang menyatakan penjelasan mengenai fenomena
atau kejadian yang akan diterangkan pada tekks tersebut. Pada tahap ini,
penulis akan menyatakan pendapat umum, memberikan sedikit gambaran mengenai
suatu fenomena tersebut, atau dengan kata lain memperkenalkan jenis fenomena
yang akan dibahas.
Penjelas, pada
tahap ini tulisan akan mendetailkan beberapa hal yaitu jawaban dari pertanyaan
“mengapa” dan “bagaimana” kejadian tersebut bisa terjadi. Biasanya pada bagian
ini penjelasan akan lebih banyak atau lebih dari dua paragraf.
Interpretasi,
yang dimaksud dengan interpretasi adalah sebuah pendapat yang bersifat opsional
dari penulis teks mengenai peristiwa yang sedang dibahasnya itu. Hal tersebut
bukan sebuah keharusan, akan tetapi sangat mendukung teks eksplanasi tersebut
secara umum jika dibaca oleh orang lain.
Pada
ketiga struktur teks eksplanasi tersebut harus memiliki ciri yang disematkan
pada masing-masing skema. Pada pernyataan umum misalnya, harus disajikan secara
ringkas dan menarik sehingga pembaca semakin penasaran untuk mengetahui hal
yang akan dijelaskan. Sementara pada skematik selanjutnya yaitu penjelas,
diharapkan untuk tersaji secara detail dan akurat. Pada bagian terakhir yang
tidak harus ada, diharapkan teks bisa disajikan dengan kalimat interpretasi
yang membuat pembaca semakin ingin tahu dan mencari referensi berikutnya.
Ciri
Ciri Teks Eksplanasi
·Beberapa ciri-ciri teks eksplanasi yang
bisa tampak agar mudah dikenali yaitu :
·Bersifat fokus pada hal yang umum
·Banyak menggunakan istilah ilmiah
·Memakai kata kerja material dan
relasional, konjungsi waktu dan kausalitas
·Kalimatnya pasif
·Bertujuan untuk menjustifikasi bahwa
sebuah peristiwa itu benar adanya
Contoh
Teks Eksplanasi
1. Banjir
Banjir
adalah sebuah peristiwa alam yang berupa meluapnya air ke daratan. Peristiwa
ini biasanya muncul di kota-kota besar seperti yang banyak terjadi di wilayah
Indonesia. Secara singkat banjir dapat diartikan sebagai peristiwa meluapnya
air dalam jumlah yang besar dan menerjang suatu daerah. Biasanya banjir yang
terjadi di kota-kota besar disebabkan karena meluapnya air sungai yang sudah
tidak mampu lagi menampung air dalam jumlah besar. Secara definisi, banjir
diartikan sebagai kondisi permukaan air yang sudah melebihi batasan normal.
Dari beberapa pengertian tersebut, bisa disimpulkan secara singkat bahwa banjir
merupakan suatu bencana alam yang wajib untuk ditanggulangi, terutama di
wilayah perkotaan.
Munculnya
banjir dalam suatu wilayah bisa disebabkan oleh dua faktor pemicu. Pertama,
dikarenakan adanya faktor alam. Faktor alam yang dimaksudkan disini adalah
terjadinya curah hujan sangat tinggi pada suatu daerah, atau letak daerah yang
lebih rendah dari permukaan laut. Kedua, dikarenakan adanya faktor manusia.
Faktor manusia, seperti yang banyak kita ketahui adalah kesalahan manusia yaitu
penebangan hutan, serta kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Kedua
faktor pemicu banjir tersebut mengakibatkan air yang datang menjadi tersumbat
serta meluap ke pemukiman penduduk.
Berbagai
kerugian bisa ditimbulkan oleh banjir. Kerugian ini pada akhirnya memunculkan
jumlah kemiskinan yang semakin meningkat. Selain harta benda yang hilang akibat
banjir, belum terhitung kerugian lain seperti terkendalanya transportasi, dan
memicu munculnya penyakit seperti diare atau penyakit kulit yang semakin meraja
lela. Bahkan tidak jarang banjir juga bisa menyebabkan hilangnya nyawa manusia
jika terjadi secara besar-besaran.
Sebagai
manusia yang harusnya peduli mengenai beragam risiko banjir tersebut sudah
semestinya dimulai gerakan untuk menggalakan berbagai kegiatan pencegah banjir.
Mulai dari penghijauan, perbaikan saluran air, serta yang paling penting adalah
menghilangkan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Dengan begitu,
diharapkan banjir tidak akan melanda pemukiman warga lagi.
Keterangan:
·Paragraf pertama merupakan pernyataan
umum.
·Paragraf kedua dan ketiga adalah
penjelas.
·Paragraf keempat adalah penutup yang
berisi pendapat atau interpretasi.
Kerajaan
Kutai (Martadipura) merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan
Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di
Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai
Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan
kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada
prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat
sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.
Keberadaan
kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu
berupa prasasti yang berbentuk yupa / tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan
tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain
politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Adapun isi prasati tersebut menyatakan
bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra
bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah
meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan
nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh
ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai
adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu.
Raja-Raja Kerajaan
Kutai
1.
Maharaja Kudungga
Adalah
raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Nama Maharaja Kudungga oleh para
ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum
terpengaruh dengan nama budaya India.Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih
menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa
pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan
Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu,
ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya
sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
2.
Maharaja Asmawarman
Prasasti
yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada
masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini
dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara
ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika
ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan
tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan
tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak
disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti
oleh prajurit Kerajaan Kutai.
3.
Maharaja Mulawarman
Raja
Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Nama
Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila
dilihat dari cara penulisannya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari
Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa
kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja
Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.
·Maharaja Irwansyah
·Maharaja Sri Aswawarman
·Maharaja Marawijaya Warman
·Maharaja Gajayana Warman
·Maharaja Tungga Warman
·Maharaja Jayanaga Warman
·Maharaja Nalasinga Warman
·Maharaja Nala Parana Tungga
·Maharaja Gadingga Warman Dewa
·Maharaja Indra Warman Dewa
·Maharaja Sangga Warman Dewa
·Maharaja Singsingamangaraja XXI
·Maharaja Candrawarman
·Maharaja Prabu Nefi Suriagus
·Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
·Maharaja Riski Subhana
·Maharaja Sri Langka Dewa
·Maharaja Guna Parana Dewa
·Maharaja Wijaya Warman
·Maharaja Indra Mulya
·Maharaja Sri Aji Dewa
·Maharaja Mulia Putera
·Maharaja Nala Pandita
·Maharaja Indra Paruta Dewa
·Maharaja Dharma Setia
Peninggalan
Kerajaan Kutai
Peninggalan
Sejarah Kerajaan Kutai Di abad 21 sekarang ini, beberapa peninggalan sejarah
Kerajaan Kutai masih bisa kita temukan di Museum Mulawarman yang letaknya ada
di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Jika Anda suatu saat berkunjung ke kota
itu, sempatkanlah diri Anda untuk menengok bukti kebesaran dari kerajaan kutai.
Saya sendiri beberapa waktu lalu berkunjung ke sana. Dengan tiket masuk Rp.
2.000, saya telah berhasil menikmati bukti eksotika masa lampau dengan melihat
beberapa penginggalan kerajaan kutai. Apa saja peninggalannya yaitu sebagai
berikut :
1.
Prasasti Yupa
Prasasti
Yupa adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan kutai yang paling tua.
benda bersejarah satu ini merupakan bukti terkuat adanya kerajaan hindu yang
bercokol di atas tanah Kalimantan. Sedikitnya ada 7 prasasti yupa yang hingga
kini masih tetap ada.
2.
Ketopong Sultan
Ketopong
adalah mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas. Beratnya 1,98 kg
dan saat ini disimpan di Musium Nasional di Jakarta. Ketopong sultan kutai
ditemukan pada 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di Musium
Mulawarman sendiri, ketopong yang dipajang adalah ketopong tiruan.
3.
Kalung Ciwa
Kalung
Ciwa adalah peninggalan sejarah kerajaan Kutai yang ditemukan pada masa
pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Penemuan terjadi pada tahun 1890
oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa sendiri
hingga saat ini masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan dipakai oleh
sultan saat ada pesta penobatan sultan baru.
4.
Kalung Uncal
Kalung
Uncal adalah kalung emas seberat 170 gram yang dihiasi liontin berelief cerita
ramayana. Kalung ini menjadi atribut kerajaan Kutai Martadipura dan mulai
digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara pasca Kutai Martadipura berhasil di
taklukan. Adapun berdasar penelitian para ahli, kalung uncal sendiri
diperkirakan berasal dari India (Unchele). Di dunia, saat ini hanya ada 2
kalung uncal, satu berada di India dan satunya lagi ada di Museum Mulawarman,
Kota Tenggarong.
5.
Kura-Kura Emas
Peninggalan
sejarah kerajaan kutai yang menurut saya cukup unik adalah kura-kura emas.
Benda ini sekarang ada di Musium Mulawarman. Ukurannya sebesar setengah kepalan
tangan. Dan berdasarkan label yang tertera di dalam etalasenya, benda unik ini
ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang terletak di hulu sungai Mahakam.
Adapun berdasar riwayat, benda ini diketahui merupakan persembahan dari seorang
pangeran dari Kerajaan di China bagi sang putri raja Kutai, Aji Bidara Putih.
Sang Pangeran memberikan beberapa benda unik pada kerajaan sebagai bukti
kesungguhannya yang ingin mempersunting sang putri.
6.
Pedang Sultan Kutai
Pedang
Sultan Kutai terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir gambar seekor
harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung pedang dihiasi
dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini dapat Anda lihat di Museum
Nasional, Jakarta.
7.
Tali Juwita
Tali
juwita adalah peninggalan kerajaan kutai yang menyimbolkan 7 muara dan 3 anak
sungai (sungai Kelinjau, Belayan dan Kedang Pahu) yang dimiliki sungai mahakam.
Tali juwita terbuat dari benang yang banyaknya 21 helai dan biasanyan digunakan
dalam upacara adat Bepelas.
8.
Keris Bukit
Kang
Keris bukit kang adalah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang
Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan legenda,
permaisuri ini adalah putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di
atas balai bambu. Dalam gong tersebut, selain ada seorang bayu perempuan, di
dalamnya juga terdapat sebuah telur ayam dan sebuah keris, keris bukit kang.
9.
Kelambu Kuning
Ada
beberapa benda peninggalan kerajaan yang dipercaya memiliki kekuatan magis oleh
masyarakat adat Kutai hingga saat ini. benda-benda ini ditempatkan dalam
kelambu kuning untuk menghindari tuah dan bala yang bisa ditimbulkannya.
Beberapa benda peninggalan sejarah kerajaan kutai tersebut antara lain
kelengkang besi, tajau, gong raden galuh, gong bende, arca singa, sangkoh
piatu, serta Keliau Aji Siti Berawan.
10.
Singgasana Sultan
Singgasana
sultan merupakan peninggalan sejarah kerajaan kutai yang masih tetap terjaga
hingga kini. Benda tersebut terletak di Museum Mulawarman. Dahulu Setinggil /
Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad
Parikesit, dan raja-raja kerajaan kutai sebelumnya. Singgasana ini juga
dilengkapi dengan payung, umbul-umbul, dan peraduan pengantin Kutai Keraton.
11.
Meriam Kerajaan kutai
merupakan
kerajaan yang dilengkapi dengan sistem pertahanan kuat. Hal ini dibuktikan oleh
banyaknya peninggalan sejarah berupa meriam dan beberapa alat bela diri
lainnya. Adapun meriam, kerajaan kutai memiliki 4 yang hingga kini masih
terjaga dengan rapi. Keempat meriam tersebut antara lain Meriam Sapu Jagat,
Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, dan Meriam Sri Gunung. Peninggalan
12.
Tombak Kerajaan Majapahit
Tombak-tombak
tua yang berasal dari Kerajaan Majapahit juga merupakan peninggalan
sejarah kerajaan kutai. Ya, tombak-tombak tersebut telah ada di Muara
Kaman sejak dulu. Ini membuktikan jika kerajaan kutai dan Kerajaan Majapahit
pada masa silam memiliki hubungan yang sangat erat. Peninggalan
13.
Keramik Kuno Tiongkok
Ratusan
keramik kuno yang diperkirakan berasal dari berbagai dinasti di kekaisaran Cina
tempo dulu yang sempat ditemukan tertimbun di sekitar danau Lipan membuktikan
bahwa kerajaan kutai dan kekaisaran china telah melakukan hubungan perdagangan
yang erat pada masa silam. Ratusan keramik kuno yang menjadi peninggalan
sejarah kerajaan Kutai itu kini tersimpan di ruang bawah tanah musium
mulawarman di Tenggarong, Kutai kartanegara. Peninggalan
14.
Gamelan Gajah Prawoto
Di
Museum Mulawarman saat ini juga terdapat seperangkat gamelan. Gamelan-gamelan
ini diyakini berasal dari pulau Jawa. Tak hanya itu, beberapa topeng, keris,
pangkon, wayang kulit, serta barang-barang kuningan dan perak yang ada sebagai
peninggalan sejarah kerajaan kutai tempo silam juga membuktikan bahwa telah ada
hubungan erat antara kerajaan-kerajaan di Jawa dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara
Kehidupan
Politik Kerajaan Kutai
Kehidupan
politik yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman,
putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga. Dalam yupa dijelaskan
bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Matahari dan pendiri keluarga raja. Hal
ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri
keluarga. Berikut adalah penjelasan mengenai raja – raja di Kutai.
Raja
Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi, apabila
dilihat dari nama Raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli
berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga berpendapat bahwa pada
masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya.
Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku.
Aswawarman
adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui
sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang
artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putra dan salah satunya
adalah Mulawarman.
Mulawarman
kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta jika dilihat dari cara penulisannya.
Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya,
Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Dari Yupa diketahui bahwa masa
pemerintahan Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai
hidup sejahtera dan makmur
Kehidupan
Ekonomi Kerajaan Kutai
Kehidupan
ekonomi di kutai disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman
telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan 20.000 ekor sapi untuk
golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut
diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa
disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.
Kehidupan
Sosial Dan Budaya Kerajaan Kutai
Dalam
kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis antara Raja Mulawarman dengan
Kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam Yupa, bahwa Raja Mulawarman
memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Kaum Brahmana di dalam tanah yang suci
bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara tempat suci untuk memuja Dewa Siwa.
Dalam
kehidupan budaya Kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara
penghinduan yang disebut Vratyastoma. Pada masa Mulawarman upacara penghinduan
tersebut dipimpin oleh pendeta Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum
Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya
tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sanskerta.
Kejayaan
Kerajaan Kutai
Masa
kejayaan Kerajaaan Kutai berada pada massa pemerintahan Raja Mulawarman. Hal
ini karena beliau begitu bijaksana dan royal bagi hal-hal yang religius. Para
brahmana dihadiahi emas, tanah, dan ternak secara adil, pengadaan upacara
sedekah di tempat yang dianggap suci atau Waprakeswara. Dan dibuktikan juga
dengan pemberian sedekah kepada kaum Brahmana berupa 20.000 ekor sapi. Jumlah
20.000 ekor sapi ini membuktikan bahwa pada masa itu kerajaan Kutai telah
mempunyai kehidupan yang makmur dan telah mencapai massa kejayaannya.
Runtuhnya
Kerajaan Kutai
Kerajaan
Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan
Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama
(Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam
sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan
Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
KERAJAAN
TARUMA NEGARA
Kerajaan Terumanagara merupakan kerajaan Hindu
tertua ke dua setelah Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanagara atau Kerajaan Tarum
merupakan kerajaan yang berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4
hingga abad ke-7 Masehi. Kata Tarumanagara berasal dari kata Tarum dan
Nagara. Tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yang sekarang
bernama sungai Citarum dan kata Nagara yang diartikan sebagai negara atau
kerajaan.
Beridirnya
Kerajaan Tarumanagara
Berdirinya Kerajaan Tarumanagara masih dipertanyakan oleh para
ahli sejarah. Satu-satunya sumber sejarah yang secara lengkap membahas mengenai
Kerajaan Tarumanagara adalah Naskah Wangsakerta. Naskah Wangsakerta tersebut
masih menjadi perdebatan diantara para sejarawan tentang keaslian isinya.
Menurut Naskah Wangsakerta, pada abad ke-4 Masehi, pulau dan
beberapa wilayah Nusantara lainnya didatangi oleh sejumlah pengungsi dari India
yang mencari perlindungan akibat terjadinya peperangan besar di sana. Para pengungsi
itu umumnya berasal dari daerah Kerajaan Palawa dan Calankayana di India, pihak
yang kalah dalam peperangan melawan Kerajaan Samudragupta (India).
Salah satu dari rombongan pengungsi Calankayana dipimpin oleh
seorang Maharesi yang bernama Jayasingawarman. Setelah mendapatkan persetujuan
dari raja yang berkuasa di barat Jawa (Dewawarman VIII, raja Salakanagara),
maka Jayasingawarman membuka tempat pemukiman baru di dekat sungai Citarum.
Pemukimannya oleh Jayasingawarman diberi nama Tarumadesya (desa Taruma).
Sepuluh tahun kemudian desa ini banyak didatangi oleh penduduk
dari desa lain, sehingga Tarumadesya menjadi besar. Akhirnya dari wilayah
setingkat desa berkembang menjadi setingkat kota (Nagara). Semakin hari, kota
ini semakin menunjukan perkembangan yang pesat, karena itulah Jayasingawarman
kemudian membentuk sebuah Kerajaan yang bernama Tarumanagara.
Kejayaan
Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Tarumanagara mencapai puncak kejayaannya ketika dipimpin
oleh Purnawarman. Dimasa kepemerintahan Purnawarman, luas Kerajaan Tarumanagara
diperluas dengan menaklukan kerajaan-kerajaan yang berada disekitarnya.
Tercatat Luas Kerajaan Tarumanagara hampir sama dengan luas daerah Jawa Barat
sekarang. Selain itu Raja Purnawarman juga menyusun pustaka yang berupa
undang-undang kerjaana, peraturan angkatan perang, siasat perang serta silsilah
dinasti Warman. Raja Purnawarman juga dikenal sebagai raja yang kuat dan bijak
kepada rakyatnya.
Keruntuhan
Kerajaan Tarumanagara
Raja ke-12 Tarumanagara, Linggawarman, memiliki dua orang putri.
Putri pertamanya bernama Dewi Manasih yang kemudian menikah dengan Tarusbawa
dan Sobakencana yang kemudian menjadi isteri Dapunta Hyang Sri Jayanasa,
pendiri Kerajaan Sriwijaya. Tangku kepemimpian Kerajaan Tarumanegara pun jatuh
pada suami Manasih yaitu Tarusbawa. Pada masa kepemerintahan Tarusbawa, pusat
kerajaan Tarumanagara ke kerajaanya sendiri yaitu Kerajaan Sunda (Kerajaan
bawahan Tarumanagara) dan kemudian mengganti Kerajaan Tarumanagara menjadi
Kerajaan Sunda.
Prasasti
Ciareteun
Sumber
Sejarah Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan
Tarumanagara banyak meninggalkan bukti sejarah, diantaranya ditemukannya 7 buah
prasati yaitu:
1.Prasasti Ciareteun yang ditemukan di
Ciampea, Bogor. Pada prasasti tersebut terdapat ukiran laba-laba dan tapak kaki
serta puisi beraksara Palawa dan berbahasa Sanskerta. Puisi tersebut berbuyi
"Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini
kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa
Tarumanagara."
2.Prasasti Pasri Koleangkak yang ditemukan di
perkebunan Jambu. Parsasti ini juga sering disebut sebagai Prasasti Jambu.
Prasasti Jambu berisi "Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah
raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta
baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah
kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia
kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya."
3.Prasasti Kebonkopi yang ditemukan di kampung
Muara Hilir, Cibungbulang. Isi prasasti Kebon Kopi : yakni adanya dua kaki
gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawati (gajah kendaran Dewa
Wisnu). Sedangkan Prasasti Jambu berisi tentang kegagahan raja Purnawarman.
Bunyi prasasti itu antara lain :"gagah, mengagumkan dan jujur terhadap
tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri
Purnawarman, yang memerintah di taruma dan yang baju zirahnya tak dapat
ditembus oleh musuh ..."
4.Prasasti Tugu yang ditemukan di dareah
Tugu, Jakarta.
5.Prasasti Pasir Awi yang ditemukan di daerah
Pasir Awi, Bogor.
6.Prasasti Muara Cianten yang juga ditemukan di
Bogor.
7.Prasasti Cidanghiang atau Lebak yang ditemukan
di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten. Prasasti
Didanghiang berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian
yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi
panji sekalian raja”.
Selain
dari prasasti, terdapat juga suber-sumber lain yang berasal dari Cina,
diantarnya:
1.Berita
dari Fa-Hien, seorang musafir Cina (pendeta Budha) yang terdampar di Yepoti
(Yawadhipa/Jawa) tepatnya Tolomo (Taruma) pada tahun 414. Dalam catatannya di
sebutkan rakyat Tolomo sedikit sekali memeluk Budha yang banyak di jumpainya
adalah Brahmana dan Animisme.
2.Berita
dari Dinasti Soui yang menyatakan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan
dari negeri Tolomo (Taruma) yang terletak disebelah selatan.
3.Berita
dari Dinasti Tang Muda yang menyebutkan tahun 666 dan tahun 669 M datang utusan
dari Tolomo.
Raja-raja
Kerajaan Tarumanagara
Selama
berdirinya Kerajaan Tarumanagara dari abad ke-4 sampai abad ke-7 Masehi,
kerajaan tersebut pernah dipimpin oleh 12 orang raja, diantaranya:
1.Jayasingawarman
(358-382 M.)
2.Dharmayawarman
(382-395 M.)
3.Purnawarman
(395-434 M.)
4.Wisnuwarman
(434-455 M.)
5.Indrawarman
(455-515 M.)
6.Candrawarman
(515-535 M.)
7.Suryawarman
(535-561 M.)
8.Kertawarman
(561-628 M.)
9.Sudhawarman
(628-639 M.)
10.Hariwangsawarman
(639-640 M.)
11.Nagajayawarman
(640-666 M.)
12.Linggawarman
(666-669 M.)
Kehidupan
Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Tarumanagara
Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian
dan peternakan. Hal ini dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang
pembangunan atau penggalian saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km)
selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Masyarakat Kerajaan Tarumanagara juga
berprofesi sebagai pedagang mengingat letaknya yang strategis berada di dekat
selat sunda.
Pembangunan/penggalian itu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat,
karena dapat digunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Selain
penggalian saluran Gomati dalam prasasti Tugu juga disebutkan penggalian
saluran Candrabhaga. Dengan demikian rakyat akan hidup makmur, aman, dan
sejahtera.
Dari segi kebudayaan sendiri, Kerajaan Tarumanagara bisa dikatakan
kebudayaan mereka sudah tinggi. Terbukti dengan penggalian sungai untuk
mencegah banjir dan sebagai saluran irigasi untuk kepentingan pertanian.
Terlihat pula dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti yang
ditemukan, menjadi bukti kebudayaan masyarakat pada saat itu tergolong sudah
maju.
KERAJAAN
SRIWIJAYA
Mendengar
nama Sriwijaya pastinya bukan hal yang asing di telinga anda. Salah satu
kerajaan paling besar di Asia Tenggara yang berhasil menjadi negara maritim
pertama sebelum berdirinya Indonesia.
Kejayaan
Sriwijaya menginspirasi banyak orang. Bahkan di dunia persepakbolaan nasional,
namanya digunakan sebagai nama klub bola asal pulau Sumatera, Sriwijaya FC.
Dalam catatan-catatan dan kronik Cina, Sriwijaya dikenal dengan nama
Che-li-fo-che.
Sejarah kerajaan sriwijaya menjadi
satu diantara 3 kerajaan yang berada di Sumatera dan dikenal oleh Cina alias
Tiongkok. Kerajaan lain yang juga menduduki kepulauan Sumatera adalah
Tulangbawang dan Kerajaan Melayu. Namun berdasarkan prasasti asli Sumatera,
tidak ada yang mengisahkan cerita kerajaan Tulangbawang dan Melayu.
Kerajaan
ini masih jauh lebih dulu besar dibanding sejarah Kerajaan Majapahit yang
menjadi penghancurnya. Sejarahnya dapat diteladani dan menjadi inspirasi
pemersatu Indonesia. Mengingat Sriwijayalah kerajaan yang menjadi kerajaan
nasional dan maritim pertama sebelum ada ide menyatukan nusantara.
Latar Belakang
Kerajaan
Sriwijaya
didirikan pertama kali pada abad ke-7 dengan raja pertama bernama Dapunta
Hyang. Bukti fisik berupa kronik berita Cina memberitahu bahwa pada tahun 682
Masehi atau abad ke-6 ada seorang pendeta Budha dari Tiongkok yang ingin
memperdalam agamanya di tanah India.
Sebelum
keberangkatan resminya, ia harus sudah menguasai bahasa Sansekerta, karena
itulah pendeta bernama I-Tsing tersebut mempelajarinya dulu selama setengah
tahun di Sriwijaya. Kronik ini sekaligus memberi sinyal bahwa ternyata pada
zaman dulu, Sriwijaya sudah menjadi pusat keagamaan yang mumpuni di kawasan
Asia Tenggara. Bahkan I-Tsing juga berhasil menerjemahkan kitab-kitab agama
Budha ke bahasa nenek moyangnya setelah mempelajari secara mendalam agama Budha
di Sriwijaya.
Bukti yang
kedua ini memperkuat teori awal pendirian Kerajaan Sriwijaya di abad ke-7.
Sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang dinamai Kedukan Bukit
memiliki angka 683 Masehi. Di tahun tersebut Sriwijaya sedang dipimpin oleh
seorang raja bernama Dapunta Hyang yang sedang berusaha memperluas wilayah. Ia
menyiapkan bala tentara sampai jumlah 20.000 orang. Penaklukan ini membuahkan
hasil setelah 8 hari bertempur di medan perang. Pada akhirnya beberapa wilayah
yang kekuatan militernya tak sebanding bersedia menyerahkan upeti ke Sriwijaya
sebagai tanda takluk.
Tidak ada
kronik maupun prasasti lagi yang menjelaskan asal-usul keluarga Dapunta Hyang
Srijayanaga sehingga ia menduduki tahta pertama kerajaan. Dalam sejarah
berdirinya Sriwijaya, ada sekitar 11 raja yang silih berganti mengurusi negara
internasional ini. Nantinya, nama Sriwijaya yang artinya kemenangan yang mulia
benar-benar terwujud.
Setelah
Dapunta Hyang berhasil meraih kesuksesan bersama 20.000 pasukannya, ada sebuah
prasasti yang ditemukan di Pulau Bangka, sebuah pulau kecil di dekat Sumatera.
Prasasti Kota Kapur adalah nama prasasti yang menyebutkan keinginan Dapunta
Hyang meneruskan ekspedisi ke Jawa. Dan prasasti yang berangka tahun 686 Masehi
itu pun menjadi bukti sejarah berhasilnya Sriwijaya menaklukkan Jawa yang saat
itu dikuasai Kerajaan Tarumanegara. Prasasti-prasasti lainnya yang menjadi
peninggalan Kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa melayu kuno dan berhuruf Pallawa.
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Masa
kejayaan kerajaan Sriwijaya sudah sangat jelas bisa diterangkan. Negara mana
yang tidak kaya dengan menguasai selat-selat strategis dan menjadi penguasa
tunggal jalur perdagangan internasional. Inilah sumber kekayaan Sriwijaya.
Selat
Malaka dan Selat Sunda merupakan dua selat internasional yang tidak pernah sepi
dari kapal. Hanya bermodalkan kekuatan armada militernya, Sriwijaya berani
menerapkan sistem bea cukai yang sampai sekarang dipakai juga oleh Pemerintah
Indonesia. Fungsi dan peran armada militer dalam perekonomian Sriwijaya sangat
besar. Tanpa adanya jaminan keselamatan, para saudagar Arab dan Tiongkok pasti
memilih selat lain sebagai jalur transportasinya. Apalagi sampai memutuskan
menetap sementara atau selamanya. Hal ini banyak terjadi karena selain
Sriwijaya elok dan berharta, kehidupan bisnisnya akan dilindungi oleh para
militer Sriwijaya.
Kesuksesan
tidak bisa dipandang dari banyaknya harta saja, Sriwijaya dan para petingginya
menyadari benar kalimat tersebut. Sehingga kerajaan maritim ini mengembangkan
juga kebesaran agama Budha. Selain dengan cara mendirikan sangga –kelompok
belajar- untuk memperdalam Buddhisme, Sriwijaya juga sudah menyiapkan banyak
guru spiritual Budha. Baik seorang pendeta atau hanya orang yang mendapatkan
kelebihan.
Guru agama
Budha yang paling tersohor di Sriwijaya yaitu Sakyakirti. Fakta yang
mengejutkan lain ditemukan di daerah-daerah dekat Palembang yang menjadi titik
pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Diduga ada candi yang lebih besar dari
Borobudur pernah diciptakan oleh kerajaan ini. Namun sampai sekarang hanya
arcanya saja yang ditemukan. Selain itu, ditemukan juga beberapa batu bertulis
‘ziarah yang berhasi’ di daerah Telaga Batu. Kenyataan ini menguatkan Sriwijaya
sebagai kerajaan yang religius.
Peninggalan
lain yang masih bisa dilihat langsung oleh generasi kita berupa candi.
Candi-candi yang dibangun bercorak agama Budha. Misalkan candi Muaratakus yang
dibangun di Riau dan Biaro Bahal di Sumatera Utara. Kedua candi ini menjadi
candi yang terkenal sebagai bekas kejayaan Sriwijaya karena memang tidak banyak
candi yang ditemukan di Sumatera.
Pada tahun
860 Masehi, prasasti Nalanda yang berada di India menyeret nama Sriwijaya
sebagai nama kerajaan internasional yang sangat peduli dengan pendidikan. Masa
keemasan ini semakin meningkatkan pamor Balaputeradewa yang saat itu menjadi
Raja Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut, Balaputeradewa disebutkan mendirikan
asrama pelajar Sriwijaya yang diperuntukkan anak dari Sriwijaya yang sedang
menuntut ilmu di Nalanda, India. Tempat itu sudah banyak menghasilkan para
pendeta yang dapat mengayomi orang banyak. Pada zaman itu, India dan Benggala
tempat beradanya perguruan Nalanda sedang dipimpin oleh Raja Dewapaladewa.
Puncak
keemasan diperoleh Sriwijaya setelah berjuang dalam hitungan abad. Sriwijaya
memperoleh kejayaan ini di abad ke-8 dan ke-9. Hingga pada akhirnya, kejayaan
tersebut harus diakhiri pada abad ke-11.
Balaputeradewa
yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kejayaan itu sebenarnya adalah anak
dari Raja Samarattungga. Seorang keturunan Dinasti Syailendra dari bumi Jawa
yang memberikan peninggalan berupa candi Borobudur kepada anak cucunya.
Di masa
pemerintahan Balaputeradewa ini agama Budha benar-benar menunjukkan
progressnya. Ada banyak orang yang bermaksud menjadi murid spiritual seorang biksu
besar bernama Dharmakirti.
Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Ada banyak
faktor yang menyebabkan berhenti berkibarnya nama Sriwijaya. Kebanyakan faktor
tersebut melemahkan Sriwijaya perlahan-lahan. Kekuatan militer yang sudah
berlapis-lapis pada ujungnya tidak berdaya juga.
Awalnya
militer Sriwijaya kalah telak dengan sebuah kerajaan di India Selatan. Kerajaan
ini bernama Cola dengan pemimpin Rajendra Cola I. Orang tersebut telah
melepaskan kekuasaan atas kapal dan segala jenis transit yang memakan biaya dan
cukai.
Keadaan diperparah dengan banyaknya kerajaan kecil yang
melepaskan diri dari pengaruh Sriwijaya. Semuanya membuat Sriwijaya benar-benar
kehilangan sumber pendapatan dari pelabuhan yang ditransiti kapal barang.
Serangan ekspedisi pamalayu yang menjadi bagian sejarah kerajaan singasari kemudian
benar-benar menghancurkan kejayaan Sriwijaya. Ditambah lagi dengan penerusnya,
pembuat sejarah kerajaan majapahit yang
menghilangkan beberapa bekas kejayaan Sriwijaya.
Kerajaan Majapahit
Sejarah
Kerajaan Majapahit
Kerajaan
Majapahit – merupakan salah
satu kerajaan terbesar di Indonesia yang bercorak Hindu dan terletak di Jawa
Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun tahun 1293 Masehi.
Selain itu kerajaan ini disebut-sebut sebagai kerajaan yang memiliki wilayah
kekuasaan terbesar di Indonesia.
Sebenarnya
kerajaan ini berdiri karena adanya serangan dari Jayaketwang (Adipati Kediri)
yang mana ia berhasil membunuh penguasa Kerajaan Singasari yang terakhir yaitu
Kertanegara karena menolak pembayaran upeti. Kemudian
Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri ke Madura untuk
meminta perlindungan kepada Aryawiraraja. Kemudian Raden Wijaya diberi hutan
tarik oleh Aryawiraraja untuk digunakan sebagai wilayah kekuasaan dan akhirnya
dijadikan sebuah desa baru bernama Majapahit.
Majapahit
berasal dari kata ” buah maja” dan “rasa
pahit”. Tak lama kemudian pasukan Mongolia yang dipimpin oleh Shis-Pi,
Ike-Mise dan Kau Hsing datang ke Tanah Jawa. Yang tak lain tujuan mereka datang
adalah untuk menghukum Kertanegara akibat menolak pembayaran upeti kepada pasukan Mongolia.
Dalam
situasi ini Raden Wijaya memanfaatkan kerja sama dengan pasukan Mongolia untuk
menyerang pasukan Jayakatwang. Dan akhirnya pasukan Mongolia dengan bantuan
Raden Wijaya pun menang dengan terbunuhnya Jayakatwang. Tak berselang lama
kemudian Raden Wijaya mengusir pasukan Mongolia dari tanah Jawa.
Pengusiran
tersebut terjadi saat para pasukan Mongolia sedang berpesta merayakan
kemenangannya atas pasukan Jayaketwang. Disituasi yang lengah tersebut
dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk melakukan penyerangan terhadap Pasukan
Mongolia. Akhirnya Raden Wijaya berhasil mengusir pasukan Mongolia dari tanah
Jawa dan kemudian ia naik tahta serta bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana pada
tahun 1293.
Menurut
para ahli, tanggal berdirinya Kerajaan Majapahit adalah saat Raden Wijaya
dinobatkan sebagai raja Majapahit pada tanggal 15 bulan Kartika 1215 atau lebih
tepatnya pada tanggal 10 November 1293. Sebagai mana disinggung diatas Kerajaan
Majapahit terletak di Propinsi Jawa Timur yang mana ibu kotanya di sebuah desa
yang sekarang bernama Triwulan di Mojokerto. Yang mana kerajaan ini berdiri
dari tahun 1293 hingga 1500 M.
Kehidupan di Kerajaan Majapahit
Ada
beberapa faktor kehidupan yang menjadi maju dan runtuhnya Kerajaan Majapahit
ini diantaranya sebagai berikut: Kehidupan
Politik Kerajaan Majapahit
Kehidupan politik di Kerajaan
Majapahit banyak sekali terjadi pemberontakan dari dalam kerajaan itu sendiri.
Terjadinya pemberontakan ini awalnya saat Raden Wijaya memerintah, yaitu banyak
pemberontakan yang dilakukan oleh Ranggalawe, Sora dan Nambi yang tak lain
tujuan mereka adalah untuk menjatuhkan Raden Wijaya. Namun dengan kecerdikan
Raden Wijaya, pemberontakan tersebut dapat dipadamkan.
Masa
pemerintahan Raden Wijaya pun berakhir saat ia meninggal pada tahun 1309 M.
Kemudian pengganti Raden Wijaya sendiri tidak lain adalah anaknya sendiri
bernama Jayanegara yang masih berumur 15 tahun. Berbeda sekali dengan ayahnya,
Jaya negara sama sekali tidak memiliki keahlian dalam memimpin kerajaan, hingga
akhirnya Jayanegara dijuluki dengan sebutan “Kala Jamet” yang berarti lemah dan
jahat.
Disaat
pemerintahan Jayanegara terjadi banyak sekali pemberontakan dari orang-orang
kepercayaannya yang disebabkan karena kurang tegasnya Jayanegara dalam Memimpin
kerajaan. Salah satu pemberontakan yang hampir menjatuhkan Jayanegara adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti.
Akan
tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Gajah Mada dan ia berhasil
menyelamatkan Jayanegara ke sebuah desa bernama Badaran. Di desa tersebut Jayanegara
berhasil dibunuh oleh seorang tabib bernama Tancha saat Jayanegara dioperasi.
Hal ini disebabkan karena tabib tersebut memiliki dendam terhadap Jayanegara,
dan kemudian tabib tersebut ditangkap dan dibunuh oleh Gajah Mada.
Saat itu
karena Jayanegara tidak memiliki keturunan, kemudian pemerintahan Majapahit
digantikan oleh adiknya bernama Gayatri yang bergelar Tribuana
Tunggadewi. Dalam masa pemerintahannya ia hanya memimpin Majapahit dari
tahun 1328-1350 saja. Selama ia memimpin juga terjadi banyak sekali
pemberontakan, namun pemberontakan tersebut dapat dipatahkan oleh Gajah Mada.
Atas
jasanya tersebut, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Mahapatih Majapahit.
Setelah itu kemudian Gajah Mada mengucap sebuah sumpah yang dikenal dengan
“Sumpah Palapa”. Adapun bunyi dari sumpah tersebut adalah “Gajah Mada pantang
bersenang-senang sebelum menyatukan Nusantara”, tak lama dari sumpah tersebut
kemudian Tribuana Tunggadewi meninggal pada tahun 1350 M.
Setelah Tribuana Tunggadewi
meninggal, kemudian ia digantikan oleh Hayam Wuruk. Dimasa inilah Kerajaan
Majapahit berada dalam pada masa keemasannya. Yang mana kerajaan tersebut
hampir menaklukan semua wilayah Nusantara.
Kehidupan Ekonomi
Dengan
tempat kerajaan yang sangat strategis, saat itu Kerajaan Majapahit mampu
menjadi pusat perdagangan di tanah Jawa. Kerajaan Majapahit adalah salah satu
kerajaan yang masyarakatnya mayoritas sebagai pedagang. Selain berdagang
masyarakat Majapahit juga banyak yang bermata pencaharian sebagai pengerajin
emas, pengerajin perak dan lain-lain.
Untuk
komoditas ekspor dari kerajaan ini berupa barang alam seperti: lada, garam,
kain dan burung kakak tua. Sedangkan untuk komoditas impornya berupa mutiara,
emas, perak, keramik, dan barang-barang yang terbuat dari besi. selain itu dari
segi mata uang, Kerajaan Majapahit membuat mata uang dengan campuran perak,
timah putih, timah hitam dan juga tembaga.
Kemakmuran
ekonomi dari Kerajaan Majapahit dapat dikatakan karena adanya 2 faktor, yaitu
dari lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo yang berada di dataran rendah
sehingga sangat cocok untuk bertani. Berbagai sarana infrastruktur pun dibangun
agar lebih memudahkan warga dalam bertani seperti dibangunnya irigasi.
Faktor yang kedua adalah dengan adanya pelabuhan-pelabuhan
Majapahit yang terletak di pantai utara pulau Jawa yang berperan dalam
perdagangan remah-rempah dari Maluku. Kerajaan Majapahit menggunakan sistem
pungut pajak dari kapal-kapal yang mengadakan perjalanan maupun singgah di
pelabuhan Majapahit.
Kehidupan Kebudayaan
Kebudayaan masyarakat
Majapahit sudah terbilang sangat maju pada saat itu. Hal ini ditandai dengan
adanya berbagai perayaan-perayaan keagamaan disetiap tahunnya. Dibidang seni
dan sastra pun tidak kalah majunya, bahkan juga berperan dalam kehidupan budaya
di Majapahit.
Menurut seorang pendeta dari
Italia yang bernama Mattiusi dimana ia pernah singgah di Majapahit, ia melihat
Kerajaan Majapahit yang sangat luar biasa. Bahkan ia sangat kagum dengan istana
kerajaan yang sangat luas serta tangga dan bagian dalam ruangan yang berlapis
emas dan perak. Selain itu menurutnya atapnya pun bersepuh emas juga.
Sistem Pemerintahan Kerajaan
Majapahit
Pada masa kepemimpinan Hayam
Wuruk, semua sistem pemerintahan dan birokrasi di Kerajaan Majapahit berjalan
dengan teratur sesuai yang telah ditentukan. Sistem Birokrasi di Majapahit saat
itu antara lain:
Raja yang memimpin
di kerajaan saat itu dianggap penjelmaan dewa oleh masyarakat dan memiliki
hak tertinggi dalam kerajaan.
Rakryan Mahamantri Kartini
biasanya dijabat oleh putra-putra raja.
Dharmadyaksa yang
merupakan pejabat hukum pemerintahan dalam kerajaan.
Dharmaupattati merupakan
pejabat dibidang keagamaan dalam kerajaan.
Selain itu pembagian wilayah dalam Kerajaan Majapahit pun juga deilakukan
dengan teratur yang disusun oleh Hayam Wuruk. Adapun pembagiannya sebagai
berikut:
Bhumi, yang merupakan kerajaan
dengan raja sebagai pemimpinnya.
Negara, yang setingkat dengan
propinsi dengan pemimpinnya yaitu raja atau nathajuga sering disebut dengan bhre.
Watek, setingkat dengan kabupaten
yang dipimpin oleh Wiyasa.
Kuwu, setingkat dengan kelurahan
yang pemimpinannya bernama lurah.
Wanua, setingkat dengan desa yang
dipimpin oleh Thani.
Kabuyutan, setingkat dengan
dusun atau tempat-tempat sacral.
Raja
raja Kerajaan Majapahit
Dalam sejarah Kerajaan
Majapahit ada beberapa raja yang pernah memimpin, diantaranya:
Raden Wijaya (1293-1309)
Jayanegara (1309-1328)
Tribuana Tungga Dewi (1328-1350)
Hayam Wuruk (1350-1389)
Kusumawardani-Wikramawardhana (1389-1399)
Suhita (1399-1429)
Bhre Tumapel (Kertawijaya)- (1447-1451)
Rajasawardhana (1451—1453)
Purwawisesa (1456-1466)
Kartabumi (1466-1478)
Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
Banyak sekali raja di Kerajaan
Majapahit yang mencapai masa keemasannya masing-masing. Bahkan ada raja di
Majapahit yang masih sangat muda ketika diangkat untuk memimpin yaitu Hayam
Wuruk yang merupakan cicit dari Raden Wijaya. Meski dengan usianya yang sangat
muda tetapi ia mampu membawa Kerajaan Majapahit berada dalam masa kejayaannya.
Dengan
dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada ia hampir menaklukan seluruh wilayah
Nusantara, dan menjadikan Majapahit sebagai kerajaan terbesar dan terkuat saat
itu. Seiring dengan perkembangan zaman Kerajaan Majapahit juga mampu menguasai
wilayah luar Nusantara sekalipun seperti: Thailand, Singapura dan Malaysia.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Sejak sepeninggalan Mahapatih
Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran yang
drastis. Apalagi saat itu banyak sekali serangan dari kerajaan-kerajaan Islam
yang belum lama berdiri. Selain itu keruntuhan Kerajaan Majapahit juga terjadi
saat berada pada pemerintahan Patih Udara pada tahun 1518.
Peninggalan Kerajaan Majapahit
Dari sekian lama berdirinya
Kerajaan Majapahit tentunya ada beberapa peninggalan sejarah yang berharga
waktu itu. Salah satu contoh peninggalan dari Kerajaan Majapahit yang sampai
sekarang masih ada adalah bangunan candi. Adapun beberapa candi peninggalan Majapahit
yang sampai sekarang masih ada antara lain:
Candi Tikus
Candi Tikus
Candi peninggalan Majapahit
ini terletak di situs arkeologi Trowulan yang lebih tepatnya di Dukuh Mente,
Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Bangunan peninggalan
ini dinamai candi tikus karena saat ditemuannya ada banyak sekali sarang
tikus-tikus liar.
Candi Brahu
Candi
Brahu adalah salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang letaknya sama
dengan Candi tikus, yaitu di kawasan situs arkeologi Trowulan, tepatnya berada
di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
Bangunan ini dibuat oleh Mpu Sendok yang sebagaimana digunakan untuk pembakaran
jenazah para raja Majapahit.
Gapura Bajang Ratu
Diperkirakan
bangunan peninggalan ini dibangun pada abad ke 14 M. Bangunan ini terletak di
Desa Temon Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur. Dalam kitab
Negarakertagama, disebutkan bahwa bangunan ini berfungsi sebagai pintu masuk
untuk memasuki tempat suci pada saat memperingati wafatnya raja Jayanegara.
Gapura Wringin Lawang
Bangunan
ini sebenarnya terbuat dari bata merah dengan tinggi mencapai 15,5 meter.
Gapura yang terletak di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa
Timur ini gaya arsitekturnya memang hampir mirip dengan Candi Bentar. Bangunan
ini hingga membuat banyak ahli menyebutkan bahwa pintu gerbang untuk memasuki
kediaman Mahapatih Gajah Mada.
Candi Jabung
Candi
Jabung terletak di Desa Jabung Kecamatan Paiton, Probolinggo Jawa Timur.
Walaupun hanya terbuat dari susunan batu bata merah, bangunan ini ternyata
dapat bertahan cuku lama. Saat lawatannya keliling Jawa Timur di tahun 1359,
Raja Hayam Wuruk diperkirakan pernah menyinggahi candi peninggalan Kerajaan
Majapahit ini.
Kerajaan
Singasari
Salah satu kerajaan besar
yang pernah menguasai sebagian wilayah di Indonesia adalah kerajaan Singasari.
Kerajaan yang dulunya berpusat di Malang ini merupakan salah satu kerajaan
Hindu Budha.
Kerajaan Singasari adalah
salah satu kerajaan Hindu Budha yang pernah berdiri di Malang. Kerajaan ini
pernah mencapai puncak kejayaannya hingga tidak ada yang mampu menandinginya.
Berikut ini ulasan lengkap mengenai Kerajaan Singasari :
Sumber Sejarah Kerajaan Singasari
Sebagai salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di Indonesia, Kerajaan
Singasari tentu memiliki beberapa sumber sejarah yang bisa digali informasinya.
Berikut ini beberapa sumber sejarah dari Kerajaan Singasari :
1.Kitab Negarakartagama
Kitab Negarakartagama merupakan peninggalan kerajaan Majapahit karangan
dari Mpu Prapanca. Dalam kitab ini berisi tentang raja Majapahit yang berteman
dengan raja Singasari. Selain itu, terdapat pula penjelasan lengkap mengenai
raja-raja yang pernah berkuasa di Singasari hingga raja Hayam Wuruk.
2.Kitab Pararaton
Sumber sejarah kerajaan Singasari yang
kedua adalah Kitab Pararaton. Kitab ini berisikan dongeng dan mitos. Namun dari
kitab ini, kita bisa mengetahui awal mula Ken Arok mendirikan kerajaan
Singasari. Sebelumnya menjadi raja, ken Arok pernah menjadi bupati Tumapel
menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya.
Hal ini dilakukannya karena dia
menginginkan istri Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Kemudian dia
melepaskan Kabupaten Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kediri yang diperintah
oleh raja Kertajaya. Pada akhirnya, Ken Arok menyerang Kerajaan Kediri,
membunuh raja Kertajaya dan mendirikan kerajaan Singasari.
3. Bangunan Candi
Keberadaan kerajaan Singasari juga bisa dibuktikan melalui candi-candi
yang ditemukan di sekitar Singasari Malang dan Surabaya. Candi-candi tersebut
antara lain candi Singasari, candi Kidal, candi Jago, dan patung Joko Dolok.
Runtuhnya
Kerajaan Singasari
Ada dua sebab runtuhnya
Kerajaan Singasari yaitu tekanan dari luar dan pemberontakan dalam negeri.
Tekanan dari luar datang dari Dinasti Yuan di Cina dan Khubilai Khan. Khubilai
Khan mengehendaki Kerajaan Singasari berada di bawah kekuasaan Cina.
Kertanagara menolak hal ini dengan menghina utusan Khubilai Khan yang
bernama Meng Chi. Sejak itu, Kartanegara lebih fokus terhadap pertahanan laut.
Sehingga tidak terlalu memperhatikan pertahanan di dalam kerajaan.
Pada tahun 1292, Jayakatwang penguasa Kediri memanfaatkan hal ini
untuk melakukan pemberontakan. Dia berhasil menyerbu ibukota Singasari dan
membunuh Kertanegara. Mulai saat itu, runtuhlah kerajaan Singasari.
Sejarah Kerajaan Singasari
Berikut ini ulasan sejarah kerajaan Singasari dimulai dari awal berdiri,
kehidupan politik, perekonomian, sosial budaya dan masa kejayaan Singasari.
Awal
Berdirinya Kerajaan Singasari
Pendiri kerajaan Singasari adalah Ken Arok. Asal-usul Ken Arok sendiri
masih belum jelas. Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang petani
dari gunung Kawi. Namun dia diasuh oleh Lembong seorang pencuri. Dia dididik
agar menjadi penjahat.
Pada mulanya, Ken Arok menginginkan istri dari Tunggul Ametung Bupati Tumapel
yang bernama Ken Dedes. Karena ambisinya itu, dia membunuh Tunggul Ametung.
Setelah Tunggul Ametung meninggal, dia memperistri Ken Dedes dan diangkat
menjadi Bupati Tumapel.
Pada waktu itu, Tumapel
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Kertajaya.
Namun kemudian dia melepaskan Kabupaten Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kediri.
Tidak sampai disitu saja, dia menyusun strategi untuk menyerang Kerajaan
Kediri.
Pada Tahun 1222 para pendeta dari Kerajaan Kediri meminta perlindungan dari
perbuatan sewenang-wenang Kertajaya kepada Ken Arok. Ken Arok memanfaatkan
kesempatan ini, menyusun barisan, melatih prajurit dan membuat rakyat
memberontak Kerajaan Kediri.
Setelah semua siap, berangkatlah prajurit Tumapel untuk menyerang Kerajaan
Kediri. Akhirnya, perang dasyatpun pecah di Daerah Ganter. Raja Kertajaya
beserta prajurit-prajuritnya binasa. Kemudian Ken Arok diangkat menjadi raja
dan menyatukan Tumapel dengan bekas Kerajaan Kediri yang kemudian disebut
Kerajaan Singasari.
Kehidupan Politik
Sejarah Kehidupan Politik Kerajaan Singasari dapat dilihat dari kisah
perebutan kekuasaan dari raja sebelumnya dengan raja setelahnya. Berikut ini
penjelasannya:
1) Ken Arok
Ken Arok menjadi raja Singasari pertama dengan masa pemerintahan tahun
1222 sampai 1227. Dialah yang mendirikan Kerajaan Singasari. Selain itu,
dia memiliki gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Dari sini munculah
dinasti baru yakni Dinasti Rajasa atau Girinda. Ken Arok dibunuh oleh suruhan
anak tirinya bernama Anusapati pada tahun 1227 dan dimakamkan di Kagenengan.
2)Anusapati
Setelah ken Arok meninggal, takhta kerajaan jatuh ke tangan anak tirinya
Anusapati. Pemerintahannya cukup lama yaitu tahun 1227 sampai 1248. Namun dia
tidak banyak melakukan pembaharuan karena terlalu berfokus pada kegemarannya
menyambung ayam. Penyebab kematian Ken Arok akhirnya diketahui oleh putra Ken
Arok dengan Ken Umang yaitu Tohjaya.
Tohjaya kemudian mengundang Anusapati ke tempat kediamannya bermama Gedong
Jiwa untuk mengadakan pesta sambung ayam. Ketika Anusapati asyik menyaksikan
aduan ayam, Tohjaya langsung menusuk Anusapati dengan keris buatan Empu
Gandring. Akhirnya Anusapati meninggal dan dimakamkan di Candi Kidal.
3) Tohjaya
Raja Singasari yang ke tiga yaitu Tohjaya. Tohjaya tidak lama dalam
memerintah Kerajaan Singasari. Ranggawuni anak dari Anusapati membalas kematian
ayahnya. Ranggawuni dibantu Mahesa Cempaka dan para pengikutnya meminta hak
takhta kerajaan.
Kemudian Tohjaya
memerintah pasukan untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Namun rencana
itu telah diketahui keduanya dan mereka berhasil melarikan diri. Pada akhirnya
mereka berhasil menggulingkan tahkta Tohjaya dan menduduki singgasana.
4) Ranggawuni
Raja Ranggawuni memerintah Kerajaan Singasari pada tahun 1248 sampai tahun
1268. Dia memiliki gelar Sri Jaya Wisnuwardana. Ranggawuni memerintah bersama
Mahesa Cempaka sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun
1254, Ranggawuni mengangkat putranya Kartanegara menjadi raja muda.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan Kartanegara menjadi raja besar
selanjutnya di Singasari. Pada tahun 1268, Ranggawuni meninggal dunia dan
dimakamkan di Candi Jago sebagai Budha dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5) Kartanegara
Setelah ayahnya Ranggawuni meninggal, takhta kerajaan jatuh ke tangan
Kartanegara. Dia adalah raja terakhir dan terbesar selama masa kerajaan
Singasari. Pemerintahan pada masa raja Kartanegara ini sangat baik, banyak yang
diperbaiki dan disempurnakan.
Hingga Raja Kartanegara
berani melangkah keluar wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan cita-citanya yaitu
menyatukan Nusanatara. Dia memerintah kerajaan Singasari pada tahun 1268 hingga
1292.
Kehidupan
Ekonomi Kerajaan Singasari
Pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar lembah sungai Brantas. Dari
situ, maka sektor pertanianlah yang dijadikan masyarakat Singasari untuk
menggantungkan kehidupannya. Hasil bumi yang melimpah membuat Raja Kartanegara
mampu memperluas wilayah strategis untuk perdagangan.
Selain itu, perdagangan juga menjadi sektor perekonomian masyarakat
Singasari. Melalui sungai Brantas ini, maka memudahkan lalu lintas perdagangan
antar wilayah pedalaman dengan wilayah luar.
Kehidupan
Sosial Budaya Kerajaan Singasari
Kehidupan masyarakat Singasari mengalami pasang surut dari pemerintahan
Ken Arok hingga Wisnuwardana. Pada masa Ken Arok, kemakmuran masyarakat
terjamin. Hal ini terbukti dengan adanya para pendeta yang meminta perlindungan
kepada Ken Arok dari perilaku Raja Kertajaya.
Pada masa pemerintahan
Anusapati, kehidupan masyarakat Singasari terabaikan. Raja Anusapati lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk menyambung ayam bukan mengurusi rakyatnya
dan membangun kerajaannya.
Setelah Wisnuwardana diangkat menjadi raja, kehidupan masyarakat mulai
membaik kembali. Kemakmuran masyarakat semakin meningkat setelah Kertanegara
naik takhta.
Masyarakat bisa hidup aman, tenteram dan sejahtera. Berkat usaha dari Raja
Kertanegara, Singasari dapat memperluas wilayah kekuasaannya hingga Jawa,
Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu, Semenanjung Malaka, kalimantan, Sulawesi
dan Maluku.
Masa
Kejayaan Kerajaan Singasari
Raja Kartanegara mampu membawa Singasari mencapai puncak kejayaan. Pada
masa pemerintahannya, Raja Kartanegara mengutus tiga maha menteri yaitu
mahamenteri I hino, mahamenteri I halu dan mahamenteri I sirikan. Raja
menempatkan pejabat sesuai bidang kemampuannya.
Dia juga tidak ragu untuk
mengganti pejabat yang tidak berkualitas. Raja Kartanegara juga menjalin
persahabatan dengan kerajaan-kerajaan besar. Berkat pemerintahannya, Singasari
menjadi salah satu kerajaan terkuat dalam bidang militer dan perdagangan.
Letak
Kerajaan Singasari
Ken Arok mendirikan kerajaan
Singasari pada tahun 1222 yang diperkirakan berlokasi di Singasari
Malang. Tepatnya di kawasan yang bernama Kutaraja dan beribukota di Tumapel.
Silsilah
Kerajaan Singasari
Ken Arok mendirikan
keluarga kerajaan bernama Wangsa Rajasa yang menjadi penguasa Singasari. Jika
dilihat dari dua sumber yaitu kitab Pararaton dan kitab Negarakertagama,
terdapat perbedaan silsilah. Silsilah yang disebutkan dalam kitab Pararaton,
kesuksesan raja-raja Singasari diperoleh melalui pertumpahan darah dan balas
dendam.
Sedangkan dalam kitab Negarakertagama tidak menyebutkan adanya pertumpahan
darah antara raja pengganti dengan raja sebelumnya. Karena kitab ini merupakan
kitab pujian untuk Hayam Wuruk sehingga menutupi aib leluhurnya. Berikut ini
silsilah kerajaan Singasari dari generasi ke generasi berikutnya:
a. Generasi Pertama
Pada generasi pertama ini terjadi pembunuhan Ken Arok terhadap Tunggul
Ametung dan memperistri Ken Dedes (mantan istri Tunggu Ametung). Dari
pernikahannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak yaitu
Mahisa Wongga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimba.
Ken Arok memiliki anak tiri dari pernikahan Ken Dedes dengan Tunggul
Ametung bernama Anusapati (Raja ke dua Singasari). Kemudian ken Arok menikah
lagi dengan Ken Umang dan memiliki 4 keturunan yaitu Panji Tohjaya (Raja ke
tiga Singasari), Sudhatu, wregda dan Dewi Rambi.
b.
Generasi Kedua
Generasi kedua diwarnai dengan bergabungnya Anusapati yaitu anak tiri Ken
Arok dengan Mahisa Wongga Teleng anak kandung ken Arok dengan Ken Dedes. Mereka
bekerjasama memimpin Singasari. Anusapati memiliki anak bernama Ranggawuni yang
kelak membunuh Tohjaya dan menjadi Raja ke 4 Singasari.
Sedangkan Mahisa Wongga Teleng mempunyai dua anak bernama Mahisa Cempaka
dan Waning Hyung yang kelak menjadi permaisuri ke 4 Singasari.
c. Generasi Ketiga
Generasi ketiga ini terjadi persatuan darah Ken Arok dengan darah Tunggul
Ametung dalam diri Raja terbesar Singasari yaitu Kartanegara. Kartanegara
merupakan anak pertama dari hasil pernikahan Ranggawuni dengan Waning Hyung.
Dari generasi ini pula cikal bakal Raja Majapahit. Sedangkan mahisa
Cempaka memiliki keturunan bernama Dyah lembu Tal yang bekerja sama dengan
Kertanagara membangun Singasari.
d.
Generasi Keempat
Dyah lembu Tal menikah dengan putra mahkota kerajaan Padjajaran yaitu
Rakeyan Jayadarma. Dari pernikahan mereka, kelak lahirlah pendiri sekaligus
raja pertama Kerajaan Majapahit yang bernama Sangrama Wijaya.
Peninggalan
Kerajaan Singasari
Ada beberapa peninggalan Kerajaan
Singasari, antara lain:
a. Candi Singasari
Candi ini terletak di Kecamatan Singasari Kabupaten Malang. Tepatnya di di
lembah antara pengunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Menurut Kitab
negarakertagama dan Prasasti Gajah Mada, candi ini dulunya digunakan sebagai
tempat pendharmaan Raja Kertanegara.
b.
Candi Jago
Candi jago berbentuk sperti teras punden berundak. Bagian atasnya tersisa
sebagian karena tersambar petir. Terdapat relief Kunjarakarna dan Pancatantra
di candi ini. Bahan candi ini keseluruhan berasal dari batu andesit.
c.
Candi Sumberawan
Candi Sumberawan terletak 6 km dari Candi Singasari. Berada di dekat
telaga yang sangat bening airnya sehingga diberi nama Candi rawan. Dulunya,
candi ini digunakan oleh umat Budha dan berbentuk stupa.
d.
Arca Dwarapala
Archa Dwarapala memiliki bentuk menyerupai monster dan memiliki
ukuran sangat besar. Dulunya, peninggalan kerajaan Singasari ini merupakan
pertanda masuk wilayah Kotaraja.. Hingga saat ini sayangnya belum ditemukan
dimana letak Kotaraja Singasari.
e. Prasasti Manjusri
Peninggalan Singasari yang satu ini dulunya ditempatkan di Candi Jago.
Namun sekarang sudah disimpan di Museum Nasional Jakarta. Berbentuk manuskrip
yang dipahatkan pada bagian belakang Archa Manjusri dan bertuliskan tahun 1343.
f.
Prasasti Mula Malurung
Pada tahun 1975 ditemukan sepuluh lempeng prasasti Mula Malurung di dekat
Kota Kediri. Kemudian pada Mei 2001 ditemukan kembali tiga lempeng di penjualan
barang loak. Saat ini, semua lempeng disimpan di Museum Nasional Indonesia,
Jakarta.
Prasasti ini adalah pigam pengesahan penganugrahan dua Desa yaitu Desa
Mula dan Desa Malurung. Tokoh dari dua desa ini yaitu Pranaraja. Diterbitkan
oleh Raja Muda Kartanegara pada tahun 1255 atas perintah ayahnya Wisnuwardana.
g.
Prasasti Singasari
Prasasti ini bertuliskan aksara Jawa dan bertarikh tahun 1351. Ditemukan
di Singasari Malang dan sekarang disimpan di Museum Gajah. Prasasti ini dulunya
dibuat untuk mengenang pembangunan candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Gajah
Mada.
h. Candi Jawi
Berlokasi di pertengahan jalan raya Kecamatan Pandaan, Prigen dan
Pringebukan, candi ini dulunya merupakan tempat penyimpanan abu Raja
Kartanegara. Sebagian abu juga disimpan di Candi Singasari.
i.
Prasasti Wurare
Prasasti Wurare digunakan sebagai bentuk penghormatan dan perlambang Raja
Kertanagara yang dianggap telah mencapai derajat Jina atau Buddha Agung.
Tulisan prasastinya melingkar pada bagian bawahnya dan berbahasa Sansekerta.
Bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289, prasasti ini isinya memperingati
penobatan arca Mahaksbya di tempat yang bernama Wurare.
j.
Candi Kidal
Candi ini merupakan salah satu candi peninggalan Singasari yang dibangun
sebagai bentuk penghormatan kepada Anusapati. Raja kedua dari Singasari ini
telah memerintah selama 20 tahun dan meninggal karena dibunuh oleh Tohjaya.
k.
Candi Songgoriti
Nama candi ini sebenarnya Candi Supo karena dibangun oleh Mpu Supo. Candi
ini merupakan tempat pertemuan Ken Arok dengan Ken Dedes. Berlokasi di sebelah
utara lereng Gunung Kawi dan bagian selatan Gunung Arjuna.
KERAJAAN MATARAM KUNO
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut
Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu,
Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai,
seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.
Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan
Medang merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa
(dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya,
Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama
Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama
Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu
Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga
merupakan pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat,
Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha
beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik
agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang
beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut
agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan setelah anak
Raja Samaratungga, Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut
agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan
memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga berhasil menyingkirkan
seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang merupakan saudara
Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya yang
kemduian menjadi Raja disana.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa.
Berakhirnya Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori
yang mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana alam yang membuat pusat
Kerajaan Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai Sumba Dyah
Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan
membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan
terletak di daerah Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa
pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa
pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu).
Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Mpu
Sindok kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang (Baca:Kerajaan Mataram Dinasti Isyana)
Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas,
namun menurut Prasasti Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan
Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal
(732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu, Sanjaya
menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja
tersebut bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja
dari Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari
Kerajaan Tarumanegara).
Kekuasaan Sanna
digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian melarikan
diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda.
Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna
sebagai menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya pun berniat untuk menguasai
Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai Kerajaan Sunda, Galuh dan
Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram
Kuno.
Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti
Canggal, bisa dipastikan Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang
sejak abad ke-7 dengan rajanya yang pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan
Sumatra yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan.
Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap
Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan
turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga
bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut
bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa
Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah
Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu
Sindok.
Runtuhnya
Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu Sindok
memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang
memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno tetapi pertempuran
tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa juga pernah melayangkan
serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa
lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan
diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan
Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.
Sumber
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Terdapat
dua sumber utama yang menunjukan berdirnya Kerajaan Mataram Kuno, yaiut
berbentuk Prasasti dan Candi-candi yang dapat kita temui samapi sekarang ini.
Adapun untuk Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti,
diantaranya:
1.Prasasti
Canggal,
ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M.
Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya
menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh
Raja Sanjaya dan disamping itu juga diceritakan bawa yang menjadi raja
sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara
perempuan Sanna).
2.Prasasti
Kalasan,
ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf
Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian
bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas
permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan
untuk para Sanggha (umat Budha).
3.Prasasti
Mantyasih,
ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan bahasa
Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram
yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai
Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai
Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
4.Prasasti
Klurak,
ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan
bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra
yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Selain Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan
bangunan candi yang masih ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan
Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu,
Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi
Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling
kolosal adalah Candi Borobudur.
Raja-raja
Kerajaan Mataram Kuno
Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh
raja-raja dinataranya sebagai berikut:
1.Sanjaya,
pendiri Kerajaan Mataram Kuno
2.Rakai
Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra
3.Rakai
Panunggalan alias Dharanindra
4.Rakai
Warak alias Samaragrawira
5.Rakai
Garung alias Samaratungga
6.Rakai
Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7.Rakai
Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8.Rakai
Watuhumalang
9.Rakai
Watukura Dyah Balitung
10.Mpu
Daksa
11.Rakai
Layang Dyah Tulodong
12.Rakai
Sumba Dyah Wawa
13.Mpu
Sindok, awal periode Jawa Timur
14.Sri
Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15.Makuthawangsawardhana
16.Dharmawangsa
Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir
Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam
bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas
perekonominan dengan pesat.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya
dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat
kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong
Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya
di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti
candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin
persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama
Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu
agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai.
SEJARAH KERAJAAN SUNDA
Rujukan
awal nama Sunda sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II
tahun 458 Saka (536 Masehi).[1] Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun,
bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya
sebagai berikut: Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada
tahun 458 Saka, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja
Sunda.
Beberapa
orang berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka
(932 Masehi) karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD,
di era Kerajaan Tarumanagara (358-669 AD ). Rujukan lainnya kerajaan Sunda
adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4
buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak,
Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Sekarang
keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan kode D 73
(Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti (menurut Pleyte):
Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M), bulan Kartika
pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku
Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati
Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro
Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak
ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang
diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang
menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai
perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini
dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan
dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya
disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua.
Prasasti
ini ditemukan warga di sekitar sungai Cikapundung, Bandung pada 8 Oktober 2010.
Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut diperkirakan berasal dari
abad ke-14. Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu juga terdapat gambar
telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Hingga kini para peneliti dari Balai
Arkeologi masih meneliti batu prasasti tersebut.
Batu
prasasti yang ditemukan tersebut berukuran panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan
tinggi 55 cm. Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki,
wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan “unggal jagat jalmah hendap”,
yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. Peneliti utama
Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang ditemukan
tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung.
2. Prasasti Pasir Datar
Prasasti
Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi pada
tahun 1872 . Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Prasasti yang terbuat dari batu alah ini hingga kini belum ditranskripsi
sehingga belum diketahui isinya.
3. Prasasti Huludayeuh
Prasasti
Huludayeuh berada di tengah persawahan di kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang,
Kecamatan Sumber dan setelah pemekaran wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang –
Cirebon.
Penemuan
Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun di
kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan
September 1991. Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran
Rakyat pada 11 September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991.
Isi
Prasasti Huludayeuh berisi 11 baris tulisan beraksa dan berbahasa Sunda
Kuno, tetapi sayang batu prasasti ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi
karena beberapa batunya pecah sehingga aksaranya turut hilang. Begitupun
permukaan batu juga telah sangat rusak dan tulisannya banyak yang turut
aus sehingga sebagian besar isinya tidak dapat diketahui. Fragmen prasasti
tersebut secara garis besar mengemukakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di
Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang bertalian dengan usaha-usaha memakmurkan
negrinya.
4. Prasasti Perjanjian
Sunda-Portugis
Prasasti
Perjanjian Sunda-Portugis adalah sebuah prasasti berbentuk tugu batu yang
ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta.. Prasasti ini menandai perjanjian
Kerajaan Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari
Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk “Raja Samian”
(maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi
pemimpin utusan raja Sunda). Prasasti ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk
sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.
Prasasti
ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi
gudang di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan
Kali Besar Timur I), sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. Prasasti tersebut
sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara sebuah
replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta
5. Prasasti Ulubelu
Prasasti
Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan
Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa
Rebangpunggung, Kotaagung,Lampung pada tahun 1936.
Meskipun
ditemukan di daerah lampung (Sumatera bagian selatan), ada sejarawan yang
menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno,
sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda.
Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan
Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh
Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh
Kesultanan Banten. Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada
dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru (Siwa), Brahma, dan Wisnu, serta selain itu
juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari
semua musuh.
6. Prasasti Kebon Kopi II
Prasasti
Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan kerajaan Sunda-Galuh ini
ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I yang merupakan peninggalan
kerajaan tarumanegara dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti
pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun
1940-an. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa
prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang “Raja Sunda
menduduki kembali tahtanya” dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh
932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa
Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad
ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Prasasti
ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I (Prasasti
Tapak Gajah).
7. Situs Karangkamulyan
Situs
Karangkamulyan adalah sebuah situs yang terletak di Desa Karangkamulyan,
Ciamis, Jawa Barat. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh
yang bercorak Hindu-Buddha. Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung
Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui
dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan
yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kawasan
yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga
mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu.
Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya
yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang
strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur
bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.
Batu-batu
yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya
sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu.
Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang
dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh seperti pangcalikan
atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam
dan Cikahuripan.
Kehidupan
Politik Kerajaan Sunda
Menurut
Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut berkuasa
atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara
turun temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak
maka yang menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil
pemilihannya.
Kehidupan
Sosial Kerajaan Sunda
Didalam
naskah Sanghyang Siksakandang Karesian didapat penjelasan bahwa masyarakat
kerajaan Sunda umumnya adalah masyarakat Peladang. Masyarakat ini memiliki ciri
menonjol seperti selalu berpindah tempat dan rasa kebersamaannya agak longgar
apabila dibandingkan dengan masyarakat sawah yang menetap.
Pola
berpindah tempat dalam masyarakat peladang berlangsung karena tanah garapan
dipandang tidak subur lagi untuk digarap. Oleh sebab itu perlu membuka kembali
hutan baru untuk berladang. Caranya dengan menebangi pohon, membiarkannya
mengering dan terakhir menanami area itu dengan berbagai macam tanaman.
Perpindahan tempat berladang seperti tersebut tidak menumbuhkan tradisi untuk
membangun aneka bangunan permanen. Baik sebagai tempat tinggal / tempat
pemujaan. Itulah sebabnya didaerah Jabar tidak ditemukan Candi yang banyak
seperti di Jateng atau di Jatim.
Kehidupan
Ekonomi Kerajaan Sunda
Kerajaan
Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil
pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian
seperti lada, asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan
masyarakat kerajaan Sunda, selain itu, ada juga golongan peternak Sapi,
kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang banyak diperjualbelikan di
bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda.
Menurut
Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang
masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab
kepada raja dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten,
Pontang, Cigede, Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang
dimiliki kerajaan Sunda.
Kehidupan
Budaya Kerajaan Sunda
Kitab carita Parahyangan dan serta
Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat kerajaan Sunda banyak mendapat
pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu selanjutnya berbaur dengan
unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya.
merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai Brantas,
Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian dari
Kerajaan Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya
Shastraprabu yang menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga
yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya
supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas
Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan
Pasuruhan, Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi,
Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.
Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan
tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi
dua. Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri
Samarawijaya yang pusatnya di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan
kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga
disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji
Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan
Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.
Raja-Raja Kerajaan
Kediri
Kerajaan
Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai
masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah
kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah
Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.
Adapun 8 raja Kediri tersebut
urutannya sebagai berikut :
1. Sri Jayawarsa
Sejarah
tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting
(1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat
desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada raja. Dari
prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap
masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
Raja
Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulung
Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat
masalah-masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan
pemerintahannya.
3. Prabu Jayabaya
Kerajaan
Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Strategi
kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat
mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, bawah kaki Gunung
Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau.
Hasil
pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai
Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan
berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi
itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu
menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga Kerajaan Kediri
benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata
Tentrem Karta Raharja”.
Prabu
Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi. Dukungan spiritual
dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak
tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan
Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
Jika
rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa
pada masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap
rakyat.
4. Sri Sarwaswera
Sejarah
tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti
Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera
memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah
(semua) itu, semua makhluk adalah engkau”.
Menurut
Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yaitu
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang
menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah
tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Berdasarkan
prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang memerintah sekitar
tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara
Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak
diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan sejarahnya
berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu
Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri
selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Masa
pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring,
yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama
gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat
seseorang dalam istana.
7. Sri Kameswara
Masa
pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan
Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185
Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu
Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga
dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Berdasarkan
prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197),
prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, pemerintahan Sri
Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi.
Raja
Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa
pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya
ingin mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan
ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri
waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan
ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok.
Mengetahui
hal ini Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel.
Sementara itu Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke
Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M).
Peninggalan
Kerajaan Kediri
prasasti pada masa Kerajaan Kediri,
antara lain yaitu sebagai berikut :
Prasasti Turun Hyang Prasasti Malenga (974 Saka/1052 M)
Prasasti Banjaran (974 Saka/1052)
Prasasti Padlegan (1038 Saka/1116)
Prasasti Hantang (1057 Saka/1135 M)
Prasasti Jaring (1103Saka/1181 M)
dan Prasasti Lawudan (1127 Saka/ 1205).
Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri
Pada zaman Kediri karya sastra
berkembang pesat sehingga banyak karya sastra yang dihasilkan. Karya sastra
tersebut adalah sebagai berikut :
Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung
yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu
Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab
ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka
sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya
yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna
sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan
sakti.
Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna
yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu
Sedah dan Empu Panuluh.
Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang
diubah oleh Empu Panuluh.
Kehidupan
Politik Kerajaan Kediri
Mapanji
Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 –
1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha.
Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama
60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga
munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.
Pada masa
itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan
ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan
lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa
disebut Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan
Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut
raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.
Pada tahun
1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha
memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan
berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang
Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya , Medang Kamulan mencapai kejayaan
dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya , Airlangga memutuskan untuk mundur
dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga
meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris
tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri
Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih
menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir.
Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu
kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu)
dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat
terlihat hingga abad ke 12 , dimana Kediri tetap menjadi kerajaan yang subur
dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan dibayang- bayangi
Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan suasana
gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja
– raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan
jenggala, kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.
Kehidupan
Ekonomi Kerajaan Kediri
Kediri
merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah
pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah
pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah
yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat
yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa
itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah
melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.Pada masa itu, mata uang
yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga sudah
digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan
cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan
antara daerah pedalaman dan daerah pesisir.
Kondisi
masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah
lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan,
keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit
memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.Perhatian raja terhadap rakyatnya
sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang
kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang
bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan
tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya.
Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kehidupan
Sosial Dan Budaya
Kondisi
masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah
lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan,
keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit
memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian
raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka
yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya
martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi
berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan
menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada zaman
Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada
masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk
mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai,
pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya
disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka
tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau
1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan
Hariwangsa.
Pada masa pemerintahan Kameswara
juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai berikut.
Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang
cara membuat syair yang baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah
oleh Empu Dharmaja. Kitab itu berisi pujian kepada raja sebagai seorang
titisan Dewa Kama. Kitab itu juga menyebutkan bahwa nama ibu kota
kerajaannya adalah Dahana.
Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah
Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena
pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain karya sastra tersebut, masih
ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman Kediri, antara lain sebagai
berikut.
Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna
sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan
sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna
yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam
bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada
relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.
Kejayaan
Kerajaan Kediri
Kerajaan
Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah
kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir
ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai
masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat
itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou
Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan
Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang
besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian.
Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
Runtuhnya
Kerajaan Kediri
Runtuhnya
kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran
di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan
Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah
berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden
Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik,
Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai
daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim
oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan
ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama
dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk
menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.