Subscribe
JENIS-JENIS PERIKATAN
1. Perikatan
Murni (Perikatan Bersahaja):
Perikatan apabila
masing-masing pihak hanya satu orang dan sesuatu yang dapat dituntut hanya
berupa satu hal prestasi. Perikatan ini dapat dilakukan seketika, misalnya:
ketika di pasar terjadi perikatan.
2. Perikatan
Bersyarat:
Perikatan yang lahirnya maupun
berakhirnya digantungkan kepada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu akan
terjadi. Dibedakan menjadi:
a. Syarat Tangguh:
Perikatan yang lahirnya digantungkan
kepada terjadinya peristiwa itu.Artinya apabila syarat tersebut dipenuhi, maka
perikatannya menjadi berlaku.
Contoh: A janji ke B kalau dia lulus
akan memberikan mobilnya.
b. Syarat Batal:
Suatu perikatan yang sudah ada, yang
berakhirnya digantungkan kepada peristiwa itu. Artinya apabila syarat tersebut
dipenuhi, maka perikatannya menjadi putus atau batal.
Contoh:A akan menyewakan rumahnya ke
B asal tidak dipakai untuk gudang. Jika B menggunakan rumah tersebut untuk
gudang, maka syarat itu telah terpenuhi dan perikatan menjadi putus atau batal
dan pemulihan dalam keadaan semula seperti tidak pernah terjadi perikatan.
3. Perikatan
dengan Ketetapan Waktu:
Perikatan yang pelaksanaannya
ditangguhkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang pasti akan tiba.
Contoh: A berjanji memberikan motornya kepada B pada tanggal 1 Januari tahun
depan.
Perbedaan perikatan
dengan ketetapan waktu dengan perikatan bersyarat adalahadanya kepastian
waktu itu akan datang.
4. Perikatan
Alternatif/Mana Suka:
Perikatan dimana debitur dibebaskan
untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam
perjanjian.
5. Perikatan
Tanggung Menanggung (Tanggung Renteng):
Perikatan dimana debitur dan/atau
kreditur terdiri dari beberapa orang. Dengan dipenuhinya seluruh prestasi oleh
salah seorang debitur kepada kreditur, maka perikatannya menjadi hapus.
Contoh:Jika
A dan B bersama-sama mempunyai piutang Rp.1000 kepada X.
Artinya, A dan B masing-masing dapat menuntut kepada X Rp.500,00.Sebaliknya, X dan Y hutang kepada A, sehingga A
dapat menuntut kepada X dan Y masing-masing setengah bagian dari hutang itu.
6. Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi:
Perikatan yang Dapat Dibagi:
Perikatan yang prestasinya dapat
dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut.
Perikatan yang Tidak Dapat Dibagi:
Perikatan yang prestasinya tidak
dapat dibagi.
Dapat atau tidak dapat dibagi
ditentukan oleh:
1. Sifat barangnya dapat dibagi atau tidak, misal: yang dapat
dibagi: beras, dan yang tidak dapat dibagi: kuda.
2. Maksudnya perikatan.
7. Perikatan
dengan ancaman Hukuman:
Perikatan dimana ditentukan bahwa
debitur akan dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak melaksanakan perikatan
(terdapat sanksi/denda).
Tujuan adanya sanksi/denda:
1. Menjadi pendorong bagi si berutang supaya memenuhi
kewajibannya.
2. Untuk memberikan pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya
kerugian yangdideritanya.
8. Perikatan
Generik dan Perikatan Spesifik:
Perikatan Generik:
Perikatan dimana obyeknya hanya
ditentukan jenis dan jumlah barang yang harus diserahkan debitur kepada
kreditur. Misalnya: penyerahan beras sebanyak 10 kg.
Perikatan Spesifik:
Perikatan dimana obyeknya ditentukan
secara terinci, sehingga tampak ciri-ciri khususnya. Misalnya: debitur
diwajibkan menyerahkan beras sebanyak 10 kg dari Cianjur dengan kualitas nomor
1.
9. Perikatan
Perdata dan Perikatan Alami
Perikatan Perdata:
Perikatan dimana pemenuhan hutangnya
dapat dituntut pelaksanaannya dimuka pengadilan.
Perikatan Alami:
Perikatan dimana pemenuhan hutangnya
tidak dapat dituntut pelaksanaannya dimuka pengadilan. Contoh: utang yang
timbul dari perjudian atau pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan.
Nama : I Gede Mareza
Sarashadi Taruna Sanjaya
NIM : 01.02.0085
Prodi : Hukum Agama Hindu
Mata
Kuliah : Hukum Perikatan
Sebab-Sebab
Berakhirnya Suatu Perjanjian
Terpenuhinya prestasi atau perikatan
yang disepakati dan syarat-syarat tertentu dalam perjanjian dapat menjadi sebab
berakhirnya perjanjian, misalnya habisnya jangka waktu yang telah disepakati
dalam perjanjian atau dalam loan agreement, semua hutang dan bunga atau denda
jika ada telah dibayarkan. Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur
faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya
karena:
1. Pembayaran
Pembayaran tidak selalu diartikan
dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang
diperjanjikan juga memenuhi unsur pembayaran.
2. Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Pemenuhan prestasi dalam suatu
perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang diperjanjikan termasuk waktu
pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu
yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi sebelum
waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam
meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan cicilan, apabila pihak yang
berhutang dapat membayar semua jumlah pinjamannya sebelum jatuh tempo, maka perjanjian
dapat berakhir sebelum waktunya.
3. Pembaharuan hutang
Pembaharuan utang dapat menyebabkan
berakhirnya perjanjian, sebab munculnya perjanjian baru menyebabkan perjanjian
lama yang diperbaharui berakhir. Perjanjian baru bisa muncul karena berubahnya
pihak dalam perjanjian, misalnya perjanjian novasi dimana terjadi pergantian
pihak debitur atau karena berubahnya perjanjian pengikatan jual beli menjadi
perjanjian sewa, karena pihak pembeli tidak mampu melunasi sisa
pembayaran.
4. Perjumpaan Hutang atau kompensasi
4. Perjumpaan Hutang atau kompensasi
Perjumpaan hutang terjadi karena
antara kreditur dan debitur saling mengutang terhadap yang lain, sehingga utang
keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka masing-masing.
5. Percampuran Hutang
5. Percampuran Hutang
Berubahnya kedudukan pihak atas
suatu objek perjanjian juga dapat menyebabkan terjadinya percampuran hutang
yang mengakhiri perjanjian, contohnya penyewa rumah yang berubah menjadi
pemilik rumah karena dibelinya rumah sebelum waktu sewa berakhir sementara
masih ada tunggakan sewa yang belum dilunasi.
6. Pembebasan Hutang
embebasan hutang dapat terjadi
karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan debitur dari kewajiban
membayar hutang, sehingga dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan
hutang, maka hal yang disepakati dalam perjanjian sebagai syarat sahnya
perjanjian menjadi tidak ada padahal suatu perjanjian dan dengan demikian
berakhirlah perjanjian.
7. Musnahnya barang yang terhutang
7. Musnahnya barang yang terhutang
Musnahnya barang yang diperjanjikan
juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perjanjian karena barang sebagai hal
(objek) yang diperjanjikan tidak ada, sehingga berimplikasi pada berakhirnya
perjanjian yang mengaturnya.
8. Kebatalan atau pembatalan
Tidak terpenuhinya syarat sah
perjanjian dapat menyebabkan perjanjian berakhir, misalnya karena pihak yang
melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara
pembatalan yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar
berakhirnya perjanjian. Terjadinya pembatalan suatu perjanjian yang tidak
diatur perjanjian hanya dapat terjadi atas dasar kesepakatan para pihak
sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata atau dengan putusan pengadilan
yang didasarkan pada Pasal 1266 KUHPerdata.
9. Berlakunya suatu syarat batal
Dalam Pasal 1265 KUHPerdata diatur
kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian oleh karena terpenuhinya syarat
batal yang disepakati dalam perjanjian.
10. Lewatnya waktu
Berakhirnya perjanjian dapat
disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA