CLICK FOR CLAIM PROMO !

Sabtu, 02 Juli 2016

Beberapa Contoh Cerita Legenda maupun Cerita Daerah Di Indonesia

Subscribe
Cerita Rakyat Sangkuriang


Sangkuriang adalah cerita rakyat daerah Jawa Barat, menceritakan seorang pemuda yang ingin menikahi ibunya sendiri, yaitu Dayang Sumbi. Oleh masyarakat Jawa Barat, cerita Sangkuriang biasa dikaitkan dengan asal mula Gunung Tangkuban Perahu.
Konon dahulu kala, ada seekor babi hutan tengah kehausan. Di tengah hutan, babi tersebut melihat air tertampung di sebuah daun keladi hutan. Diminumnya air tersebut karena sudah merasa kehausan. Tanpa ia sadari, ternyata air tersebut adalah air seni Raja Sungging Perbangkara. Raja Sungging Perbangkara terkenal sakti mandraguna. Karena meminum air seni raja sakti, si babi hutan menjadi hamil. Sembilan bulan kemudian ia melahirkan seorang anak manusia berjenis kelamin perempuan.
Kelahiran Dayang Sumbi
Raja Sungging Perbangkara diberitahu oleh rakyatnya bahwa ada babi melahirkan anak perempuan. Raja Perbangkara akhirnya menyadari bahwa babi tersebut pasti telah meminum air seninya. Ia segera ke hutan untuk mencari si babi hutan. Setelah ia temukan si bayi perempuan, ia kemudian membawanya pulang ke istana kerajaan. Sang Raja memberinya nama Dayang Sumbi.
Waktu cepat berlalu, Dayang Sumbi telah tumbuh menjadi seorang gadis cantik jelita. Banyak para bangsawan, raja, dan pangeran berlomba ingin mempersunting Dayang Sumbi. Namun semua pinangan tersebut ditolak dengan halus oleh Dayang Sumbi. Ternyata penolakan tersebut justru menimbulkan peperangan diantara para pria yang melamarnya. Hal tersebut membuat Dayang Sumbi menjadi sedih.
Karena merasa sedih, Dayang Sumbi kemudian meminta izin ayahnya, Raja Sungging Perbangkara untuk mengasingkan diri. Raja Sungging Perbangkara akhirnya mengizinkan Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit. Raja Perbangkara memberikan seekor anjing jantan bernama Tumang untuk menemani Dayang Sumbi.
Selama di pengasingan, Dayang Sumbi mengisi waktu luangnya dengan menenun kain. Suatu ketika, saat tengah menenun, peralatan tenunnya terjatuh. Dayang Sumbi malas untuk mengambilnya. Ia kemudian melontarkan ucapan tanpa disadarinya. “Siapa pun juga yang bersedia mengambilkan peralatan tenunku, seandainya ia laki-laki, ia akan kujadikan suami. Seandainya ia perempuan, ia akan kujadikan saudara.”
Si Tumang, anjing yang menemaninya turun ke bawah mengambilkan peralatan tenun. Si Tumang kemudian memberikannya pada Dayang Sumbi.
Melihat Si Tumang mengambilkan peralatan tenunnya, Dayang Sumbi langsung merasa lemas. Ia sangat menyesali ucapannya. Namun mau tidak mau ia harus menepati janjinya. Dayang Sumbi kemudian menikah dengan Si Tumang, anjingnya. Si Tumang ternyata bukan seekor anjing biasa. Ia adalah seorang Dewa yang melakukan kesalahan, dikutuk menjadi anjing, lantas dibuang ke bumi. Tidak lama setelah menikah, Dayang Sumbi pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ia memberinya nama Sangkuriang.
Kelahiran Sangkuriang
Waktu terus berlalu, Sangkuriang kini telah tumbuh menjadi seorang anak laki-laki tampan lagi sakti mandraguna. Sejak kecil, ia sudah sering berburu. Setiap kali pergi berburu, ia selalu ditemani oleh Si Tumang. Dayang Sumbi tidak pernah memberi tahu bahwa Si Tumang adalah ayahnya sendiri.
Suatu hari, Sangkuriang tengah berburu di hutan mencari Kijang ditemani Si Tumang. Ibunya ingin makan hati Kijang. Di tengah hutan, ia melihat seekor kijang tengah makan. Ia segera memerintahkan Si Tumang untuk mengejar kijang tersebut. Namun aneh, Si Tumang kali ini menolak perintahnya, padahal biasanya sangat penurut. Melihat si Tumang hanya diam, Sangkuriang menjadi marah. Ia mengancam akan membunuh Si Tumang jika tak mau menuruti perintahnya. Namun Si Tumang tetap menolak untuk mengejar kijang buruan. Sangkuriang hilang kesabarannya, Ia membunuh Si Tumang. Sangkuriang kemudian mengambil hati anjing malang untuk dibawanya pulang.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang memberikan hati Si Tumang pada ibunya. Dayang Sumbi kemudian memasaknya. Ia kemudian memakan hati Si Tumang. Seusai makan, Ia menanyakan perihal Si Tumang pada Sangkuriang. Sangkuriang kemudian mengatakan hal sebenarnya, bahwa hati yang dimakan oleh ibunya adalah hati Si Tumang. Mengetahui hal tersebut, Dayang Sumbi marah luar biasa. Ia mengambil gayung tempurung kelapa, lantas memukulkannya ke kepala Sangkuriang.
Sangkuriang Pergi Meninggalkan Rumah
Dengan kepala terluka karena pukulan ibunya, Sangkuriang pergi meninggalkan ibunya, mengembara ke arah timur. Ia sangat marah pada ibunya. Ia menganggap ibunya lebih menyayangi Si Tumang daripada dirinya.
Sepeninggal Sangkuriang, Dayang Sumbi menyesal telah memukul kepala anaknya. Ia merasa bersalah karena tidak memberi tahu Sangkuriang bahwa Si Tumang adalah ayahnya. Ia kemudian bertapa guna memohon ampun atas kesalahan yang diperbuatnya pada Dewata. Dewa mengetahui tindakan Dayang Sumbi menerima permohonan ampun Dayang Sumbi. Dewa lalu mengaruniakan kecantikan abadi pada Dayang Sumbi. Ia menjadi berumur panjang tapi tetap terlihat cantik awet muda.
Sudah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara tanpa tujuan jelas. Ia mengembara hanya mengikuti kemanapun langkah kakinya. Tanpa disadarinya, Sangkuriang berjalan berputar balik kembali ke tempat Dayang Sumbi berada.
Saat bertemu Dayang Sumbi, Sangkuriang terpesona oleh kecantikannya. Begitu pula Dayang Sumbi terpesona oleh ketampanan dan kesaktian Sangkuriang. Mereka berdua sudah lama tak bertemu hingga tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya adalah ibu dan anak. Keduanya kemudian merencanakan untuk menikah.
Ingin Menikahi Dayang Sumbi
Sebelum dilakukan pernikahan, Sangkuriang hendak berburu terlebih dahulu. Sebelum berburu, Dayang Sumbi membantu mengikatkan ikat kepala ke kepala Sangkuriang. Saat itulah Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala nya. Dayang Sumbi sangat kaget melihat bekas luka di kepala itu. Ia langsung menyadari bahwa Sangkuriang adalah anak kandungnya sendiri.
Dayang Sumbi kemudian meminta Sangkuriang membatalkan pernikahan mereka. Ia menjelaskan bahwa mereka berdua adalah ibu dan anak. Namun Sangkuriang tidak perduli dengan penjelasan ibunya. Ia tetap ingin menikahi Dayang Sumbi karena sangat cantik jelita.
Mengetahui keinginan kuat anaknya sendiri untuk menikahinya, Dayang Sumbi akhirnya bersedia dinikahi. Tapi ia memberikan syarat sangat berat. “Baiklah jika engkau memang ingin menikahiku. Aku bersedia menjadi istrimu tapi syaratnya sangat berat.”
“Apa syarat yang kau minta? Aku pasti menyanggupinya.” kata Sangkuriang.
“Baiklah. Engkau harus membendung sungai Citarum kemudian membuat perahu sangat besar. Semua itu harus selesai dalam waktu satu malam.” kata Dayang Sumbi.
“Baik, aku menyanggupinya. Akan aku selesaikan dalam waktu satu malam.” Sangkuriang segera bekerja keras untuk mewujudkan syarat Dayang Sumbi. Ia menebang sebuah pohon besar. Dari kayu pohon tersebut, Ia membuat perahu besar. Cabang dan ranting-ranting pohon yang tidak Ia gunakan, ditumpuknya. Tumpukan cabang dan ranting pohon tersebut kemudian menjelma menjadi Gunung Burangrang. Sementara tunggul atau pangkal pohon yang ia tebang kemudian menjelma menjadi sebuah gunung. Sekarang dikenal dengan nama Gunung Bukit Tunggul.
Tidak lama kemudian, perahu besar permintaan Dayang Sumbi selesai dibuat. Kemudian ia menuju sungai Citarum untuk membendungnya menjadi sebuah danau. Untuk pekerjaan membendung sungai, ia memanggil mahluk-mahluk halus yang pernah ia kalahkan untuk membantunya.
Mengetahui perkembangan pekerjaan membendung sungai Citarum sangat cepat, Dayang Sumbi menjadi cemas. Ia harus menggagalkan pekerjaan itu agar mereka berdua batal menikah. Ia kemudian meminta pertolongan Dewa agar memberinya jalan keluar dari masalahnya.
Dewa memberikan petunjuk pada Dayang Sumbi agar menebarkan kain putih hasil tenunan agar matahari cepat terbit. Dayang Sumbi segera melakukan petunjuk Dewa tersebut. Tidak lama kemudian Matahari pun terbit.
Terbitnya matahari membuat para mahluk halus yang tengah bekerja membendung Sungai Citarum menjadi berhamburan meninggalkan pekerjaannya. Sangkuriang marah besar menyaksikan matahari terbit. Ia tahu bahwa Dayang Sumbi telah berbuat curang membuat fajar cepat tiba. Dengan sangat marah, Ia lantas menjebol bendungan Sanghyang Tikoro. Sumbat aliran sungai Citarum lantas ia lemparkan kearah timur yang kemudian menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air di danau tersebut menjadi surut. Masih belum puas, ia kemudian menendang perahu besar buatannya hingga terlempar hingga jatuh tertelungkup. Perahu besar tersebut kemudian menjelma menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Kemarahan Sangkuriang masih juga belum reda. Ia berlari mengejar Dayang Sumbi. Dayang Sumbi lari ketakutan. Dayang Sumbi berlari menuju Gunung Putri. Tubuhnya kemudian menghilang dan berubah menjadi Bunga Jaksi. Sementara Sangkuriang terus berlari mengejar sampai akhirnya tiba di Ujung Berung. Di Ujung Berung, tubuh nya kemudian menghilang ke alam gaib.


KEBO IWA
Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa memiliki beberapa versi yang cukup berbeda. Pada blog dongengceritarakyat.com kami sebelumnya memposting cerita rakyat bali kebo iwa dengan judul Cerita Anak Rakyat Bali : Legenda Asal Mula Danau Batur. Pada cerita sebelumnya dikisahkan kebo iwa sebagai orang yang mudah marah namun padacerita rakyat kali ini Kebo Iwa digambarkan sebagai pahlawan bagi Kerajaan Bali. Yang jelas kedua cerita rakyat Indonesia Kebo Iwa sangat menarik untuk disimak. Penasaran dengan kisahnya? Silahkan membaca hingga selesai.
Cerita Rakyat Bali : Gugurnya Putro Terbaik Bali (Kebo Iwa)

Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa Putra Bali
Seorang bayi lelaki yang montok telah lahir. “Oekkk… ooekkk…,” si bayi terus menangis. “Mungkin ia lapar,” kata ibunya. Namun meskipun telah disusui, bayi itu masih terus menangis. Tangannya menggapai-gapai ke arah nasi di meja.
“Dari tadi ia menunjuk nasi itu, Bu. Coba kau berikan sedikit padanya,” kata suaminya. Tak dinyana, si bayi melahap nasi itu dengan cepat dan menghabiskan sepiring nasi!
Bayi itu tumbuh menjadi pemuda yang berbadan besar dan bertenaga kuat. Orang memanggilnya Kebo Iwa, yang artinya Paman Kerbau. Ia dinamai seperti itu karena ia makan seperti kerbau. Ia selalu makan dan makan. Lama kelamaan, kedua orangtuanya yang semakin tua tak sanggup lagi memberinya makan.
Itulah sebabnya mereka menemui kepala desa untuk memohon bantuan. Sejak itu, penduduk desa bahu membahu memberi makan Kebo Iwa. Sebagai balas budi, Kebo Iwa menjaga keamanan desanya.
Dengan badannya yang besar, ia tidak kesulitan mengalahkan siapa saja yang hendak mengganggu desanya. Para warga sayang padanya. Meskipun badannya besar, hatinya baik dan suka menolong.
Suatu hari, Raja Bedahulu mengundang Kebo Iwa ke istana. Beliau hendak mengangkatnya menjadi patih. Kebo Iwa sangat tersanjung, “Hamba akan mengabdikan hidup untuk menjaga kerajaan. Selama hamba masih bernapas, Pulau Bali ini tak akan pernah dikuasai oleh siapa pun,” katanya mantap. Sejak saat itu, Kerajaan Majapahit yang selalu menyerang Bali tak bisa lagi mengganggu.
Sedangkan di Pulau Jawa, patih Kerajaan Majapahit yang bernama Gajah Mada memang bertekad untuk menyatukan Nusantara. Ia bahkan bersumpah untuk tidak menikmati kenikmatan duniawi jika tekadnya itu belum tercapai. Sumpah itu dikenal dengan Sumpah Palapa.
Patih Gajah Mada mulai bingung. Semua serangannya ke Bali gagal. Ia berusaha keras mencari cara untuk menguasai pulau Bali. Akhirnya ia mendatangi Raja Bedahulu. “Kami dari
Kerajaan Majapahit tak akan lagi menyerang pulau Bali. Kami ingin bersahabat saja dengan rakyat Bali.” katanya. Raja Bedahulu dan Patih Kebo Iwa percaya pada ucapan Patih Gajah Mada. Setelah mereka mengadakan perdamaian, Patih Gajah Mada pun diundang pada jamuan makan siang.
“Baginda Raja, hamba ingin mengundang Patih Kebo Iwa ke Majapahit. Tentu Raja mengizinkan, bukan?” tanya Patih Gajah Mada.
Raja Bedahulu dan Kebo Iwa berembuk, tak ada salahnya membalas kunjungan Patih Gajah Mada. Mereka setuju, Kebo Iwa akan berkunjung ke Majapahit.
Setibanya di Majapahit, Kebo Iwa disambut dengan meriah. “Inilah orang yang mengalahkan pasukan kita,” bisik rakyat Majapahit. “Selamat datang Patih Kebo Iwa. Kami amat tersanjung atas kehadiranmu,” sambut Patih Gajah Mada. Kebo Iwa lalu dijamu makan siang. Seperti biasa, Kebo Iwo makan banyak sekali. “Patih Kebo Iwa, sepertinya hubungan kita sudah lebih baik, bukankah begitu?” tanya Patih Gajah Mada.
“Ya, memang lebih baik hidup damai daripada terus berperang”. “Jika begitu, maukah kau membantu kami?” tanya Patih Gajah Mada lagi. “Apa itu?” tanya Kebo Iwa.
“Saat ini kerajaan kami sedang kekurangan air. Maukah kau menggali sumur raksasa untuk kami? Dengan tenagamu yang kuat, tentu mudah sekali menggalinya, bukan?”
Kebo Iwa dengan senang hati mengangguk, “Aku akan membantu kalian.”
Keesokan haringa, Kebo Iwa mulai bekerja. Agak aneh, banyak pasukan Majapahit mengelilinginya. Mereka seolah siap menunggu perintah. Kebo Iwa tak curiga, ia terus menggali sumur. Dalam waktu singkat, ia sudah menggali sangat dalam. Tiba-tiba terdengar teriakan Patih Gajah Mada “Laksanakan!! Timbun ia dengan batu!” Bagai gempa bumi, batu-batu berhamburan ke dalam lubang sumur itu. Kebo Iwa syok. Ia tak mengangka kalau ini adalah jebakan Patih Gajah Mada.


Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa
Dengan segenap tenaga, Kebo iwa melempar balik batu-batu itu ke atas. Batu-batu itu mengenai para prajurit Majapahit. Kebo Iwa melesat keluar. “Rupanya kau menjebakku? Ketahuilah, aku telah bersumpah, selama aku masih hidup, Bali tak akan bisa ditaklukkan oleh siapa pun!” teriaknya marah.
Kebo Iwa terlibat pertarungan sengit melawan Patih Gajah Mada. “Mengerahlah Patih Kebo Iwa. Niat kami hanga ingin mempersatukan Nusantara!” teriak Patih Gajah Mada. Kebo Iwa tak peduli. Ia terus menyerang dan menyerang. Ketika keduanya mulai lelah, Patih Gajah Mada berkata “Sia-sia saja kita melanjutkan pertempuran ini. Suka atau tidak, suatu saat Bali akan kami kuasai. Niat kami mulia, bukan untuk menjajah atau menyengsarakan rakyat Bali.” Kebo Iwa mulai bimbang. Melihat Patih Gajah Mada yang gigih, ia yakin memang suatu saat Bali akan kalah.
Setelah diam beberapa saat, Kebo Iwa berkata, “Aku tahu tujuanmu, tapi aku tak mungkin menyerah. Aku tak mau mengkhianati negara dan rajaku. Aku telah bersumpah, untuk menjaga Bali seumur hidupku.”
“Jika begitu, aku harus membunuhmu,” kata Patih Gajah Mada.
“Kau tak mungkin membunuhku. Aku memiliki kesaktian yang amat sangat. Kecuali satu hal, jika kau bisa menghancurkan gunung kapur dan mengoleskannya ke kepalaku, maka kesaktianku akan hilang,” jawab Kebo Iwa. Patih Gajah Mada terkejut, “Mengapa ia membuka rahasianya sendiri?” tanyanya dalam hati. Patih Gajah Mada segera melesat menuju ke gunung kapur. Ia menghancurkan gunung kapur dan membawa segenggam serbuk kapur. Sekali lagi mereka terlibat pertempuran yang sengit. Patih Gajah Mada berusaha mengoleskan serbuk kapur itu ke kepala Kebo Iwa.
Akhirnya Patih Gajah Mada berhasil. Kebo Iwa langsung lemas, seolah tak bertenaga lagi. “Kau menang Patih. Bunuhlah aku, supaya kau bisa menguasai Bali,” kata Kebo Iwa.
Patih Gajah Mada ragu, ia tak mungkin membunuh orang yang sudah tak berdaya. Tapi Kebo Iwo terus mendesak, “Ingat cita-citamu. Kematianku akan membawa kebaikan bagi kita semua.” Dengan terpaksa, Patih Gajah Mada menancapkan kerisnya ke tubuh Kebo Iwo. Ia kagum akan jiwa kesatria Kebo Iwo yang rela berkorban demi tujuan yang mulia. Akhirnya, Kebo Iwo mengembuskan napas terakhirnya. Sebelum meninggal, ia sempat berucap, “Semoga dengan kematianku Nusantara dapat bersatu. Tidak ada lagi peperangan dan perpecahan.” Patih Gajah Mada menjawab, “Aku berjanji akan mewujudkan persatuan Nusantara. Yakinlah, kematianmu tidak akan sia-sia.”
Akhirnya Bali kehilangan putra terbaiknya. Kerajaan Majapahit menaklukkan Bali dengan mudah. Namun, sesuai janji Patih Gajah Mada pada Kebo Iwa, niatnya memang murni untuk menyatukan Nusantara, bukan untuk menjajah atau menyengsarakan rakyat Bali.
Pesan dari Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa Putra Bali untukmu adalah mengalah tidak berarti kalah. Mengalah demi kepentingan orang banyak yang lebih besar adalah tindakan yang mulia



KEONG MAS


Di Kerajaan Daha, hiduplah dua orang putri yang sangat cantik jelita. Putri nan cantik jelita tersebut bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.
Hingga suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat tampan dari Kerajaan Kahuripan ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Maksud kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pertunangan itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau Raden Inu Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi Galuh lalu pergi ke rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan dari Raden Inu. Nenek Sihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas, lalu membuangnya ke sungai.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai, tetapi tak mendapat ikan seekorpun. Kemudian Nenek tersebut memutuskan untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia sangat kaget sekali, karena di meja sudah tersedia masakan yang sangat enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang memgirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia pergi mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Setelah beberapa saat, si nenek sangat terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi gadis cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja. Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur putri nan cantik itu. Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?, tanya si nenek. Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku, kata keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek, Candra Kirana berubah lagi menjadi Keong Emas, dan nenek sangat terheran-heran.
Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Di gubuk itu ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat Candra Kirana sedang memasak. Akhirnya sihir dari nenek sihir pun hilang karena perjumpaan itu. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya beserta nenek yang baik hati tersebut ke istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Dewi Galuh lalu mendapat hukuman yang setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut, maka dia melarikan diri ke hutan. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapati pun berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah. Akhirnya mereka hidup bahagia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA

SIMAK JUGA ARTIKEL DAN MAKALAH LAINNYA

Soal UAS PKN TAHUN 2017