Subscribe
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Tindak
kejahatan (tindak pidana/delik) dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.
Berbagai bentuk tindak kejahatan terus berkembang baik modus maupun
skalanya, seiring berkembangnya suatu masyarakat dan daerah seiring juga
perkembangan sektor perekonomian demikian pula semakin padatnya populasi
penduduk maka perbenturan berbagai kepentingan dan urusan diantara komunitas
tidak dapat dihindari. Berbagai motif tindak kejahatan dilatarbelakangi
berbagai kepentingan baik individu maupun kelompok. Tindak pidana (delik),
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diberi batasan sebagai berikut “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman
karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana” .Dalam
teori yang diajarkan dalam ilmu hukum pidana latar belakang orang melakukan
tindak pidana/delik dapat dipengaruhi dari dalam diri pelaku yang disebut
indeterminisme maupun dari luar diri pelaku yang disebut
determinisme. Menurut data yang dipublikasi oleh Kepolisian Daerah
Kalimantan Barat tindak kejahatan yang terjadi selama tahun 2013 cenderung
terus meningkat, rata-rata ada 24 sampai 40 hybrid kasus diseluruh kalbar,
curat yang paling menonjol. Kejahatan konvensional kalbar tertinggi diseluruh
Kalimantan, Kota Pontianak tertinggi untuk kasus kriminal, ungkap Direktorat
Kriminal Umum Polda Kalbar Kombes Rudi Hartono , seperti dikutip Koran
Tribunnepontianak (senin 07/10/2013).
Tindak
pidana pencurian merupakan kejahatan yang sangat umum terjadi ditengah
masyarakat danmerupakan kejahatan yang dapat dikatakan paling premitif. Dalam
KUHP dirumuskan dalam Pasal 362; “Barang siapa mengambil sesuatu barang yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud hendak memilikinya
dengan melawan hukum, dihukum karena bersalah tentang pencurian......dan
seterusnya”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah
rumusan dan unsur-unsur tindak pidana pencurian dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Untuk
mendapatkan gambaran dan penjelasan yang tepat mengenai unsur dan rumusan
tentang tindak pidana pencurian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHP).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
1.1 Pengertian Pencurian
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik orang lain tanpa izin
atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti
“pencurian” proses, cara, perbuatan.
Pengertian pencurian menurut hukum
beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan
pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi: barang siapa mengambil suatu
benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak Rp.900,00-.
Untuk lebih jelasnya, apabila
dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil,
objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang melekat pada benda untuk dimiliki
secara sebagian ataupun seluruhnya milik orang lain) dan unsur-unsur subjektif
(adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).
B. Unsur-Unsur Pencurian
1.1 Unsur-Unsur
Objektif
1.1.1). Unsur perbuatan mengambil
(wegnemen)
Unsur pertama dari tindak pidana
pencurian ialah perbuatan “mengambil” barang. “Kata “mengambil” (wegnemen)
dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang
barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat”.
Dari adanya unsur perbuatan yang
dilarang mengambil ini menunjukan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana
formill. Mengambil adalah suatu tingkah laku psoitif/perbuatan materill, yang
dilakukan dengan gerakan-gerakan yang disengaja. Pada umumnya menggunakan jari
dan tangan kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan
mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain atau dalam
kekuasaannya. Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif,
ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam
kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai
melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam
kekuasaanya secara nyata dan mutlak.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda
secara mutlak dan nyata adalah merupaka syarat untuk selesainya perbuatan
mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu
perbuatan pencurian yang sempurna.
1.1.2). Unsur benda
Pada objek pencurian ini sesuai
dengan keterangan dalam Memorie van toelichting (MvT) mengenai pembentukan
Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed).
Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah
terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah
setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan
mengambil.
Benda yang bergerak adalah setiap
benda yang sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509
KUHPerdata). Sedangkan benda yang tidak bergerak adalah benda-benda yang karena
sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu pengertian lawandari
benda bergerak.
c). Unsur sebagian
maupun seluruhnya milik orang lain
Benda tersebut tidak perlu
seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik
pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A
dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi
bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian
menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372
KUHP).
1.2 Unsur-Unsur
Subjektif
1.2.1) Maksud untuk memiliki
Maksud untuk memiliki terdiri dari
dua unsur, yakni unsur pertama maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet
als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur
memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lain.
Maksud dari perbuatan mengambil
barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan
dua unsur itulah yang menunjukan bahwa dalam tindak pidana pencurian,
pengertian memiliki tidak mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang
dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan. Pertama tidak dapat mengalihkan hak
milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur
pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif,
memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan barang
miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan
perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah terkandung suatu kehendak (sikap
batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
1.2.2) Melawan
hukum
Menurut Moeljatno, unsur melawan
hukum dalam tindak pidana pencurian yaitu Maksud memiliki dengan melawan hukum
atau maksud memiliki itu ditunjukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum
bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah
sadar memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum. Karena
alasan inilah maka unsur melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum
subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT yang
menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam
rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur
yang ada dibelakangnya.[6]
C. Ancaman Pidana,
Tuntutan Pidana, Putusan pidana
1.1 Acaman Pidana
Ancaman
pidana adalah hukuman atau sanksi pidana yang diancamkan kepada orang yang
melakukan suatu perbuatan pidana. Jadi untuk setiap tindak pidana selalu ada
ancaman pidana bagi mereka yang melanggarnya. Ancaman pidana ini berbeda-beda
untuk setiap tindak pidana, bisa berupa pidana mati, pidana penjara, atau
pidana kurungan maupun pidana denda. Ancaman pidana ini bisa dilihat
dari bunyi pasal-pasal dalam setiap undang-undang yang mengatur mengenai tindak
pidana, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Untuk setiap tindak
pidana disebutkan maksimal ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku
tindak pidana, misalnya untuk tindak pidana pencurian dalam Pasal 362 KUHP
maksimalnya adalah pidana penjara selama lima tahun. Dalam beberapa
undang-undang selain maksimal pidana yang dapat dijatuhkan juga disebutkan
minimal pidana yang dapat dijatuhkan, misalnya perkosaan terhadapa anak dalam
Pasal 81 UU Perlindungan Anak maksimal dipidana paling lama 15 (lima belas)
tahun dan minimal 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).
Karena
ancaman pidana selalu dicantumkan dalam setiap pasal yang mengatur mengenai
tindak pidana, maka sepanjang perbuatan yang dilakukan masuk dalam kualifikasi
tindak pidana yang sama maka ancaman pidana juga sama. Jadi untuk setiap
perbuatan mengambil barang milik orang lain yang termasuk dalam tindak pidana
pencurian maka maksimal ancaman pidana juga sama yaitu lima tahun penjara,
tanpa melihat apakah yang dicuri itu emas, pohon kakao, ataupun sandal jepit.
1.2 Tuntutan Pidana
Selanjutnya
apa yang dimaksud dengan tuntutan pidana ? secara singkat tuntutan pidana
adalah permohonan jaksa (penuntut umum) kepada pengadilan (majelis hakim) atas
hasil persidangan. Jadi tuntutan pidana baru muncul apabila pelaku tindak
pidana sudah disidangkan di pengadilan dan pemeriksaan dinyatakan selesai oleh
hakim. Dalam tuntutan pidana apabila penuntut umum berpendapat pelaku tindak
pidana terbukti bersalah melakukan tindak pidana maka meminta agar pengadilan
menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana tersebut. Dalam tuntutan pidana
ini akan disebutkan berapa lama pidananya, lamanya pidana ini bisa sama dengan
maksimal ancaman pidana, lebih rendah atau dalam hal tertentu melebihi maksimal
ancaman pidana.
1.3 Putusan Pidana
Terakhir
adalah putusan pidana. Setelah diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan
maka pelaku tindak pidana yang disidangkan (terdakwa) maka selanjutnya
pengadilan (majelis hakim) akan menjatuhkan putusan pidana. Apabila pengadilan
berpendapat terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak
pidana dan tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf yang dapat melepaskan dari
pertanggungjawaban pidana maka selain dinyatakan bersalah melakukan pidana maka
juga akan dijatuhi pidana. Mengenai berapa lama pidana yang dijatuhkan apakah
sama dengan maksimal ancaman pidana atau sama dengan tuntutan pidana penuntut
umum atau berbeda dari keduanya, tentu telah melalui pertimbangan baik dalam
memperimbangkan unsur tindak pidana maupun dalam hal yang memberatkan dan
meringankan pada diri terdakwa, yang kesemuanya dapat dibaca pada pertimbangan
hakim dalam setiap putusan yang dibuatnya.
Dari
ketiga pengertian di atas, kiranya adalah berbeda dengan apa yang disebut
sebagai ancaman pidana, tuntutan pidana dan putusan pidana. Ancaman pidana
untuk tindak pidana yang sama akan selalu sama, sedangkan tuntutan pidana akan
sangat tergantung pada hasil penilaian persidangan oleh penuntut umum yang
sangat dinamis, tidak saja pada peristiwa, jenis perbuatan maupun pelakunya,
sehingga tidak dapat disamaratakan seperti ancaman pidana. Sebagai misal untuk
tindak pidana pencurian yang dilakukan A belum tentu sama tuntutan pidana dari
penuntut umum dibandingkan dengan peristiwa pencurian yang dilakukan oleh B
karena A mencuri untuk membeli makan anaknya yang kelaparan sedangkan B mencuri
karena untuk membeli pulsa untuk menelpon pacarnya, jadi sangat tergantung pada
hasil persidangan. Selanjutnya atas tuntutan dari penuntut umum tersebut,
setelah terdakwa diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan selanjutnya
pengadilan (majelis hakim) akan menjatuhkan putusan yang apabila terdakwa
dinyatakan bersalah maka akan diikuti dengan pemidanaan yang lamanya pidana
akan sangat tergantung pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan termasuk
juga pada hal-hal yang memberatkan dan meringankan setelah juga memperhatikan
tuntutan pidana dari penuntut umum dan pembelaan terdakwa atas tuntutan
tersebut. Mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan dapat sama dengan tuntutan
penuntut umum atau dapt juga sama dengan maksimal ancaman pidana juga dapat
lebih rendah dari keduanya bahkan dalam hal tertentu dapat lebih tinggi dari
maksimal ancaman pidana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1 Kesimpulan
Pengertian
pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP,
adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi: barang
siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian,
dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak Rp.900,00-.
Dengan
rumusan terdiri dari unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu
benda, dan unsur keadaan yang melekat pada benda untuk dimiliki secara sebagian
ataupun seluruhnya milik orang lain) dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud,
yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).
Keadilan
merupakan salah satu tujuan dari hukum selain dari kepastian hukum itu sendiri
dan juga kemanfaatan hukum. Keadilan itu sendiri terkait dengan pendistribusian
yang merata antara hak dan kewajiban asasi manusia. Namun asas keadilan belum
sepenuhnya terimplementasikan dalam hukum positif di Indonesia.
2. Saran
Diharapkan
adanya perubahan atau pembentukan perauran perundang-undagan yang baru apabila
peraturan perudang-undangan yang ada sudah dirasakan tidak terimplementasikan
rasa keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK DENGAN MENJAGA TATA KRAMA TANPA MENGHINA SUATU RAS, SUKU, DAN BUDAYA